JAKARTA - Sejumlah perkumpulan alumnus dari perguruan tinggi terkemuka di tanah air mendatangi Komisi III DPR, Selasa (4/6), guna mengadukan dugaan kriminalisasi proyek bioremediasi PT Chevron Pasific Indonesia (CPI). Mereka mempersoalkan kejanggalan penanganan kasus korupsi bioremediasi yang awalnya ditangani Kejaksaan Agung itu.
Alumni perguruan tinggi yang mendatangi Komisi III DPR adalah Ikatan Alumni UI (Iluni), Ikatan Alumni ITB, Keluarga Alumni IPB, serta almuni dari Institut Teknologi Surabaya (ITS), Universitas Trisakti (Usakti), dan UPH Veteran Yogyakarta. "Korban kasus ini (bioremediasi) adalah para alumni kami yang telah bekerja secara profesional, namun kini menjadi pesakitan di ruang sidang. Bahkan sudah ada yang dipenjara," kata Rudy Djohanes yang menjadi juru bicara dari enam organisasi alumni tersebut, saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Ruang Komisi III DPR, Selasa (4/6).
RDPU yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR, Al Muzamil Yusuf itu dihadiri Ketua Komisi III DPR, Gede Pasek Suardika, Wakil Ketua Aziz Syamsuddin dan Tjatur Sapto Edy, serta beberapa anggota Komisi III DPR lainnya. Rudy mengatakan, pihaknya terus memantau proses hukum bioremediasi ini. Mulai dari tingkat penyelidikan, penyidikan, hingga proses peradilan yang telah memvonis dua orang, yakni Herland bin Ompu dan Ricsky Prematuri dari perusahaan kontraktor bioremediasi.
Menurutnya, pemantauan dilakukan karena proses hukumnya dianggap janggal sejak awal. Ia merujuk temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang meyimpulkan penanganan korupsi proyek bioremediasi terhadap tujuh orang telah melanggar HAM. "Menurut temuan Komnas HAM, ada pelanggaran HAM," tambah Rudy.
Pelanggaran tersebut, menurut dia, menjadikan tujuh orang tersangka dan terdakwa tidak mendapatkan proses hukum yang adil, baik saat penyelidikan, penyidikan, hingga proses di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. "Kita bisa lihat diproses persidangan, tidak diberikan hak yang sama," katanya.
Ia mencontohkan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) diberi keleluasaan oleh majelis hakim untuk mengajukan saksi sebanyak-banyaknya. Sedangkan kepada kubu terdakwa, lanjut dia, hanya diberi waktu satu hingga dua minggu. "Kurang sekali, bahkan ada seorang yang ditahan, dia sampai menyembah agar bisa sampaikan satu saksi, tapi oleh hakim ditolak dengan gaya sewenang-wenangnya," beber Rudy.
Karena itulah, pihaknya meminta Komisi III menindaklanjuti temuan Komnas HAM, agar pengadilan sesat tidak terus berlangsung kepada para terdakwa kasus ini. Selain itu, jangan sampai ada lagi karyawan di PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) maupun rekanannya yang dikriminalisasi.
"Ini, temuan Komnas HAM bukan kami cari-cari, sehingga temuan ini harus ditindaklanjuti Komsi III. Menurut kami, ini pengadilan sesat, karena mulai penyelidikan, penyidikan, hingga persidangan, itu sarat dengan rekaya dan tidak ikuti hukum acara yang berlaku," kata Rudi.
Setelah menerima pengaduan, Komisi III DPR sepakat melakukan gelar perkara itu. Wakil Ketua Komisi III DPR Tjatur Sapto Edy mengatakan, program bioremediasi merupakan keputusan SKK Migas, sehingga kasus ini tidak bisa berdiri sendiri.
Untuk itu, kata dia, Komisi III akan mengundang penegak hukum dan pihak-pihak terkait. "Kami juga akan mengundang Komnas HAM. Ini harus segera dilakukan, karena kasus ini selalu berkembang. Sepertinya para penegak hukum kita tertinggal dengan teknologi, sehingga tidak memahami kasus bioremediasi yang ditanganinya," ucap Tjatur.
Sedangkan Al Muzammil Yusuf mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti laporan dan data yang telah diberikan. "Kami akan bertemu dengan Kejaksaan Agung," pungkasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan Tak Mau Bebani Tim Pembuat Bus Listrik
Redaktur : Tim Redaksi