DPR: Segera Tutup Petral Singapura

Jumat, 02 Maret 2012 – 18:21 WIB
JAKARTA - Ketua DPR Marzuki Alie meminta pemerintah untuk segera membubarkan PT Petral di Singapura milik PT Pertamina karena disinyalir perusahaan tersebut menjadi tempat berkumpulnnya para calo "mengatur" lalu-lintas bahan bakar minyak mentah untuk masuk dan ke luar Indonesia.

"Petral sebaiknya dibubarkan karena ternyata menjadi tempat berkumpul para calo untuk 'mengatur' ekspor dan impor bahan bakar minyak Indonesia. Bahkan instansi yang berkompeten dalam hal ini Kementerian BUMN juga menyuarakan hal yang sama," kata Marzuki Alie, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Jumat (2/3).

Menurut Marzuki Alie, salah satu penyebab dari rumitnya masalah BBM di dalam negeri justru bersumber dari keberadaan Petral di Singapore yang entah karena alasan apa sebagian dari minyak mentah produksi Indonesia harus dibawa ke Singapore dan itu di bawah pengelolaan Petral untuk diolah.

Padahal, menurut informasi dari sejumlah pejabat penting dan strategis di internal PT Pertamina, minyak mentah itu tidak perlu dibawa ke Singapore karena PT Pertamina sendiri sudah bisa mengolah minyak menjadi berbagai bahan bakar minyak yang saat ini beredar di dunia.

"Saya malah balik mempertanyakan motif dari pernyataan Dirut Pertamina yang mencurigai pernyataan sejumlah politisi yang mengkritisi peranan Petral di Singapore yang diberi hak khusus oleh Pertamina dalam mengatur kebutuhan BBM bagi Indonesia," ujar Marzuki Alie.

Malah Dirut Pertamina secara terang-terangan mengatakan Petral adalah salah satu perusahaan sehat yang memperoleh predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) sebagaimana laporan Ernst & Young terhadap hasil audit finasial operasional Petral.

"Kalau mau benar, jangan hanya audit aspek finansial tapi juga harus dilakukan audit forensik terhadap operasional Petral selama ini. WTP, bukan berarti tidak ada korupsi. Untuk menentukannya perlu audit forensik terhadap finansial Petral," tegas politisi Partai Demokrat itu.

Lebih lanjut mantan Sekjen Partai Demokrat itu menjelaskan prihal komposisi production sharing antara pemerintah dengan perusahaan kontraktor pada kisaran 85 persen untuk pemerintah dan 15 persen untuk kontraktor.

"Dari jumlah 85 persen hak pemerintah tersebut, negara dibebankan lagi sekitar 35 persen untuk cost recovery antara lain untuk mengolah minyak mentah yang dibawa ke Singapore dengan bendera Petral. Kalau PT Pertamina sudah mampu mengolah minyak mentah menjadi berbagai minyak yang ada di dunia, untuk apalagi harus dibawa ke Singapore dan seterusnya kita membeli lagi dari Petral. Ini kan menjadi tidak karuan," tegas Marzuki Alie.

Kalau pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan mampu membiayai cost recovery itu 35 persen itu, lanjutnya, untuk apalagi minyak mentah Indonesia dijual ke Petral di Singapore lalu dibeli lagi setelah menjadi BBM sementara Petamina bisa mengolahnya sendiri.

"Kebijakan energi ini yang harus dilurusakan dan kalau itu laksanakan Indonesia pasti tidak akan terpengaruh dengan keputusan Iran yang akan menutup ekspor minyaknya ke sejumlah negara di Eropah dan Amerika Serikat," saran Ketua DPR.

Selain itu, untuk solusi jangka panjang, menurut Marzuki, pemerintah harus menyempurnakan berbagai progran yang terkait dengan konversi BBM ke gas guna meminimalisir penyelewengan BBM bersubsidi oleh industri-industri dengan berbagai cara.

Terakhir Ketua DPR juga memahami kalau Petral ditutup akan ada sebagian orang yang selama ini meraup keuntungan besar akan terusik dengan perubahan kebijakan pengelolaan BBM tersebut.

"Tapi mereka tidak rugi karena selama ini bisnisnya juga tanpa modal. Bahwa akan berkurang pendapatannya? Itu benar, tapi ini kan ada kepentingan yang lebih besar dibalik praktek bisnis BBM yang tidak sehat itu," tegasnya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Puluhan Direksi PTPN Dirombak

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler