DPR Keberatan Syarat Penyerahan NPWP

Aturan Pengawasan Dana Kampanye Caleg

Selasa, 29 Januari 2013 – 06:54 WIB
JAKARTA - Draf peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang mewajibkan sumbangan dana kampanye senilai Rp 30 juta ke atas untuk menyertakan nomor pokok wajib pajak (NPWP) memunculkan pertentangan.

Sejumlah anggota Komisi II DPR menilai, kewajiban mencantumkan NPWP dalam jumlah tersebut berpotensi menghambat sumbangan dana kampanye parpol maupun calon anggota legislatif (caleg).

"Pengaturannya harus jelas. NPWP jangan mengurangi kontribusi (publik) ke partai," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja di gedung parlemen kemarin (28/1).  

Menurut Hakam, KPU bisa saja menerjemahkan kewajiban identitas penyumbang dana kampanye dengan mewajibkan penyerahan NPWP.

Namun, sebaiknya batasan itu tidak dipatok di angka Rp 30 juta. Jumlah tersebut dinilai terlalu kecil dan menghambat penyumbang yang tidak memiliki NPWP. "Banyak orang kampung yang kaya, tapi tidak punya NPWP," ujar Hakam memberi contoh.

Idealnya, lanjut Hakam, batasan itu dinaikkan. Hakam mengusulkan batasan penyumbang dengan NPWP tersebut adalah Rp 100 juta ke atas. Sementara itu, penyumbang di bawah angka tersebut cukup menyertakan identitas kartu tanda penduduk (KTP). "Identitas KTP itu cukup. Itu basis yang jelas. Pengaturannya harus rasional," ujarnya mengingatkan.  

Anggota Komisi II DPR Arif Wibowo mengatakan bahwa NPWP tidak memiliki urgensi untuk disertakan sebagai identitas penyumbang. Kewajiban yang diatur dalam UU No 8/2012 tentang Pemilu adalah setiap penyumbang memiliki alamat, status, dan pekerjaan yang jelas. "Nggak ada hubungan dengan NPWP," ujar Arif secara terpisah.

Dia sepakat dengan pandangan Hakam bahwa masih banyak warga Indonesia yang belum memiliki NPWP. Setidaknya KPU cukup mengatur identitas penyumbang tersebut berupa KTP. "KPU hanya bertugas untuk memastikan itu bukan penyumbang fiktif," ujarnya mengingatkan.  

Dalam hal ini, lanjut Arif, jika ada pelanggaran terkait dengan dana ilegal yang digunakan untuk menyumbang, itu bukan urusan KPU. Manipulasi dana sumbangan parpol adalah kewenangan lembaga penegak hukum untuk menindaklanjuti. "Apakah itu korupsi, money laundering, bukan urusan KPU," jelasnya.

Arif menegaskan, sumbangan sekecil apa pun yang diberikan penyumbang kepada parpol harus disertai identitas. Hal itu merupakan perubahan dari UU Pemilu atas munculnya dana gelap di pemilu sebelumnya.

"Mau nyumbang 100 rupiah, identitasnya harus jelas. Aturan (NPWP) ini kelihatannya benar, tapi memicu manipulasi," ujarnya. Penyumbang diatas Rp 30 juta bisa saja memecah dana sumbangannya dengan menggunakan identitas lain demi menghindari kewajiban NPWP.

Secara terpisah, PPATK akan memantau dana kampanye partai politik. Pemantauan itu dilakukan menjelang pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden pada 2014. Ketua PPATK Muhammad Yusuf menyatakan mulai fokus memantau pada 2013 ini. "Penelusuran ini akan kami audit," ujarnya di gedung parlemen, Jakarta, kemarin.

Pemantauan itu, kata Yusuf, terutama untuk mengetahui pihak-pihak yang memberikan sumbangan dana kampanye, baik kepada parpol maupun calon legislatif. Dengan begitu, dana kampanye yang dinilai mencurigakan bisa ditindaklanjuti sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (bay/c6/agm)


BACA ARTIKEL LAINNYA... Akbar Sebut Rhoma Lebih Berani dari Mahfud

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler