jpnn.com - NAMA-nama berikut jelas berbau Jerman atau Italia. Koff, Hermann, dan Lunardi. Namun, jangan kaget, karena mereka justru erat dengan Gremio, salah satu di antara dua klub besar yang bermarkas di Porto Alegre. Satu klub lain di kota itu adalah Internacional. Posisi mereka pun tidak tanggung-tanggung, yaitu petinggi Gremio.
Fabio Koff adalah presiden klub, Marcos Hermann masuk dalam jajaran direksi, dan Douglas Lunardi adalah direktur komunikasi klub yang telah melahirkan Ronaldinho tersebut. Sayang, hingga berita ini selesai ditulis, e-mail permintaan wawancara Jawa Pos dengan Lunardi belum berbalas.
BACA JUGA: Dari Ciudadela demi Piala Dunia
Mereka hanyalah secuil contoh betapa Porto Alegre sangatlah “Eropa”. Sejak Brasil membuka pintu perbatasan lebar-lebar setelah pemberangusan perbudakan 1988, gelombang imigran dari Eropa dan Asia datang dalam jumlah besar. Mereka menyebar ke mana-mana meski akhirnya terkonsentrasi menjadi komunitas tertentu di sejumlah tempat.
Imigran Asia dan keturunannya banyak bermukim di Negara Bagian Sao Paulo dan Parana. Sedangkan orang-orang kulit putih dari Eropa dalam jumlah besar bercokol di Rio Grande do Sul.
BACA JUGA: Manuel Pellegrini Ketakutan Hadapi MU
Berdasar sensus 2010, 79,2 persen dari total 1.365.039 penduduk Porto Alegre merupakan warga kulit putih. Sangat dominan. Tak heran, di berbagai tempat umum di Porto Alegre seperti yang ditemui Jawa Pos, dari tiap sepuluh orang, barangkali hanya satu yang berkulit hitam atau cokelat.
Padahal, secara nasional, kulit hitam dan cokelat inilah yang mayoritas di negeri tuan rumah Piala Dunia 2014 tersebut. Mencapai 45 persen dari keseluruhan 198,7 juta penduduk Brasil.
BACA JUGA: Ayo Rooney, Bombardir Gawang City!
"Di sini dialek bahasa Portugisnya pun agak beda. Ada pengaruh bahasa Spanyol juga. Maklum, karena kami berbatasan dengan Argentina dan Paraguay," kata Alexandre Pires yang bekerja di salah satu radio di Porto Alegre.
Kuatnya dominasi Eropa itu juga yang menjadikan Porto Alegre wilayah Brasil paling berbeda dari berbagai segi. Di politik, mereka tergolong paling progresif. Dalam bidang kuliner, kalau wilayah lain di Brasil mungkin hanya mengenal kopi, Porto Alegre punya minuman teh tradisional sendiri: chimarrao.
Saat Karnaval Porto Alegre berlangsung, yang biasanya hampir berbarengan dengan Karnaval Rio, gaya berpakaian tradisional Eropa juga akan terlihat menonjol. Terutama yang dikenakan para gaucho alias koboi. Tak ubahnya menyaksikan perayaan Oktoberfest di Muenchen, Jerman.
Tentu saja kalangan kulit putih itu lebih mapan secara perekonomian di Porto Alegre. Tapi, itu juga terjadi secara nasional. Sebanyak 40 persen warga miskin di Brasil adalah penduduk keturunan Afrika alias kulit hitam yang mayoritas bermukim di barat laut negeri tersebut. Dua kali lebih banyak daripada warga kulit putih.
Otomatis, kondisi perekonomian itu juga berdampak pada angka harapan hidup. Selain itu, hanya 2 persen warga kulit hitam yang bisa mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi. Meski belakangan kuota untuk mereka diperbanyak melalui "jalur khusus" berdasar keputusan Mahkamah Agung Brasil 2012. (*/c9/ruk)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Muenchen Ikat Dante Hingga Akhir Musim 2017
Redaktur : Tim Redaksi