JAKARTA - Hura-hura membelanjakan uang negara untuk membayar tunjangan kinerja atau remunerasi mendapat respon getir dari DPR. Mereka menilai fungsi utama remunerasi untuk mencegah kebocoran duit negara karena dikorupsi belum berjalan efektif.
Anggota Komisi II (yang membidangi aparatur) DPR Abdul Malik Haramain menuturkan, pelaksanaan pencairan remunerasi harus diukur dengan efektifiktas kinerja.
Selama ini dia mengakui jika Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB) kurang komplit dalam melaporkan program reformasi birokrasi dan pencairan remunerasi ke Komisi II.
"Mereka selalu mengelu-eleukan program remunerasi ini sukses di Kementerian Keuangan dan MA (Mahkamah Agung) saja," ujarnya. Padahal di dua insitutusi tersebut, masih banyak kasus penyelewengan uang negara seperti korupsi dan kejahatan jabatan lain berupa suap atau gratifikasi.
Dia mengaku tidak puas dengan pelaporan Kemen PAN-RB tersebut. Itu wajar, sebab kementerian atau lembaga (K/L) yang menjalankan program reformasi birokrasi dan berhak mendapatkan remunerasi lebih dari 30 unit. Apalagi tahun ini jumlah penerima remunerasi akan ditambah lagi 40 unit K/L baru.
Anggota DPR asal Probolinggo, Jawa Timur itu menjelaskan, semangat utama pencairan remunerasi adalah untuk mencegah kebocoran uang negara dari kejahatan korupsi.
"Tetapi nyatanya korupsi tetap ada di intansi yang menerima remunerasi," ujarnya. Dengan demikian Malik mengatakan kebocoran uang negara menjadi double, yakni karena dikorupsi dan untuk membayar remunerasi.
Sebelum uang negara semakin banyak dihambur-hamburkan untuk remunerasi, Malik mengatakan pemerintah harus mengkaji dengan cermat. Hitung-hitungan antara remunerasi dengan dampak positifnya harus kongkrit.
Selain itu, juga harus ada kontrak kinerja untuk K/L yang menerima remunerasi. "Mereka harus berani berjanji meningkatkan pelayanan publik," tandasnya. Dari analisa Malik, dirinya dan masyarakat umum belum terlalu merasakan peningkatan pelayanan publik di intansi yang menerima remunerasi.
Diantara sekian banyak K/L yang mendapatkan remunerasi, Malik menilai pemberian untuk TNI dan Polri tidak terlalu menjadi persoalan. "Sebab jumlahnya tidak besar dan tugas TNI-Polri berat," kata dia.
Malik mengatakan, pemerintah jangan seperti dikejar target untuk segera menerapkan program reformasi birokrasi di seluruh K/L. "Bahkan sampai pemda," tandasnya. Sebab setiap kali ada instansi yang ditetapkan menjalankan program itu, selalu orientasinya mengejar tunjangan remunerasi.
Soal duit tunjangan remunerasi yang dimasukkan dalam pos anggaran honorarium dan vakasi dibernarkan oleh Malik. Dia mengatakan, tunjangan remunerasi tidak bisa dimasukkan dalam pos anggaran khusus bernama remunerasi atau tunjangan kinerja karena mengacu pada konsepnya. "Tunjangan ini kan tidak mengikat seperti tunjangan golongan atau lainnya," ujar dia.
Pihak Kemen PAN-RB tidak terima jika pengucuran remunerasi ini sia-sia atau mubazir. Wamen PAN-RB Eko Prasojo menuturkan, tujangan kinerja atau remunerasi ini dimaksudkan sebagai insentif bagi K/L untuk menjalankan reformasi birokrasi.
"Dampak pertama adalah gelombang semangat melakukan reformasi birokrasi bagi isntasi, pejabat, dan pegawai tentang pentingnya pelayanan publik," tandasnya.
Dampak kedua adalah, aparatur dilarang lagi menerima honor-honor setelah mendapatkan tunjangan remunerasi. Dampak terakhir adalah, di sejumlah kementerian tingkat disiplin kehadiran pegawai membaik.
Terkait masih adanya kasus korupsi di intansi yang memperoleh remunerasi, EKo berjanji akan terus memperbaikinya. Tahun ini target pemerintah adalah menghubungkan tunjangan remunerasi hingga level individu aparatur. "Sehingga setiap individu memiliki kontrak kinerja pegawai dan log book harian," tandasnya. Bagi individu yang masih nakal, tidak akan memperoleh remunerasi lagi.
Kasus korupsi perpajakan di Kemenkeu, menurut Eko, merupakan hasil dari berjalannya whistleblower system. "Kemenkeu memang menerapkan sistem ini untuk menunjang reformasi birokrasi," katanya. Namun Eko tidak menampik jika tim reformasi birokrasi akan menjatuhkan sanksi pencabutan pencairan remunerasi di K/L yang banyak pegawai korupnya.
Dia menegaskan pejabat yang tersandung korupsi tentu akan terkena sanksi disiplin pegawai berupa pemberhentian dengan tidak hormat. Selain itu, sanksi pidana tetap akan dijatuhkan kepada pejabat atau aparatur yang korupsi. (wan)
Anggota Komisi II (yang membidangi aparatur) DPR Abdul Malik Haramain menuturkan, pelaksanaan pencairan remunerasi harus diukur dengan efektifiktas kinerja.
Selama ini dia mengakui jika Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB) kurang komplit dalam melaporkan program reformasi birokrasi dan pencairan remunerasi ke Komisi II.
"Mereka selalu mengelu-eleukan program remunerasi ini sukses di Kementerian Keuangan dan MA (Mahkamah Agung) saja," ujarnya. Padahal di dua insitutusi tersebut, masih banyak kasus penyelewengan uang negara seperti korupsi dan kejahatan jabatan lain berupa suap atau gratifikasi.
Dia mengaku tidak puas dengan pelaporan Kemen PAN-RB tersebut. Itu wajar, sebab kementerian atau lembaga (K/L) yang menjalankan program reformasi birokrasi dan berhak mendapatkan remunerasi lebih dari 30 unit. Apalagi tahun ini jumlah penerima remunerasi akan ditambah lagi 40 unit K/L baru.
Anggota DPR asal Probolinggo, Jawa Timur itu menjelaskan, semangat utama pencairan remunerasi adalah untuk mencegah kebocoran uang negara dari kejahatan korupsi.
"Tetapi nyatanya korupsi tetap ada di intansi yang menerima remunerasi," ujarnya. Dengan demikian Malik mengatakan kebocoran uang negara menjadi double, yakni karena dikorupsi dan untuk membayar remunerasi.
Sebelum uang negara semakin banyak dihambur-hamburkan untuk remunerasi, Malik mengatakan pemerintah harus mengkaji dengan cermat. Hitung-hitungan antara remunerasi dengan dampak positifnya harus kongkrit.
Selain itu, juga harus ada kontrak kinerja untuk K/L yang menerima remunerasi. "Mereka harus berani berjanji meningkatkan pelayanan publik," tandasnya. Dari analisa Malik, dirinya dan masyarakat umum belum terlalu merasakan peningkatan pelayanan publik di intansi yang menerima remunerasi.
Diantara sekian banyak K/L yang mendapatkan remunerasi, Malik menilai pemberian untuk TNI dan Polri tidak terlalu menjadi persoalan. "Sebab jumlahnya tidak besar dan tugas TNI-Polri berat," kata dia.
Malik mengatakan, pemerintah jangan seperti dikejar target untuk segera menerapkan program reformasi birokrasi di seluruh K/L. "Bahkan sampai pemda," tandasnya. Sebab setiap kali ada instansi yang ditetapkan menjalankan program itu, selalu orientasinya mengejar tunjangan remunerasi.
Soal duit tunjangan remunerasi yang dimasukkan dalam pos anggaran honorarium dan vakasi dibernarkan oleh Malik. Dia mengatakan, tunjangan remunerasi tidak bisa dimasukkan dalam pos anggaran khusus bernama remunerasi atau tunjangan kinerja karena mengacu pada konsepnya. "Tunjangan ini kan tidak mengikat seperti tunjangan golongan atau lainnya," ujar dia.
Pihak Kemen PAN-RB tidak terima jika pengucuran remunerasi ini sia-sia atau mubazir. Wamen PAN-RB Eko Prasojo menuturkan, tujangan kinerja atau remunerasi ini dimaksudkan sebagai insentif bagi K/L untuk menjalankan reformasi birokrasi.
"Dampak pertama adalah gelombang semangat melakukan reformasi birokrasi bagi isntasi, pejabat, dan pegawai tentang pentingnya pelayanan publik," tandasnya.
Dampak kedua adalah, aparatur dilarang lagi menerima honor-honor setelah mendapatkan tunjangan remunerasi. Dampak terakhir adalah, di sejumlah kementerian tingkat disiplin kehadiran pegawai membaik.
Terkait masih adanya kasus korupsi di intansi yang memperoleh remunerasi, EKo berjanji akan terus memperbaikinya. Tahun ini target pemerintah adalah menghubungkan tunjangan remunerasi hingga level individu aparatur. "Sehingga setiap individu memiliki kontrak kinerja pegawai dan log book harian," tandasnya. Bagi individu yang masih nakal, tidak akan memperoleh remunerasi lagi.
Kasus korupsi perpajakan di Kemenkeu, menurut Eko, merupakan hasil dari berjalannya whistleblower system. "Kemenkeu memang menerapkan sistem ini untuk menunjang reformasi birokrasi," katanya. Namun Eko tidak menampik jika tim reformasi birokrasi akan menjatuhkan sanksi pencabutan pencairan remunerasi di K/L yang banyak pegawai korupnya.
Dia menegaskan pejabat yang tersandung korupsi tentu akan terkena sanksi disiplin pegawai berupa pemberhentian dengan tidak hormat. Selain itu, sanksi pidana tetap akan dijatuhkan kepada pejabat atau aparatur yang korupsi. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hari Ini KPK Datangi Rumah Effendi Simbolon
Redaktur : Tim Redaksi