"Pemerintah, pengusaha, dan buruh harus membahas lagi masalah ini. Jangan dianggap remeh, karena aksi demo yang belakangan marak baik di pusat maupun daerah akan menjelma menjadi gelombang nasional," tegas Ribka Tjiptaning di Gedung Senayan, Kamis (22/11).
Pandangan lain juga diungkapkan Surya Chandra. Dalam rapat dengar pendapat dengan ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional, ia mendesak pemerintah menghilangkan istilah asing dalam setiap sosialisasi program yang berkaitan dengan buruh, TKI, maupun masyarakat miskin.
"Jangan pake istilah asing lah, kenapa tidak di Indonesiakan saja. Kalau pakai bahasa Inggris malah salah menafsirkan dan itu terjadi sekarang," ujarnya.
Dia mencontohkan istilah outsourcing yang sekarang populer di kalangan buruh. Padahal istilah tersebut tidak ada di dalam UU.
"Kenapa pakai outsourcing, makanya buruh menganggap itu penindasan di atas penindasan. Parahnya lagi pemerintah membolehkan istilah tersebut. Harusnya pakai bahasa Indonesia yang lebih mudah dimengerti biar tidak ada salah tafsir," terangnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Federasi Serikat Buruh Indonesia Ridwan Monoarfa mengatakan pemerintah dan pengusaha harus menseriusi masalah buruh. Sebenarnya, kata dia, buruh bisa diajak bicara asalkan arahnya jelas.
"Kalau masalah UMP itu harus jelas penerapannya. Karena dasar UMP akan menjadi tolok ukur pembayaran iuran BPJS nanti. Kami siap kok menanggung premi BPJS, asalkan jelas pengusahanya nanggung berapa juga," ujarnya. (Esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Masa Tugas Timwas Century Diusulkan Diperpanjang
Redaktur : Tim Redaksi