Dorong Peningkatan Ketahanan Pangan Nasional, Bamsoet: Jangan Bergantung Kepada Impor

Rabu, 21 Agustus 2024 – 09:00 WIB
Ketua MPR Bambang Soesatyo (tengah) saat menerima jajaran pengurus Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia, di antaranya Ahmad SKJ dan Marfuah (Waketum), Asep Efendi (Sekjen), A. Toha Almansur (Wasekjen), dan Ahmad Syarifudin (Sekbid Kerja Sama) di Jakarta, Kamis (1/8). Foto: Dokumentasi Humas MPR RI.

jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR Bambang Soesatyo atau akrab disapa Bamsoet menekankan pentingnya program makan bergizi gratis yang digagas presiden terpilih Prabowo Subianto dalam mengatasi kelaparan dan malnutrisi di Indonesia.

Hal ini mengingat Indonesia berada di peringkat ke-77 dengan skor 17,6 berdasarkan laporan Global Hunger Index 2023 hasil kerja sama organisasi Welt Hunger Hilfe (WHH) dan Concern Worldwide.

BACA JUGA: ID Food Punya Strategi Jitu untuk Hadapi Tantangan Ketahanan Pangan Nasional

Angka tersebut menunjukkan tingkat kelaparan di Indonesia berada pada level moderat atau sedang, namun sekaligus menempatkan Indonesia masih termasuk negara dengan indeks kelaparan tertinggi di ASEAN.

"Selain mengatasi kelaparan, program makan bergizi gratis juga bisa mengatasi berbagai permasalahan gizi buruk," kata Bamsoet seusai menerima jajaran pengurus Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB PII) di Jakarta, Kamis (1/8).

BACA JUGA: Dukung Ketahanan Pangan Nasional, Pupuk Indonesia Siap Penuhi Kebutuhan Pupuk Petani di Sulsel

Bamsoet menyebutkan pada tahun ini diperkirakan sekitar 6,5 persen dari populasi mengalami kekurangan gizi atau undernourished yang melibatkan kurang lebih 17,7 juta orang.

"Menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk kurang gizi tertinggi di Asia Tenggara," ungkap Bamsoet.

Ketua ke-20 DPR itu mengingatkan persoalan pangan tidak bisa disepelekan.

Pada 2008 lalu, misalnya, dunia sempat mengalami krisis pangan global.

Saat itu, Food and Agriculture Organization (FAO) mengestimasikan naiknya angka kelaparan global mencapai 40 juta jiwa.

Perserikatan Bangsa-Bangsa melaporkan pada tahun 2016 sebanyak 815 juta orang di dunia menderita kelaparan.

Jumlah tersebut sama dengan 11 persen populasi penduduk dunia.

Sementara itu, catatan akhir tahun 2022 menyajikan data krisis pangan yang memilukan.

Diperkirakan, sekitar 345 juta orang penduduk dunia mengalami kelaparan akut, di mana 19.700 orang di antaranya meninggal dunia setiap harinya.

"Artinya, setiap empat detik, tercatat satu orang meregang nyawa karena kelaparan," jelas Bamsoet.

Dia juga menekankan masa depan Indonesia bukanlah berada di pusat bisnis perkotaan, melainkan berada di desa sebagai penyedia utama pertanian.

Menurut Bamsoet, pandemi Covid-19 harusnya telah membuka mata semua pemangku kebijakan, mulai pemimpin daerah hingga pusat, untuk menyadari bahwa kedaulatan terhadap pangan harus diutamakan.

"Kita tidak boleh lagi bergantung kepada impor. Mengingat Indonesia dianugerahi tanah yang subur untuk pertanian, laut yang luas untuk perikanan, maupun udara segar untuk perkebunan. Tidak ada yang tidak bisa di tanam disini. Tinggal bagaimana kita mengelolanya secara bijak," ujar Bamsoet

Bamsoet menambahkan agar kedaulatan pangan bisa terwujud, pemerintah perlu mengajak serta berbagai kelompok masyarakat.

"Semakin banyak kelompok masyarakat yang terjun dalam usaha pangan, semakin baik bagi masa depan pangan nasional," pungkas Bamsoet. (mrk/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler