DPD RI Usulkan 5 Proposal Kenegaraan Demi Penyempurnan Sistem Bernegara

Minggu, 24 September 2023 – 08:00 WIB
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, Wakil Ketua DPD RI Mahyudin, dan beberapa anggota DPD RI, Sekjen DPD RI Rahman Hadi, Ketua Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) Ariawan pada acara Press Gathering DPD RI dan Koordinatoriat Wartawan Parlemen di Cirebon, Kamis (21/9/2023) malam. Foto: Friederich Batari/JPNN.com

jpnn.com, CIREBON - Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) mengusulkan lima Proposal Kenegaraan demi penyempurnaan dan penguatan sistem bernegara sesuai rumusan para pendiri bangsa.

Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyampaikan hal itu pada acara Press Gathering DPD RI dan Koordinatoriat Wartawan Parlemen di Cirebon, Kamis (21/9/2023) malam.

BACA JUGA: Akademisi: Proposal Kenegaraan Ketua DPD RI Solusi Perkuat Sistem Bernegara

Menurut LaNyalla, proposal kenegaraan yang pertama adalah mengembalikan MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara sebagai sebuah sistem demokrasi yang lengkap dan berkecukupan, yang tidak hanya diisi oleh mereka yang dipilih melalui Pemilu, tetapi juga diisi oleh utusan-utusan komponen masyarakat secara utuh tanpa ada yang ditinggalkan.

Proposal kedua adalah membuka peluang anggota DPR berasal dari peserta pemilu unsur perseorangan atau nonpartisan. Oleh karena itu, anggota DPR tidak hanya diisi dari peserta pemilu dari unsur anggota partai politik saja.

BACA JUGA: Guru Besar UGM dan Undip Beri La Nyalla Masukan Soal Proposal Kenegaraan DPD RI

“Hal ini sebagai bagian dari memastikan bahwa proses pembentukan Undang-Undang yang dilakukan DPR bersama Presiden, tidak didominasi oleh keterwakilan partai politik saja, tetapi juga secara utuh dibahas juga oleh perwakilan penduduk daerah yang berbasis provinsi,” ujar LaNyalla.

Menurut LaNyalla, anggota DPD RI yang juga dipilih melalui Pemilu legislative berada di dalam satu kamar di DPR RI sebagai bagian dari pembentuk Undang-Undang.

BACA JUGA: Akademisi Apresiasi Proposal Kenegaraan Perbaikan Konstitusi yang Ditawarkan Ketua DPD RI

Proposal ketiga, memastikan Utusan Daerah dan Utusan Golongan diisi melalui mekanisme utusan dari bawah. Bukan ditunjuk oleh Presiden, atau dipilih DPRD seperti yang terjadi di Era Orde Baru.

“Dengan komposisi Utusan Daerah yang berbasis sejarah negara-negara lama dan bangsa-bangsa lama di kepulauan Nusantara, yaitu raja dan sultan Nusantara serta suku dan penduduk asli Nusantara,” ujar LaNyalla.

Menurut LaNyalla, Utusan Golongan yang bersumber dari organisasi sosial masyarakat dan organisasi profesi yang memiliki sejarah dan bobot kontribusi bagi pemajuan ideologi, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan dan agama bagi Indonesia.

Proposal keempat, memberikan wewenang untuk pemberian pendapat kepada Utusan Daerah dan Utusan Golongan terhadap materi Rancangan Undang-Undang yang dibentuk oleh DPR dan Presiden, sehingga terjadi mekanisme keterlibatan public yang utuh dalam pembahasan Undang-Undang di DPR.

Proposal kelima, menempatkan secara tepat tugas, peran dan fungsi lembaga negara yang sudah dibentuk atau sudah ada di era Reformasi seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudicial dengan tolok ukur penguatan sistem demokrasi Pancasila.

Kepentingan Lebih Luas

LaNyalla mengatakan lima Proposal Kenegaraan tersebut mempunyai kepentingan lebih luas. Bukan hanya memperkuat lembaga DPD RI, tetapi memperkuat bangsa dan negara Indonesia dalam menghadapi tantangan yang lebih kompleks akibat ancaman dan perubahan situasi global yang tidak menentu.

“DPD RI sudah pernah berupaya memperkuat peran dan fungsi Lembaga DPD RI dengan melakukan uji materi ke MK. Saat itu putusan MK memberi kewenangan kepada DPD RI untuk membahas sampai tuntas Rancangan Undang-Undang terkait daerah. Namun, putusan MK tersebut sampai detik ini tidak pernah diakomodasi di dalam UU MD3 dan UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, karena di UUD masih ada Pasal 20 Ayat (1),” ujar LaNyalla.

Selanjutnya, Senator asal Jawa Timur itu menjelaskan upaya penguatan DPD RI juga dilakukan melalui Amedemen ke-5.

“Bahkan naskah akademik penguatan terkait hal tersebut sudah disusun, tetapi upaya itu juga gagal diwujudkan, karena secara yuridis formal di Pasal 37 UUD, kami di DPD RI tidak memenuhi jumlah untuk mengusulkan agenda Amendemen," ujar LaNyalla.

Menurut LaNyalla, lima proposal kenegaraan yang ditawarkan saat ini merupakan upaya ketiga.

Namun, upaya ini beda dengan dua upaya sebelumnya. Karena bukan untuk kepentingan DPD RI saja, tetapi lebih luas dari itu; yaitu untuk kepentingan agar bangsa dan negara ini dapat mempercepat mewujudkan cita-cita dan tujuan lahirnya negara ini.

Dia mengatakan gagasan ini ditawarkan untuk menjadi kesadaran kolektif dan konsensus nasional bangsa dan negara.

"Lima proposal kenegaraan DPD RI ini muncul dari hasil temuan dan aspirasi dari 34 Provinsi dan hampir di seluruh Kabupaten dan Kota di Indonesia. Dimana persoalan yang dihadapi, sama. Yaitu ketidakadilan yang dirasakan masyarakat, dan kemiskinan struktural yang sulit dientaskan," ujar LaNyalla.

Dalam penelaahan DPD RI, akar persoalannya adalah Konstitusi hasil Perubahan di tahun 1999 hingga 2002  telah meninggalkan Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi dan meninggalkan Pancasila sebagai Identitas Konstitusi.

“Hal ini juga sesuai dengan temuan Komisi Konstitusi yang dibentuk MPR pada tahun 2002, dan hasil kajian akademik Pusat Studi Pancasila di UGM," ujarnya.

Atas kesadaran tersebut, lanjut LaNyalla, DPD RI membahas hasil temuan dan aspirasi yang diterima dan pada akhirnya bersepakat untuk menawarkan gagasan perbaikan Indonesia, demi Indonesia yang lebih kuat, lebih bermartabat, lebih berdaulat dengan cara kembali menerapkan sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa.

"Makanya kita harus kembali kepada Pancasila. Karena bangsa ini nyatanya masih bersepakat bahwa Pancasila adalah Falsafah Dasar bangsa dan negara ini. Wujud dari kembali kepada Pancasila itu tentu dengan mengembalikan Konstitusi Negara ini kepada rumusan para pendiri bangsa," imbuh dia. 

Menurut LaNyalla, DPD RI juga menyadari ada kelemahan di dalam sistem tersebut. Sebab dilahirkan dalam suasana yang mendesak dan revolusioner pada saat itu.

Oleh karena itu, DPD RI menawarkan penyempurnaan dan penguatan sistem tersebut, bukan penggantian sistem bernegara, seperti yang terjadi di dalam Amandemen tahun 1999 hingga 2002.

"Dengan demikian, Proposal Kenegaraan DPD RI berbunyi; ‘Penyempurnaan dan Penguatan Sistem Bernegara Sesuai Rumusan Pendiri Bangsa'. Supaya kita tidak membuka ruang untuk penyimpangan praktik dari nilai-nilai tersebut, seperti pernah terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru," tegas LaNyalla.

LaNyalla menjelaskan dalam 5 Proposal Kenegaraan DPD RI, juga mengadopsi apa yang menjadi tuntutan reformasi tentang pembatasan masa jabatan presiden dan menghapus KKN, serta penegakan hukum dan HAM.

Pada acara tersebut hadir bersama Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti adalah Wakil Ketua DPD RI Mahyudin, dan beberapa anggota DPD RI antara lain Bustami Zainudin (Lampung), Fachrul Razi (Aceh), Eni Sumarni (Jawa Barat), Amang Syafrudin (Jawa Barat), Asep Hidayat (Jawa Barat), Achmad Nawardi (Jawa Timur).

Selain itu, Dedi Iskandar Batu Bara (Sumut), Darmansyah Husein (Bangka Belitung), Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin, Sekjen DPD RI Rahman Hadi beserta jajarannya dan Ketua Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) Ariawan dan para wartawan parlemen.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler