DPD tak Dilibatkan, Terbukti Produksi UU Oleh DPR Menurun

Sabtu, 13 September 2014 – 09:42 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah pola legislasi yang selama ini didominasi oleh DPR dan Pemerintah menjadi pola tripartit, yaitu harus melibatkan DPD. Tanpa keterlibatan DPD, termasuk dalam pembahasan UU MD3, maka hasil pembahasan UU tersebut tidak sah atau cacat hukum.

“Keterlibatan DPD RI itu suatu keharusan, karena akan berpengaruh secara kuantitas maupun kualitas UU. Apalagi, terbukti jumlah UU yang dihasilkan DPR dan pemerintah makin menurun,” ucap Ketua Tim Litigasi DPD, I Wayan Sudirta saat diaog ‘UU MD3 dan Proses legislasi Model Tripartrit?” di Gedung DPD, Jakarta, Jumat (12/9).
 
Menurutnya, pembahasan RUU harus melibatkan DPD mulai dari pembahasan pada tingkat I oleh komisi atau panitia khusus (Pansus) DPR. Atau sejak menyampaikan pengantar musyawarah, mengajukan, dan membahas DIM (daftar inventarisasi masalah). “Selain itu saat menyampaikan pendapat mini sebagai tahap akhir dalam pembahasan di tingkat I,” tegas senator asal Provinsi Bali itu.

BACA JUGA: Uang Hasil Dugaan Pemerasan Jero Wacik Dibagi-bagikan

Sudirta menambahkan, banyak manfaat yang bisa dirasakan jika mekanisme tripartit itu dijalankan dalam UU MD3 yang baru itu. Di antaranya, proses legislasi akan menjadi lebih cepat dan efisien dibandingkan dengan yang terjadi selama ini, yang hanya melibatkan DPR dan pemerintah. “Kalau model ini diterapkan, saya yakin DPR bisa menyelesaikan 50 sampai 100 UU setiap tahunnya,” pungkas dia.

Dikesempatan yang sama, Ketua Konsorsium Reformasi Hukum Nasional Firmasjah Arifin mengakui jika DPR masih mengabaikan DPD dalam pembahasan RUU selama ini, termasuk UU MD3 yang sudah disahkan oleh DPR dan pemerintah. Dengan putusan MK itu, seharusnya bisa melakukan forum bersama, kerjasama dan model tripatrit seperti diamanatkan MK tersebut. “Itu terjadi di banyak negara, sehingga proses pembahasannya akan lebih efektif, efisien, dan berkualitas,” ungkapnya.

BACA JUGA: Pendaftaran CPNS 43 Instansi Pusat dan 2 Daerah Resmi Ditutup

Khusus pembahasan UU MD, sambung dia, memang tidak terlepas dari pertarungan persaingan Pilpres yang disahkan sehari sebelum Pilpres, yaitu pada 8 Juli 2014. “Juga UU Pilkada yang sedang dibahas saat ini, sarat kepentingan politik menjelang dilantiknya Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wapres terpilih pada 20 Oktober mendatang,” kata Arifin.

Sebelumnya MK melalui putusan No 92/PUU-X/2012 telah mengembalikan kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang sebelumnya direduksi oleh Undang-Undang (UU) No 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) dan UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan (P3).

BACA JUGA: Ini Ide Jalan Tengah Pakdhe Karwo soal Polemik Pilkada

Dengan demikian mekanisme proses legislasi secara tripartit (melibatkan DPR, DPD, dan Pemerintah) untuk berbagai RUU yang berhubungan dengan masalah daerah, telah menjadi amar putusan MK pada 27 Maret 2013 silam. Karena itu, tidak ada alasan bagi DPR untuk tidak menyetujui mekanisme tripartit untuk diadopsi ke dalam RUU MD3. Tapi, terbukti tidak ada. (fdi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tolak Pilkada oleh DPRD Takut Kepentingannya Terganggu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler