MATARAM-Alih fungsi lahan pertanian di Kota Mataram sulit dihindari. Kepala Dinas Pertanian Kelautan dan Perikanan (Distanlutkan) Kota Mataram H Mazhuriadi mengatakan, alih fungsi lahan pertanian ke perumahan mencapai 25-30 hektare per tahun. ‘’Karena itu, petani di Kota Mataram harus berpikir lebih cepat soal pergantian ini,’’ katanya.
Dikatakan, alih fungsi lahan pertanian terjadi di semua kota di Indonesia. Sehingga, para petani harus bisa mengoptimalkan pemanfaatan lahan pertanian yang tersisa saat ini, yaitu 2.470 hektare. ‘’Petani harus mulai berpikir produk yang dihasilkan kualitasnya lebih tinggi,’’ ucapnya.
Dicontohkan, hasil pertanian dari lahan seluas 2.470 hektare setara dengan hasil pertanian di lahan seluas 24 ribu hektare. Petani lebih mengarahkan pada kualitas dibanding kuantitas. Petani yang sebelumnya hanya menanam padi bisa beralih menjadi penangkar benih. ‘’Benih padi kita sudah sampai ke NTT, benih Ciliwung, Cilerang, dan Cilosari. Harga benihnya sendiri Rp 100 ribu tiap 10 kilogram,’’ terangnya.
Sebagai penangkar bibit, sambungnya, menjadi peluang menghadapi semakin menyempitnya lahan. Sudah tidak efektif bila petani Kota Mataram hanya menjadi petani saja. Pihaknya akan memfasilitasi para penangkar ini dengan peralatan. ‘’Ada juga dari pengawas benih tanaman yang terus memantau para penangkar,’’ ujarnya.
Para penangkar benih sendiri, lanjutnya, tidak bisa sembarangan. Mereka harus memiliki sertifikat. Tanpa sertifikat, penangkar tersebut tidak akan mendapat perhatian dari petani. ‘’Begitu juga dengan benih yang ditangkar. Benih tersebut juga telah tersertifikat,’’ sambungnya.
Ditambahkan, penangkar sendiri, baru mendapat apresiasi pada penangkar benih padi saja. Sementara untuk penangkar buah maupun sayur belum mendapat perhatian. ‘’Peluang sebagai penangkar benih buah dan sayur masih terbuka,’’ pungkasnya.(feb)
Dikatakan, alih fungsi lahan pertanian terjadi di semua kota di Indonesia. Sehingga, para petani harus bisa mengoptimalkan pemanfaatan lahan pertanian yang tersisa saat ini, yaitu 2.470 hektare. ‘’Petani harus mulai berpikir produk yang dihasilkan kualitasnya lebih tinggi,’’ ucapnya.
Dicontohkan, hasil pertanian dari lahan seluas 2.470 hektare setara dengan hasil pertanian di lahan seluas 24 ribu hektare. Petani lebih mengarahkan pada kualitas dibanding kuantitas. Petani yang sebelumnya hanya menanam padi bisa beralih menjadi penangkar benih. ‘’Benih padi kita sudah sampai ke NTT, benih Ciliwung, Cilerang, dan Cilosari. Harga benihnya sendiri Rp 100 ribu tiap 10 kilogram,’’ terangnya.
Sebagai penangkar bibit, sambungnya, menjadi peluang menghadapi semakin menyempitnya lahan. Sudah tidak efektif bila petani Kota Mataram hanya menjadi petani saja. Pihaknya akan memfasilitasi para penangkar ini dengan peralatan. ‘’Ada juga dari pengawas benih tanaman yang terus memantau para penangkar,’’ ujarnya.
Para penangkar benih sendiri, lanjutnya, tidak bisa sembarangan. Mereka harus memiliki sertifikat. Tanpa sertifikat, penangkar tersebut tidak akan mendapat perhatian dari petani. ‘’Begitu juga dengan benih yang ditangkar. Benih tersebut juga telah tersertifikat,’’ sambungnya.
Ditambahkan, penangkar sendiri, baru mendapat apresiasi pada penangkar benih padi saja. Sementara untuk penangkar buah maupun sayur belum mendapat perhatian. ‘’Peluang sebagai penangkar benih buah dan sayur masih terbuka,’’ pungkasnya.(feb)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wika Akan Bangun Jalan Tol di Aljazair
Redaktur : Tim Redaksi