jpnn.com, JAKARTA - Ledakan bom bunuh diri terjadi di Markas Kepolisian Resor Kota Besar (Mapolrestabes) Medan, Sumatera Utara (Sumut), Rabu (13/11), sekitar pukul 8.45. Satu pelaku tewas, enam orang mengalami luka-luka, terdiri dari lima anggota Polri. Sistem pengamanan Mapolrestabes menjadi sorotan.
Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu menilai sistem keamanan di Mapolrestabes itu sangat longgar. Menurut dia, seharusnya semua keamanan sesuai standar operasional prosedur (SOP) dalam memeriksa seluruh pengunjung di sana.
BACA JUGA: Ini Daftar Nama Korban Ledakan Bom Bunuh Diri di Polrestabes Medan
"Pasti kan yang bawa bom itu membawa tas atau peralatan lain dan seharusnya itu diperiksa, baik pemeriksaan secara manual maupun dengan peralatan," kata Masinton saat dihubungi JPNN.com, Rabu (13/11).
Menurut Masinton, siapa yang bertanggung jawab terhadap sistem pengamanan di Mapolrestabes itu harus diperiksa. Apalagi, kata dia, peristiwa bom bunuh diri itu terjadi di dalam atau halaman Mapolrestabes. Bukan seperti kejadian sebelumnya, di Surabaya, Jawa Timur, yang terjadi di area pintu masuk menuju parkiran.
BACA JUGA: Info Terkini dari Irjen M Iqbal soal Bom Bunuh Diri di Polrestabes Medan
"Masa pengamanan di Mapolres bisa sangat longgar seperti itu. Sistem pengamanan di mal, hotel, rumah sakit saja ketat, ada pemeriksaan seluruh barang yang dibawa pengunjung. Ini di markas kepolisian orang masuk bawa tas seolah tidak ada pemeriksaan yang selektif," kritik Masinton.
Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan seharusnya apa pun atribut yang dikenakan pelaku bisa terdeteksi oleh kepolisian.
BACA JUGA: GoJek Siap Bantu Polisi Selidiki Pelaku Bom Bunuh Diri Berjaket Ojek Online
"Dia mau menggunakan atribut apa pun bom itu pasti kelihatan kalau dibawa, entah itu melekat di tubuhnya atau menggunakan tas. Itu harusnya terdeteksi," ujarnya.
Menurut dia, peristiwa ini menjadi pelajaran bagi semua Polres di Indonesia. Dia mengatakan mungkin ada peralatan pengamanan yang bagus tetapi penggunaannya tidak sesuai SOP. "Saya lebih menyoroti itu, terlepas mau pakai atribut apa pun. Masa ini di markas kepolisian resor kota tipe A pengamanannya sangat longgar," jelas Masinton.
Masinton menambahkan sebelum melakukan aksinya, pelaku tentu sudah melakukan observasi berhari-hari. Menurut dia, mungkin pelaku sudah tahu celah untuk masuk yang agak longgar sehingga bisa leluasa.
"Kalau tidak pintu utama, berarti ada lorong lain yang bisa masuk tanpa terdeteksi. Kalau pintu masuk cuma satu, itu lebih parah lagi. Memang seolah tidak ada berarti pengamanannya," ungkapnya.
Dari peristiwa ini, Masinton mengatakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Detasemen Khusus Antiteror, serta aparatur intelijen harus mampu melakukan deteksi dini terhadap gerakan sel-sel jaringan terorisme ini.
"Publik akan melihat markas polisi saja begitu, bagaimana pengamanan terhadap fasilitas publik lainnya yang menjadi tanggung jawab kepolisian," katanya.(boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy