DPR: RUU PPILN Fokus pada Perlindungan TKI

Selasa, 12 April 2016 – 20:06 WIB
Direktur Keuangan dan Operasional Humanitarian Organization for Migration Economics (HOME), Dominica Fitri Masniari (kedua kiri) bersama anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani saat Dialog Publik bertajuk “Mengawal Sistem Penempatan dan Mewujudkan Perlindungan TKI yang Komprehensif melalui RUU PPILN” di Sekolah Indonesia Singapura, Singapura, Minggu (10/4). FOTO: DOK.IFN for JPNN.com

jpnn.com - SINGAPURA – Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani mengatakan proses harmonisasi Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Indonesiaa di Luar Negeri (RUU PPILN) versi DPR dan pemerintah sudah selesai sekitar 60 persen.

Jika dibuat perbandingan, UU Nomor 39 tahun 2004 fokus mengatur proses penempatan TKI di luar negeri yakni 75 persen, sedangkan perlindungan hanya 25 persen. Namun, RUU PPILN saat ini memberi porsi lebih banyak pada aspek perlindungan yakni 75 persen, sementara penempatan hanya 25 persen.

BACA JUGA: Terkutuk! ISIS Hancurkan Simbol Gerbang Tuhan

Hal tersebut disampaikan Irma Suryani saat Dialog Publik bertajuk “Mengawal Sistem Penempatan dan Mewujudkan Perlindungan TKI yang Komprehensif melalui RUU PPILN” di Sekolah Indonesia Singapura, Singapura, Minggu (10/4). Acara ini digelar dalam rangka Peringatan 10 Tahun Indonesian Family Network (IFN).

Dalam RUU PPILN, menurut Irma, pemerintah akan melakukan black list kepada agen-agen bermasalah. Bahkan lebih jauh, pemilik agen tersebut juga akan di black list.

BACA JUGA: Dor! Wartawan Dieksekusi Regu Tembak di Akademi Polisi

Ia beralasan pada praktiknya seorang bisa memiliki beberapa PT sehingga kalaupun PT di black list, orang tersebut masih bisa menjalankan usahanya dengan menggunakan PT yang lain. Karena itu, sangat relevan untuk memberikan catatan khusus kepada individunya.

Direktur Keuangan dan Operasional Humanitarian Organization for Migration Economics (HOME), Dominica Fitri Masniari mengapresiasi pemberian porsi yang lebih besar terhadap perlindungan para pekerja rumah tangga (PRT). Namun, ia menekankan tentang keharusan untuk membuat kesepakatan bersama atau Memorandum of Understanding (MoU) di negara penempatan.

BACA JUGA: Sejarah Tercipta di Hiroshima

Ia mencontohkan bagaimana Filipina yang sudah cukup prima dalam memberikan perlindungan kepada para PRT-nya masih kecolongan. Misalnya, tidak adanya biaya penempatan (zero placement fee) bagi para pekerja migrannya. Tapi sesampai di Singapura, mereka masih dikenakan potongan gaji 5 ke 6 bulan.

Hal yang sama juga terjadi untuk para pekerja Myanmar. Pemerintah Myanmar sudah memutuskan untuk menghentikan penempatan bagi pekerja Myanmar tetapi pemerintah Singapura masih saja memberikan visa kerja bagi mereka.

“Jadi sebaik apa pun peraturan yang dihasilkan di negara penempatan, jika peraturan tersebut tidak dikomunikasikan dan diikat dengan sebuah kesepakatan bilateral antar dua negara, maka peraturan tersebut tidak akan efektif,” kata Dominica mengingatkan

Sebagai penggiat migran di sebuah LSM lokal, Dominica juga menyoroti soal diskriminasi yang masih dialami oleh para PRT. RUU PPILN masih hanya mengurusi para PRT. Sementara para pekerja migran yang bekerja pada pengguna jasa perusahaan tidak termasuk dalam regulasi ini.

Seharusnya, menurut Domonica, semua pekerja migran menjadi objek yang diatur dalam undang-undang ini. Lebih lanjut, dia tidak melihat bagaimana perlindungan yang diberikan kepada pekerja migran yang ditempatkan G to G (government to government) atau G to B (government to Business).(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sssttt... Obama Mengaku Berdosa Serang Negara Islam


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler