jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena menyesalkan adanya kasus pembuangan jenazah anak buah kapal atau ABK warga negara Indonesia (WNI) bernama Moh. Alfalah di laut lepas. Insiden tersebut membawa kabar buruk bagi ketenagakerjaan terutama sektor kelautan.
“Saya menyampaikan rasa turut berdukacita yang mendalam atas kasus pembuangan jenazah ABK WNI di laut lepas,” kata Melki sapaan Emanuel Melkiades Laka Lena dalam pernyataan persnya, Sabtu (25/1).
BACA JUGA: Tiga ABK KM Restu Bundo Ditemukan dalam Kondisi Meninggal di Perairan Labuhan Hiu
Melki menegaskan hal itu terkait kabar pembuangan Anak Buah Kapal (ABK) WNI asal Sulawesi Selatan bernama Moh. Alfalah yang bekerja pada Kapal Asing. Jenazah Alm. Moh. Alfalah tersebut dibuang ke laut lepas dari kapal Long Xing 802 guna menghindari penularan penyakit ke kru kapal lainnya.
Oleh karena itu, Melki meminta Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengusut lebih mendalam secara tuntas terkait hak-hak normative yang seharusnya diterima keluarga Alm. Moh. Alfalah, termasuk seluruh persyaratan dan kewajiban pemilik kapal.
BACA JUGA: Tug Boat Pertamina Tenggelam, Nakhoda Tewas, Tiga ABK Selamat
Melki juga meminta Kemnaker berkoordinasi dengan Kemlu, Kemenhub dan stakeholder lainnya terkait pemulangan dan penyerahan jenazah Alm Moh. Alfalah kepada keluarga serta memfasilitasi pengurusan dokumen Alm.
Selain itu, Kemnaker harus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap manning agreement dengan agency luar negeri yang lebih dahulu harus mendapatkan endorsement dari perwakilan RI. Juga meningkatkan pelindungan kepada Pelaut Awak Kapal yang bekerja di luar negeri atau pada kapal asing, mengingat perlindungan yang ada saat ini masih berpotensi merugikan para Pelaut Awak Kapal yang sedang bekerja.
BACA JUGA: Melki Laka Lena: Pemuda Harus Bersinergi Memajukan Indonesia
“Kemnaker harus memberikan informasi terbaru terhadap kasus meninggalnya ABK WNI asal Sulawesi Selatan serta pembuangan jenazah ke laut lepas,” tegas Melki.
Pada kesempatan itu, Melki mengingatkan Kemnaker segera mengambil langkah cepat terhadap penyelesaian Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penempatan dan Pelindungan Pelaut Awak Kapal dan Pelaut Perikanan sebagaimana amanat UU No 18 tahun 2017 tentang PPMI.
Perlindungan ABK Minim
Menurut Melki, kasus ABK kapal hingga saat ini masih terjadi meskipun sudah ada payung hukum yang memberikan perlindungan bukan saja kepada ABK, namun juga pencari kerja yang akan bekerja di atas kapal. Kasus ABK lain yang sering terjadi seperti gaji yang tidak sesuai, pemotongan gaji sepihak, bekerja melebihi waktu dan tanpa istirahat, sampai kekerasan yang diterima ABK selama bekerja di atas kapal sementara risiko kerja sangat besar.
“Persoalan ABK yang besar tersebut tidak dibarengi dengan kehadiran pemerintah sebagai bentuk tanggung jawab terhadap warga negaranya. Hal ini ditenggarai belum dikeluarkannya peraturan turunan terkait penempatan dan pelindungan bagi ABK yang menyebabkan ketidakjelasan siapa sesungguhnya leading sector sehingga terkesan saling lempar tanggung jawab,” kritik Melki.
Selain itu, menurut Politikus Partai Golkar ini, ketiadaan data yang akurat terkait jumlah ABK Indonesia yang bekerja di Kapal asing menjadi persoalan serius.
Lebih lanjut, Melki mengungkapkan pengaturan terkait ABK yang sudah ada saat ini seperti UU No.15 tahun 2016 tentang Pengesahan Maritime Labour Convention, 2006 (Konvensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006), yaitu perlindungan Hak dasar seluruh pekerja yang berprofesi sebagai pelaut dan awak kapal dan bekerja di atas kapal yang berlayar melewati wilayah perairan internasional, mempunyai hak yang sama sebagaimana pekerja/buruh yang bekerja di darat.
Selain itu juga UU No.18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) terkait Pelindungan bagi Pelaut Awak Kapal dan Pelaut Perikanan. Namun dalam kenyataannya, perlindungan ABK hingga saat ini diakui masih sangat minim.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich