Draft Baru RUU Kamnas Tetap Bikin Cemas

Sabtu, 27 Oktober 2012 – 21:01 WIB
JAKARTA - Pemerintah mengklaim telah merevisi naskah Rancangan Undang-undang (RUU) Keamanan Nasional (Kamnas) yang pernah ditolak DPR. Namun ternyata, draft baru yang diserahkan pemerintah ke DPR tetap saja dianggap bermasalah.

Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin mengungkapkan, beberapa pasal dalam naskah RUU Kamnas baru dari pemerintah yang diserahkan pada 16 Oktober lalu memang sudah ada yang direvisi. Namun menurutnya, beberapa hal krusial yang pernah dipersoalkan masih tetap tercantum.

"Pasal penangkapan dan penyadapan memang sudah ditiadakan. Tapi ternyata masih banyak pasal-pasal krusial yang harus dicermati betul," kata Hasanuddin kepada JPNN, Sabtu (27/10).

Lebih lanjut mantan Sekretaris Militer Kepresidenan itu merinci pasal-pasal krusial yang dianggap menyalahi aturan lain. Misalnya pasal 14 ayat (1) yang memungkinkan darurat militer dapat dilakukan bila ada kerusuhan sosial. "Ini melampau ketentuan dan hukum yang ada, seperti UU PKS (Penanaganan Konflik Sosial) dan UU Keadaan Darurat," katanya.

Ada pula pasal 17 ayat (4) tentang ancaman aktual yang hanya bisa diputuskan oleh Presiden. Menurut Hasanuddin, klausul itu dapat menimbulkan distorsi kekuasaan dan menabrak semangat demokrasi seperti sekarang ini.

Ketentuan lain yang dipersoalkan Hasanuddin adalah Pasal 22 ayat (1) yang mengatur penyelenggaraan Kamnas dengan mengedepankan peran intelejen. "Ini tidak jelas pelibatan intelijan yang diutamakan itu seperti apa perannya. Apa di era reformasi lantas mengatasi masalah-masalah sosial sudah harus melibatkan intel?" ucap politisi PDI Perjuangan itu.

Ditambahkannya, Pasal 27 ayat (1) RUU Kamnas juga harus dicermati  karena Panglima TNI  dapat membuat kebijakan operasi berdasarkan kebijakan Kamnas, sementara dalam pasal sama ayat kedua disebutkan bahwa Polri hanya melaksanakan fungsi kepolisian saja. "Ini kan bertentangan dengan fungsi TNI dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI!" tegasnya.

Klausul lain yang patut dicurigai adalah Pasal 32 ayat (2) yang mengatur tentang pelibatan komponen cadangan (komcad) untuk menghadapi ancaman atas keamanan nasional. "Ini pasal baru yang belum diketahui persis rincinya," katanya.

Demikian pula dengan Pasal 30 ayat (2) yang memberi kewenangan kepada Presiden untuk mengerahkan TNI guna menanggulangi ancaman bersenjata dalam keadaan tertib sipil. "Ini juga bertentangan dengan UU Keadaan Darurat maupun UU lainnya," ulas Hasanuddin.

Terakhir, ketentuan yang dipersoalkan Hasanuddin adalah pasal 48 ayat (1) huruf  c, yang menyebut komando dan kendali tingkat operasional di provinsi  adalah Panglima/komandan satuan. "Ini artinya bukan gubernur atau bupati yang berwenang, tapi di bawah komando dan kendali komandan militer setempat," pungkasnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Nasionalisme Jangan Mendewakan Tokoh

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler