DPR Protes Usul Pemekaran Dipangkas

Draf RUU Pemda, Mendagri Kendalikan Daerah Otonom

Rabu, 30 Mei 2012 – 08:33 WIB

JAKARTA - Pemerintah ingin memangkas kewenangan DPR dalam pengusulan daerah otonom baru. Usul itu tertuang dalam draf revisi RUU Pemerintah Daerah (Pemda) yang disusun pemerintah.

Pemangkasan itu tercermin dari adanya tahap pembentukan daerah persiapan yang cukup ditetapkan berdasar peraturan pemerintah (PP). "Itu sama saja hendak membuat DPR tidak memiliki kewenangan apa pun dalam pemekaran daerah," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo di Jakarta kemarin (29/5).

Dalam draf RUU Pemda yang telah diterima DPR disebutkan, pembentukan daerah otonom melalui tahap daerah persiapan. Daerah yang memenuhi persyaratan administratif dan teknis tidak langsung ditetapkan menjadi daerah otonom, tapi ditetapkan dulu menjadi daerah persiapan melalui PP.

Setelah tiga tahun, daerah persiapan tersebut dievaluasi. Bila dinyatakan layak, pemerintah melalui Mendagri mengusulkannya menjadi daerah otonom kepada DPR. Saat itulah DPR baru kembali "berperan". Sebab, penetapan status daerah otonom dilakukan dengan UU. Bagi yang dinilai tidak layak, status daerah persiapan dicabut dan dikembalikan ke daerah induk.

Semua proses itu jelas berusaha mengurangi "nuansa politis" DPR dalam proses pembentukan daerah otonom baru. Dengan hanya berdasar PP, daerah mana saja yang akan diberi status daerah persiapan sepenuhnya dikembalikan kepada pertimbangan pemerintah. "Ini seperti fait accompli terhadap DPR. Ketika pemerintah sudah oke (daerah persiapan dianggap layak ditingkatkan statusnya menjadi daerah otonom, Red), DPR dipaksakan untuk setuju juga," protes Ganjar.

Dia menegaskan, DPR setuju adanya status daerah persiapan. Tapi, payungnya tetap harus UU. Jadi, pembahasan pembentukan daerah sejak awal tetap dilakukan DPR bersama-sama pemerintah. "Suatu usul pemekaran daerah harus dikritisi bersama. Ketika payungnya UU, lembaga (DPR) ini tetap punya hak membahas," tegas politikus PDIP tersebut.

Dia juga membantah anggapan bahwa sebagian besar daerah otonom yang berstatus gagal merupakan usul DPR. "Kalau ada yang mengatakan itu, berarti datanya tidak terlalu valid," ujarnya.

Ganjar juga menegaskan bahwa tidak benar usul pemekaran dianggap sering lolos dari pintu DPR. Dengan demikian, pemekaran pascareformasi cenderung tidak terkendali. "Hasil pemekaran itu lebih banyak datang dari pemerintah," katanya.

Anggota komisi II dari Fraksi Partai Golkar Nurul Arifin berpandangan sama. Dia tidak setuju pemekaran daerah hanya menjadi kewenangan pemerintah. "Rasanya tidak mungkin begitu," ujarnya. Menurut dia, membuat legislasi merupakan wewenang DPR yang diatur dalam konstitusi.

Apalagi, tegas dia, dalam konteks pemekaran, DPR sering menerima aspirasi dari masyarakat. "Jadi, saya kira pasal tentang ini merupakan pemangkasan hak atau wilayah kerja DPR oleh pemerintah. Pasti, kami akan mendebat keras usul ini," tegas Nurul.

Sejak 1999 sampai sekarang, telah terbentuk tujuh provinsi baru dengan 198 kabupaten/kota baru. Dengan demikian, saat ini di Indonesia ada 33 provinsi dengan 491 kabupaten/kota.

Pertengahan April lalu, DPR kembali mengesahkan 19 draf RUU pemekaran dalam sidang paripurna dan telah menyerahkannya kepada pemerintah. Kalau presiden mau mengeluarkan surpres, pembahasan bisa dimulai.

Salah satu di antara 19 RUU itu adalah pemekaran Provinsi Kalimantan Utara. Yang lain adalah Kabupaten Mahakam Ulu (Kalimantan Timur), Musi Rawas Utara dan Penukal Abab Lematang Ilir (Sumatera Selatan), Malaka (Nusa Tenggara Timur), Pangandaran (Jawa Barat), Pulau Taliabu (Maluku Utara), Pesisir Barat (Lampung), Mamuju Tengah (Sulawesi Barat), serta Banggai Laut dan Morowali Utara (Sulawesi Tengah).

Enam usul pemekaran di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah Kabupaten Konawe Kepulauan, Kolaka Timur, Buton Selatan, Buton Tengah, Muna Barat, dan Kota Raha. Dua yang terakhir adalah Manokwari Selatan dan Pegunungan Arfak di Papua Barat. (pri/c5/agm)



BACA ARTIKEL LAINNYA... Ical: Jangan Takut dengan Baju Biru dan Putih


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler