DPR Pertanyakan Dasar Eksekusi Terpidana Bebas Murni

Kamis, 29 Maret 2012 – 12:09 WIB
JAKARTA - Komisi hukum (III) DPR RI akan menggelar rapat dengar pendapat (RDP) lanjutan dengan Kejaksaan Agung (Kejagung), menyusul banyaknya putusan bebas murni atau batal demi hukum yang tetap dieksekusi jaksa dengan cara mengajukan kasasi.

RDP lanjutan menurut Ketua Komisi Hukum Benny Kabur Harman, perlu dilakukan karena banyak aduan masyarakat ke pihaknya yang merasa jadi korban dengan langkah kejaksaan tersebut. Sebab, lanjut Benny, jika putusan itu batal demi hukum, maka seharusnya tidak dapat dieksekusi. Dengan begitu kejaksaan tidak perlu meminta fatwa ke Mahkamah Agung, menanyakan apakah putusan tersebut bisa eksekusi.

Artinya, putusan bebas murni di pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Negeri) yang digugurkan pada tahap kasasi atau peninjauan kembali (PK) namun tanpa perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan (Pasal 197 ayat 1 huruf k KUHAP), maka sesuai Pasal 197 ayat 2 putusan tersebut batal demi hukum.

"Nanti akan kita bahas. Kita verifikasi lebih lanjut dalam panja khusus tentang eksekusi. Karena jelas sekali, putusan yang tidak mencantumkan Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP, sebagai syarat formal pemidanaan, banyak sekali menimpa masyarakat. Ini tidak memenuhi rasa keadilan," tegas Benny, selepas memimpin RDP dengan Kejagung, Rabu (28/3) malam.
Sebaliknya, Jaksa Agung Basrief Arief mengatakan jaksa adalah pelaksana keputusan yang ada dalam putusan hakim.

Contoh kasus seperti ini dialami Direktur Utama PT Satui Bara Tama (SBT) Parlin Riduansyah. Parulian melapor ke Komisi 3  karena merasa menjadi korban mafia hukum oknum kejaksaan. Alasannya, PN Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Parlin dinyatakan tak terbukti melakukan tindak pidana illegal mining atas eksplorasi lahan tambang batubara di kawasan hutan di Kecamatan Serui, Kabupaten Tanah Bumbu, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Atau divonis bebas murni. Namun kejaksaan bersikeras mengeksekusi Parlin dengan mengajukan permohonan fatwa ke MA, menyusul turunnya putusan kasasi yang menyatakan dia bersalah dan dihukum 3 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

Parlin kemudian mengajukan PK dan kembali diputuskan bersalah. Yang jadi masalah putusan PK ini tak memerintahkan eksekusi terhadap Parlin. Karena inilah, kejaksaan kemudian mengajukan fatwa. (pra/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ratusan Siswa SD Surati Presiden

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler