JAKARTA - Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) mempercepat penggodokan Rancangan Undang-Undang tentang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol). Dibutuhkan aturan sementara karena terjadi kekosongan hukum pasca dicabutnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengendalian Minuman Beralkohol oleh Mahkamah Agung (MA).
Anggota Komisi III DPR Ahmad Yani mengatakan, sejak pembatalan keppres tersebut, semakin mendesak penerbitan payung hukum baru yang mengatur peredaran dan pengawasan minol. "RUU tentang Minuman Beralkohol ini semakin mendesak untuk segera diterbitkan," ujarnya saat dihubungi, Minggu (7/7).
Saat ini draf RUU Minol yang semula diusung Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sudah bergulir dan dalam proses di Baleg DPR. Dalam draf awal RUU Minol, semula ditegaskan adanya larangan secara nasional.
Orang yang mengonsumsi minol juga diancam pidana dua tahun atau denda Rp 200 juta. Tetapi, setelah melalui pembahasan, aturannya sudah menjadi lebih lunak. "Bukan pelarangan total. Jadi lebih pada pembatasan produksi, pembatasan kadar, dan area-area yang boleh mengonsumsi," terang politikus PPP itu.
Sejak pembatalan keppres oleh MA tersebut, menurut Yani, terjadi dua persepsi tentang peredaran dan konsumsi minol. Pertama, tidak ada aturan sehingga ada kebebasan dan kedua mengacu pada masing-masing peraturan daerah (perda) yang berlaku. "Tetapi, tidak semua daerah punya perdanya," terus dia.
Pengamat hukum tata negara Fajrul Falaakh mengatakan, kekosongan hukum tentang minol, terlebih menjelang masuknya bulan suci Ramadan, ini sangat rawan. Dikhawatirkan masing-masing pihak bertindak atas persepsinya sendiri sehingga mengganggu kenyamanan bermasyarakat. "Mestinya di tingkat kepresidenan segera mengeluarkan aturan baru untuk sementara mengisi kekosongan," tuturnya kemarin. (gen/c9/fat)
Anggota Komisi III DPR Ahmad Yani mengatakan, sejak pembatalan keppres tersebut, semakin mendesak penerbitan payung hukum baru yang mengatur peredaran dan pengawasan minol. "RUU tentang Minuman Beralkohol ini semakin mendesak untuk segera diterbitkan," ujarnya saat dihubungi, Minggu (7/7).
Saat ini draf RUU Minol yang semula diusung Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sudah bergulir dan dalam proses di Baleg DPR. Dalam draf awal RUU Minol, semula ditegaskan adanya larangan secara nasional.
Orang yang mengonsumsi minol juga diancam pidana dua tahun atau denda Rp 200 juta. Tetapi, setelah melalui pembahasan, aturannya sudah menjadi lebih lunak. "Bukan pelarangan total. Jadi lebih pada pembatasan produksi, pembatasan kadar, dan area-area yang boleh mengonsumsi," terang politikus PPP itu.
Sejak pembatalan keppres oleh MA tersebut, menurut Yani, terjadi dua persepsi tentang peredaran dan konsumsi minol. Pertama, tidak ada aturan sehingga ada kebebasan dan kedua mengacu pada masing-masing peraturan daerah (perda) yang berlaku. "Tetapi, tidak semua daerah punya perdanya," terus dia.
Pengamat hukum tata negara Fajrul Falaakh mengatakan, kekosongan hukum tentang minol, terlebih menjelang masuknya bulan suci Ramadan, ini sangat rawan. Dikhawatirkan masing-masing pihak bertindak atas persepsinya sendiri sehingga mengganggu kenyamanan bermasyarakat. "Mestinya di tingkat kepresidenan segera mengeluarkan aturan baru untuk sementara mengisi kekosongan," tuturnya kemarin. (gen/c9/fat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 80 Persen Kursi CPNS Dijual
Redaktur : Tim Redaksi