JAKARTA - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menolak pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P). Menurut Sekjen Fitra Yuna Farhan, RAPBN-P yang diajukan pemerintah itu sarat kepentingan politik menjelang Pemilu 2014.
Yuna mengatakan, selama ini pemerintah berdalih kenaikan harga BBM itu untuk menyelamatkan APBN. "Faktanya, alih-alih bisa mengurangi alokasi belanja subsidi, subsidi BBM yang diajukan pemerintah dalam RAPBN-P justru membengkak sebesar Rp 16 triliun," ungkap Yuna dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Minggu, (2/6).
Selain itu, kata Yuna, alasan pemerintah bahwa subsidi BBM menjadi penyebab membengkaknya defisit juga tidak benar. Fitra menghitung kenaikan defisit Rp 80 triliun pada RAPBN-P 2013 lebih disebabkan karena diturunkannya target penerimaan perpajakan senilai Rp 53,6 triliun. Artinya, tambahan beban subsidi BBM hanya berkontribusi 20 persen terhadap defisit, sementara penurunan perpajakan berkontribusi 66 persen terhadap defisit.
Pemerintah, kata Yuna, sengaja mengajukan APBN-P 2013 sebagai siasat untuk menyusun program-program populis dalam rangka menarik simpati rakyat jelang pemilu. Pasalnya, lanjut Yuna, belanja kompensasi BBM lebih besar hampir dua kali lipat yaitu Rp 30,1 triliun dari kenaikann subsidi senilai Rp 16,1 triliun.
"Jumlah kompensasi saja lebih besar dari rencana penghematan. Ini mirip dengan tahun 2008, jelang pemilu, ada program populis. Apalagi ini Demokrat sedang berada di bawah, pasti ini sangat dimanfaatkan, terutama untuk partai koalisi," ungkap Yuna.
Menurutnya, pemerintah sejak APBNP 2012 dan 2013 sudah diberi diskresi untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi tanpa persetujuan DPR. Namun, pemerintah tak memanfaatkan momentum itu.
Pemerintah, tuturnya, terlihat tidak berani disalahkan atas kebijakannya dan melemparnya ke parlemen, serta membuka peluang tawar menawar antarparpol di DPR. "Kami akan menyerahkan perhitungan kami pada DPR, agar ini tidak jadi mainan politik semata," tegas Yuna. (flo/jpnn)
Yuna mengatakan, selama ini pemerintah berdalih kenaikan harga BBM itu untuk menyelamatkan APBN. "Faktanya, alih-alih bisa mengurangi alokasi belanja subsidi, subsidi BBM yang diajukan pemerintah dalam RAPBN-P justru membengkak sebesar Rp 16 triliun," ungkap Yuna dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Minggu, (2/6).
Selain itu, kata Yuna, alasan pemerintah bahwa subsidi BBM menjadi penyebab membengkaknya defisit juga tidak benar. Fitra menghitung kenaikan defisit Rp 80 triliun pada RAPBN-P 2013 lebih disebabkan karena diturunkannya target penerimaan perpajakan senilai Rp 53,6 triliun. Artinya, tambahan beban subsidi BBM hanya berkontribusi 20 persen terhadap defisit, sementara penurunan perpajakan berkontribusi 66 persen terhadap defisit.
Pemerintah, kata Yuna, sengaja mengajukan APBN-P 2013 sebagai siasat untuk menyusun program-program populis dalam rangka menarik simpati rakyat jelang pemilu. Pasalnya, lanjut Yuna, belanja kompensasi BBM lebih besar hampir dua kali lipat yaitu Rp 30,1 triliun dari kenaikann subsidi senilai Rp 16,1 triliun.
"Jumlah kompensasi saja lebih besar dari rencana penghematan. Ini mirip dengan tahun 2008, jelang pemilu, ada program populis. Apalagi ini Demokrat sedang berada di bawah, pasti ini sangat dimanfaatkan, terutama untuk partai koalisi," ungkap Yuna.
Menurutnya, pemerintah sejak APBNP 2012 dan 2013 sudah diberi diskresi untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi tanpa persetujuan DPR. Namun, pemerintah tak memanfaatkan momentum itu.
Pemerintah, tuturnya, terlihat tidak berani disalahkan atas kebijakannya dan melemparnya ke parlemen, serta membuka peluang tawar menawar antarparpol di DPR. "Kami akan menyerahkan perhitungan kami pada DPR, agar ini tidak jadi mainan politik semata," tegas Yuna. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Dorong PNM Perkuat Permodalan
Redaktur : Tim Redaksi