Draf Perpres TNI Bisa Membingungkan dalam Penegakan Hukum Kasus Terorisme

Sabtu, 30 Mei 2020 – 06:20 WIB
Ilustrasi pasukan TNI. Ilustrasi Foto: Ricardo/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah pihak terus mengkritisi pemberian kewenangan TNI dalam penanganan terorisme.

Pasalnya, hal ini dikhawatirkan akan mengacaukan penanganan terorisme. Salah satunya dalam hal peradilan.

BACA JUGA: Pecatan TNI yang Minta Jokowi Mundur Ditangkap, Langsung Dibawa ke Jakarta

"Kalau ditangani oleh militer nantinya membingungkan karena militer tidak mengikuti peradilan sipil tapi peradilan militer. Nanti mana yang ditangkap polisi dan TNI jadi bingung," kata Sekjen Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani ketika dihubungi pada Jumat (29/5).

Julius pun menerangkan alasan lain mengapa begitu banyak pihak menolak rancangan Peraturan Presiden (Perpres) yang telah diserahkan pemerintah ke DPR awal Mei lalu itu.

BACA JUGA: Ini Hal yang Paling Ditakutkan jika Perpres Tugas TNI Atasi Aksi Terorisme Disahkan

"Kewenangan TNI menangani terorisme dalam koridor criminal justice system itu sudah offside. Mengganggu sistem ketatanegaraan sebab dalam criminal justice system tugas pencegahan, penindakan sudah ditangani Badan Penanggulangan Terorisme (BNPT)," beber dia.

Begitu juga dari segi substansi yang banyak menimbulkan multitafsir.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Isu PKI Muncul Lagi, TNI dan Polri Dikerahkan di 25 Kota, New Normal

Dalam Pasal 3 draf Perpres TNI misalnya, TNI boleh melakukan operasi intelijen, operasi teritorial, operasi informasi, dan operasi lainnya.

“Operasi lainnya apa? Ini tidak dijelaskan dalam perpres. Jangan-jangan nanti ditafsirkan sendiri. Itu akan bertentangan dengan Pasal 7 UU TNI. Tugas perbantuan dalam hal ini Operasi Militer Selain Perang (OMSP) itu kewenangannya harus diatur UU bukan perpres,” kata Julius.

Dia menambahkan, pelaksanaan OMSP merupakan hasil dari keputusan politik antara Presiden Jokowi dengan DPR.

“Kami enggak alergi dengan militer tapi koridor secara tata negara tidak salah dan dalam pelaksanaannya secara teknis tidak ada pelanggaran HAM. Jadi enggak melarang TNI terlibat tapi punya dasar hukum, ada koridornya," tegas Julius.

Untuk itu, Julius meminta Presiden Jokowi mencabut rancangan perpres tersebut dan membahas ulang dengan mengundang masyarakat sebagai pihak yang terdampak perpres ini.

“Sudah menjadi tabiat buruk pemerintah yang menyangkut kebijakan publik tidak transparan dan tidak melibatkan partisipatif publik," sambungnya.

Jika perpres tersebut tetap dipaksakan untuk diproses, Julius memastikan bakal mengambil langkah hukum dengan cara melakukan judicial review.

Diketahui, setelah penyerahan Rancangan Peraturan Presiden tentang tugas TNI dalam mengatasi Aksi Terorisme ke DPR, sejumlah aktivis, akademisi hingga tokoh masyarakat melakukan penolakan melalui penandatangan petisi, termasuk Julius. (cuy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler