“Kita mempertanyakan larangan Gubernur Jawa Timur ini. Dasarnya apa? Izin sudah keluar dari BP Migas. Pembayaran kepada warga juga telah dilakukan dan akan tuntas tahun ini,” kata Hasan Irsyad, saat dihubungi, Rabu (27/6).
Oleh karena itu, Hasan meminta pihak Pemda tidak menghalangi rencana pengeboran. Apalagi selama ini keluarga Bakrie melalui PT Minarak Lapindo Jaya (PT MLJ) terus melajukan pembayaran. Kecuali kalau mereka tidak membayar sama sekali. Selain itu, Mahkamah Agung (MA) sudah memutuskan semburan lumpur karena fenomena alam, keluarga Bakrie tetap berkomitmen mambayar, bahkan harganya 10 kali lipat,” tegasnya.
Menjawab pertanyaan sekiranya biaya pengeboran sekarang dialihkan ke korban lumpur?, menurut Ketua Fraksi Golkar di DPRD Jatim ini, itu tidak tepat.
"Kalau dialihkan biaya pengeboran di Kalidawar untuk pembayaran korban lumpur, itu jelas tidak tepat. Tapi dengan pengeboran di Desa Kalidawir, maka Lapindo Brantas akan bisa lebih produktif dalam membantu para korban lumpur Sidoarjo.
Sementara Humas BPLS Akhmad Kusairi menjelaskan, pengeboran yang dilakukan oleh PT Lapindo izinnya dari BP Migas sementara BPLS hanya berada dalam wilayah area penanggulangan Lumpur Sidoarjo.
Demikian juga soal ancaman geologi yang berada di area pengeboran, sesuai hasil kajian Tim Terpadu Bentukan Dewan Pengarah BPLS, bahwa area tersebut (Desa Kalidawir) tidak masuk dalam wilayah bahaya geologi, imbuh Akhmad Kusairi.
"Dalam perpres 37 tahun 2012, hanya wilayah 65 RT yang kemudian tanah dan bangunannya di beli oleh pemerintah dengan menggunakan dana APBN, dan wilayah 65 RT tersebut sudah dinyatakan tidak layak huni," tegas dia. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Dituding Hanya Cari Sensasi
Redaktur : Tim Redaksi