DPD RI: Membangun Budaya Nasional Berbasis Bahari

Sabtu, 21 Juli 2018 – 22:15 WIB
Wakil Ketua DPD RI, Nono Sampono (kiri di podium) pada acara Fokus Group Discussion bertema Membangun Budaya Nasional Berbasis Bahari di Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (21/7/18). Foto: Humas DPD RI

jpnn.com, CIREBON - Dewan Perwakilan Daerah RI mengadakan Fokus Group Discussion dengan tema Membangun Budaya Nasional Berbasis Bahari. Acara tersebut berlangsung di Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (21/7/18).

Hadir pada acara tersebut, Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono, Sultan Sepuh Cirebon Pangeran Radja Adipati Arief Natadiningrat, anggota DPR RI, tokoh sejarawan Anhar Gonggong, Budayawan, para Akademisi, Tokoh Masyarakat dan tokoh Forum Silaturahmi Keraton Nusantara.

BACA JUGA: OSO: Gebu Minang Harus Dapat Membangun Indonesia

Pada diskusi tersebut, Nono Sampono mengatakan dalam membangun sebuah negara perlu memperhatikan melalui dua basis yaitu basis karakter manusianya dan basis kewilayahan.

“Membangun negara perlu membangun basis manusia yang berada pada kearifan lokal. Kemudian Basis kedua geografi atau wilayah menyangkut juga geopolitik dan geostrategi," ujar Nono.

BACA JUGA: DPD RI: Komnas HAM Segera Bentuk TPF Kasus Nduga Papua

Berkaitan dengan budaya bahari, Saat ini DPD RI sudah menyusun RUU Perlindungan Hak Masyarakat Adat dan sudah diparipurnakan untuk diserahkan ke DPR dan disahkan menjadi Undang-Undang. Hal tersebut selaras dengan keinginan DPD RI dalam memperkuat dan memperkokoh ketahanan Budaya menjadi ciri khas bangsa.

BACA JUGA: Resmi Daftar Calon Anggota DPD, Ini Janji Dailami Firdaus

“Ada 3 alasan mengapa DPD RI berinisiasi menyusun RUU perlindungan hak masyarakat adat, pertama karena ada kekosongan payung hukum hak-hak masyarakat adat dan ulayat.

Kedua karena kepentingan ekonomi, ketiga memperkokoh budaya nasional. Kita sudah siap masukkan ke baleg untuk masuk prolegnas 2018-2019," tukas Senator Maluku tersebut.

Selain itu, beliau juga menyatakan bahwa Perubahan kehidupan berbangsa pada era setelah reformasi merubah tata nilai dan kultur budaya.

“Ini terkait bagaimana memperkokoh budaya nasional yaitu budaya bahari. Jaman Bung Karno menyebutkan bahwa Indonesia adalah benua maritim laut yang ditaburi oleh pulau, paradigma ini harus kita dengungkan lagi karena sudah sangat bias," lanjutnya.

Pada saat yang sama, Sultan Sepuh Arif Natadiningrat mengapresiasi kegiatan FGD dengan tema bahari tersebut. Mengingat Keraton Cirebon adalah Keraton yang berlokasi di pesisir sehingga cocok dengan tema tersebut.

"Budaya bahari kita luar biasa pada masa Sriwijaya, Majapahit, budaya bahari adalah budaya kerja keras, gotong royong, terbuka menerima segala masukan, dan toleran. Saya harapkan melalui FGD ini budaya bahari yang luntur ini mampu kembali diangkat sebagai kekuatan dan energi bangsa ini," Sultan Sepuh ini.

Senada dengan Sultan, Sejarawan Anhar Gonggong menyatakan Indonesia ini dibangun oleh anak-anak muda terdidik dan tercerahkan. Anhar juga mengungkapkan bahwa fakta sejarah wilayah kerajaan-kerajaan di seluruh dunia juga berada di pesisir.

"Bagaimana kita kembali menyatakan bahwa laut tidak memisahkan justru penyambung dan pemersatu dan masa depan kita ada di laut," tutur sejarawan itu.

Sementara itu, Guru Besar Ilmu Sejarah UGM Bambang Purwanto mengingatkan jangan hanya bias mengartikan budaya Bahari hanya laut yang menjadi objek utama.

"Kita jangan hanya memonopoli istilah bahari adalah budaya laut, tapi lebih mengartikan bahari adalah air, karena wilayah kita juga ada pesisir, daratan dan air yang di daratan, semua itu budaya kita," pungkasnya.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Satgas TNI AL RIMPAC 2018 Perkenalkan Budaya Indonesia


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler