DPR Australia meloloskan RUU yang akan melarang warga negara itu yang pernah menjadi kombatan di negara lain untuk kembali selama dua tahun, bila mereka dianggap membahayakan keamanan nasional. Larangan Pejuang Asing Kembali

BACA JUGA: Partisipasi Pendidikan Naik Tapi Jutaan Anak Indonesia Masih Putus Sekolah

Lolosnya RUU tersebut hari Selasa (23/7/2019) malam terjadi di saat Menteri Dalam Negeri Peter Dutton mengatakan bahwa warga di sini sudah lengah mengenai kemungkinan adanya serangan teroris di dalam negeri.

"Saya kira ada perasaan meremehkan saat ini, bahwa warga berpikiran peristiwa seperti yang terjadi di Christchurch atau di Sri Lanka baru-baru ini, tidak akan terjadi di sini," kata Dutton kepada Radio ABC.

BACA JUGA: Tertangkap Miliki Dan Pakai Kokain Di Bali, Dua Pria Australia Terancam Dipenjara Maksimal 12 Tahun

"Itu bisa terjadi dan kami menghadapi ancaman setiap hari."

Dalam wawancara berikutnya dengan jaringan televisi Sky News, Dutton mengatakan bahwa ada kemungkinan para pejuang asing yang kembali ke Australia melakukan serangan bom bunuh diri di dalam Australia.

BACA JUGA: Jumlah Pemegang Visa Sementara Australia Lampaui Populasi Kota Hobart

"Bahkan bila aturan ini bisa diterapkan untuk satu kasus dimana kita bisa menghentikan satu orang untuk kembali, itu bisa berarti seorang yang mungkin melakukan bom bunuh diri yang menewaskan 100 warga Australia," katanya.

Untuk menjadi UU, RUU ini masih harus dibicarakan di Majelis Tinggi, dan sejauh ini partai oposisi, Partai Buruh masih akan meminta perubahan yang sudah disarankan oleh komite keamanan dan intelejen Parlemen.

Namun bilapun tidak disetujui, Partai Buruh mengatakan tetap akan mendukung RUU tersebut di Majelis Tinggi.

Bila lolos, aturan baru antara lain akan apa yang disebut TEO (Perintah pelerangan sementara) terhadap warga Australia bila pemerintah mencurigai ada kemungkinan hal tersebut bisa mencegah adanya serangan teroris.

Ketika menyampaikan RUU tersebut ke parlemen, Menteri Dutton mengatakan sejauh ini ada 230 warga Australia yang telah melakukan perjalanan ke Suriah dan Irak, dan 40 orang diantaranya sudah kembali.

Dutton mengatakan pemerintah mengetahui 80 warga Australia masih berada di Suriah dan Irak, namun tidak menjelaskan berapa orang diantaranya adalah anak-anak.

"Selain 80 orang itu, ada yang lain yang kita curigai, namun kita tidak mengetahui dimana persis keberadaan mereka." kata Dutton kepada Sky News.

Berbicara mengenai anak-anak warga Australia yang mengikuti orang tua mereka ke Suriah dan Irak, Dutton mengatakan bahwa mereka bisa dikategorikan berbahaya bagi keamanan Australia.

"Misalnya ada anak-anak yang pergi ke sana ketika usia 14 tahun, dan bila mereka di Suriah dan Irak selama enam tahun, mereka punya potensi membahayakan bagi kita."

"Dan kita tidak bisa dengan begitu saja menerima anak-anak itu kembali dan membiarkan mereka sekolah seperti biasa, dan berharap tidak akan terjadi apa-apa."

Peter Dutton mengatakan RUU ini juga akan mengatur bagaimana menangani kembalinya perempuan yang pergi ke Irak dan Suriah.

"Seperti yang kita lihat di Inggris dan di tempat lain, perempuan bisa menjadi ancaman berbahaya bila mereka diradikalisasi oleh IS, sehingga kita harus memperhatikan mereka kasus per kasus," katanya lagi.

Lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini

BACA ARTIKEL LAINNYA... Stop Mainan Plastik, TK di Melbourne Biarkan Murid Bermain Lumpur

Berita Terkait