JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR, Arif Wibowo mengatakan, masalah Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh masih dalam proses lobi dan sedang dilakukan pendekatan persuasif.
Menurut Arif, pemerintah melibatkan banyak tokoh informal yang terlibat dan berhubungan erat dengan penandatangan Perjanjian Helsinky.
"Itulah yang sedang dilakukan. Setelah itu bersama dengan Kemendagri akan melakukan upaya-upaya," ujar Arif di gedung DPR, Jakarta, Jumat (12/4).
Namun demikian Arif mengaku optimis polemik bendera Aceh yang mirip bendera GAM itu dapat diselesaikan. Dia mengimbau, semua pihak mau berpijak pada poin-poin kesepakatan yang berada di Perjanjian Helsinky.
"Dari kesepakatan itu kemudian dilanjutkan penyusunan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011. Nah dengan demikian sejak diundangkan, pemerintahan Aceh dibentuk oleh satu undang-undang maka sebenarnya proses integrasi itu sudah dianggap selesai," ucap dia.
Karena itu sambung Arif, yang terpenting sekarang adalah memberikan kesepahaman dan kesadaran bagi DPR Aceh dan rakyat Aceh. "Soal lambang, simbol, sepanjang tidak menggunakan simbol separatisme pada masa lalu. Itu kita harap dapat diterima," kata dia.
Politisi PDI Perjuangan tersebut menerangkan pemerintah memiliki kewenangan untuk mengevaluasi qanun. Sehingga tidak bertentangan dengan konstruksi undang-undang. Pemerintah diberikan kewenangan untuk membatalkan.
Dia pun menyarankan agar pemerintah Aceh menggunakan lambang lain. Namun demikian ia mengaku tidak mau mengusik masyarakat Aceh yang menolak perubahan lambang bendera.
"Iya (gunakan lambang lain). Pemerintah Aceh, DPR Aceh, dan masyarakat Aceh bisa terima, sejak berkomitmen pembentukan Undang-undang tentang Pemerintahan Aceh, itu sudah selesai. Kalau sudah selesai itu normal bagi bangsa Indonesia," tandasnya. (gil/jpnn)
Menurut Arif, pemerintah melibatkan banyak tokoh informal yang terlibat dan berhubungan erat dengan penandatangan Perjanjian Helsinky.
"Itulah yang sedang dilakukan. Setelah itu bersama dengan Kemendagri akan melakukan upaya-upaya," ujar Arif di gedung DPR, Jakarta, Jumat (12/4).
Namun demikian Arif mengaku optimis polemik bendera Aceh yang mirip bendera GAM itu dapat diselesaikan. Dia mengimbau, semua pihak mau berpijak pada poin-poin kesepakatan yang berada di Perjanjian Helsinky.
"Dari kesepakatan itu kemudian dilanjutkan penyusunan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011. Nah dengan demikian sejak diundangkan, pemerintahan Aceh dibentuk oleh satu undang-undang maka sebenarnya proses integrasi itu sudah dianggap selesai," ucap dia.
Karena itu sambung Arif, yang terpenting sekarang adalah memberikan kesepahaman dan kesadaran bagi DPR Aceh dan rakyat Aceh. "Soal lambang, simbol, sepanjang tidak menggunakan simbol separatisme pada masa lalu. Itu kita harap dapat diterima," kata dia.
Politisi PDI Perjuangan tersebut menerangkan pemerintah memiliki kewenangan untuk mengevaluasi qanun. Sehingga tidak bertentangan dengan konstruksi undang-undang. Pemerintah diberikan kewenangan untuk membatalkan.
Dia pun menyarankan agar pemerintah Aceh menggunakan lambang lain. Namun demikian ia mengaku tidak mau mengusik masyarakat Aceh yang menolak perubahan lambang bendera.
"Iya (gunakan lambang lain). Pemerintah Aceh, DPR Aceh, dan masyarakat Aceh bisa terima, sejak berkomitmen pembentukan Undang-undang tentang Pemerintahan Aceh, itu sudah selesai. Kalau sudah selesai itu normal bagi bangsa Indonesia," tandasnya. (gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Tunda Sahkan RUU Ormas
Redaktur : Tim Redaksi