jpnn.com, JAKARTA - DPR Sangat prihatin dan menyampaikan dukacita mendalam bagi semua anggota Brimob yang tewas dalam kerusuhan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, pada Selasa (8/5) malam.
Terkait peristiwa tersebut, DPR mendorong pimpinan Polri melakukan evaluasi sistem pengamanan narapidana teroris, dan merekomendasikan agar diberlakukan pengamanan ekstra maksimum.
BACA JUGA: Imam Suroso Gelar Sosialisasi Perlindungan PMI di Pati
Hal ini disampaikan Ketua DPR Bambang Soesatyo. Dia juga mengapresiasi dan memberikan acungan jempol kepada Polri yang berhasil melakukan tindakan yang tepat atas drama penyenderaan 36 jam yang dilakukan terpidana teroris.
“Yakni Penindakan dengan soft approach, yang akhirnya sandera dibebaskan nyaris tanpa korban jiwa, disertai evakuasi 155 terpidana teroris ke LP Pasir Putih Nusa Kambangan,” ujar Bambang.
BACA JUGA: Komisi III DPR: Kenapa Napi Bisa Kendalikan Narkoba?
Pendekatan soft approach, yang dilakukan Polri terhadap 156 teroris bersenjata, pantas diberikan apresiasi dan penghargaan yang tinggi.
Mengingat lima korban tewas secara mengenaskan ada di pihak Polri dan Polri mampu menahan diri dari kemarahan.
BACA JUGA: Komisi IV DPR Apresiasi Kinerja Bulog Kalbar
Sementara dipihak penyandera ada 156 teroris terlatih dengan doktrin jihad dan siap mati sahid.
“Sambil mendoakan dan mengimbau keluarga para korban agar diberi ketabahan, Pimpinan DPR dan semua jajaran terus mengikuti perkembangan pasca para penyandera berhasil dijinakan di lokasi kejadian. Sekali lagi, DPR memberikan penghargaan yang tinggi terhadap Polri yang mengutamakan persuasi atau pendekatan lunak kepada para napi teroris tersebut,” imbuhnya.
Belajar dari peristiwa rusuh ini, DPR mendorong Polri untuk memberlakukan pengamanan ekstra maksimum kepada para napi teroris.
Pengamanan ekstra maksimum itu harus menutup kesempatan para napi memiliki atau menguasai peralatan sesederhana apa pun yang bisa digunakan untuk membobol rutan atau mengancam para petugasnya.
“Fakta bahwa lima korban tewas akibat luka bacokan senjata tajam tentu saja akan memunculkan pertanyaan; dari mana atau bagaimana prosesnya sehingga para napi teroris itu bisa memiliki atau menguasai senjata tajam? Masalah ini tentu harus diselidiki. Siapa yang membawa dan memberikan senjata tajam kepada para napi itu?,” tegas Bambang.
Penguasaan senjata tajam oleh para napi teroris itu menjadi pertanda bahwa sel para teroris di Rutan Mako Brimob belum menerapkan standar pengamanan ekstra maksimum.
Padahal, standar pengamanan ekstra maksimum diperlukan untuk membatasi interaksi napi dengan rekan mereka atau jaringan sel-sel teroris di luar rutan.
Pengamanan ekstra maksimum juga mewajibkan para keluarga atau rekan para napi membatasi barang-barang bawaan saat melakukan kunjungan dan berdialog dengan para napi. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Akan Perjuangkan Nasib Pelaut Indonesia
Redaktur & Reporter : Natalia