jpnn.com, JAKARTA - Penggelontoran dana desa menyusul pemberlakuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ternyata menyisakan berbagai penyelewengan di lapangan. Sebab, banyak kasus tentang penyelewengan dana desa yang terungkap belakangan ini.
Itulah yang terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komite I DPD dengan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Bappenas, Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, Kepolisian Republik Indonesia, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Selasa (5/9). Agenda RDP itu adalah evaluasi UU Desa.
BACA JUGA: Kunjungi Indonesia, Vietnam Undang DPD Hadiri APPF 2018
Ketua Komite I DPD Akhmad Muqowam menyatakan bahwa maraknya penyelewengan dana desa merupakan tanda bahaya terutama bagi desa. Menurutnya, hal itu akan menimbulkan ketidakpercayaan terhadap kemampuan desa dalam mengelola dana desa.
Muqowam menegaskan, yang perlu diluruskan adalah persoalan regulasi dana desa saat ini. Senator asal Jawa tengah itu mengatakan, regulasi tersebut harus menjadikan desa sebagai subjek pembangunan.
BACA JUGA: Oso-Sekjen Partai Komunis Vietnam Bahas Kopi hingga Sepak Bola
“Saya menilai dalam tiga empat tahun berjalannya UU tentang Desa ini antara regulasi dan kelembagaan belum mengalir betul, dan desa seperti mempunyai beban dengan apa yang diperintahkan UU tersebut. Di satu sisi UU tersebut dibuat untuk membangun desa, tapi para kepala desa takut mengimplementasikan karena takut salah dalam pengelolaan dana desa,” ujarnya.
Muqowam menambahkan, hal yang perlu dilakukan saat ini adalah pembinaan kepada desa dan sinkronisasi. Untuk itu Komite I DPD meminta kementerian dan lembaga terkait untuk saling introspeksi dan melihat fakta implementasi dana desa di lapangan.
BACA JUGA: Sikap DPR Soal DOB? DPD: Tanya Rumput yang Bergoyang
“Saat ini kementerian selalu membeberkan data yang menarik kepada Komite I tentang dana desa, tapi fakta di lapangan tidak begitu. Meskipun ada satgas pengawas dana desa, nyatanya di lapangan banyak para kepala desa ditekan menggunakan dana desa sehingga penggunaannya tidak tepat dan akhirnya malah ditangkap,” lanjutnya.
Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Manusia Kemendes PDTT Taufik Madjid mengatakan, pihaknya melakukan pendampingan secara struktural dan profesional kepada 74.910 desa. Program itu melibatkan 40.142 tenaga ahli.
Sampai saat ini, katanya, pendistribusian dana desa selalu meningkat. Dari tahun 2015 sebanyak Rp 20,7 triliiun, naik menjadi Rp 46,9 triliun pada 2016, hingga melonjak ke angka Rp 60 triliun paa 2017 yang didistribusikan ke 74.910 desa.
“Filosofi dana desa meningkatkan kesejahteraan, ketimpangan kemiskinan. Dana desa saat ini diprioritaskan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Untuk pengawasan besama Kemendagri, KPK, Kemenkeu mewajibkan desa mengumumkan di tempat-tempat umum besaran APBDes dan digunakan untuk apa saja, sehingga akses bagi warga desa menjadi pengawas penggunanan dana desa,” jelasnya.
Sedangkan Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto dalam RDP itu menjelaskan strategi penegakan hukum atas penyelewengan dana desa. Menurutnya, Polri telah menyiapkan 2.700 orang penyidiknya untuk penanganan korupsi di daerah.
Bahkan sejak Polri menerapkan kebijakan operasi tangkap tangan(OTT), sudah ada 215 kepala desa yang diproses hukum. Meski demikian, Ari Dono menyayangkan maraknya kepala desa yang terseret kasus hukum karena mengorupsi dana desa.
“Hal ini patut disayangkan. Kami tidak ingin para kepala desa semua ditangkap dan dipenjara. Perlu pembinaan dari pihak-pihak terkait agar dalam pengelolaan dana desa menjadi tepat sasaran,” tegasnya.
Pada kesempatan sama, Direktur Pengawasan Keuangan Daerah BPKP Iskandar Novianto menjelaskan, pihaknya sudah membuat aplikasi dan menjalin kerja sama dengan Kemendagri terkait pemantauan penggunaan dana desa. Selanjutnya pada 6 November 2015, Kemendagri menerbitkan surat edaran mengenai Sistem Keuangan Desa (SISKEUDES) yang diberlakukan di seluruh desa.
Sedangkan pada 2017 ini, Presiden Joko Widodo meminta seluruh desa sudah menggunakan SISKEUDES. “Kemudahan dari segi aplikasi dan pengendalian pengawasan serta perbaikan, agar output yang diminta oleh regulasi bisa dihasilkan sesuai yang diminta dan ini untuk memudahkan desa membiuat laporan keuangan terkait dana desa,” pungkasnya.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sekjen DPD Hadir di Istana dengan Pakaian Adat Jawa
Redaktur & Reporter : Antoni