MINGGU pagi di Kementerian BUMN. Beberapa rapat diadakan di sepanjang hari pada 26 Februari 2012 itu. Salah satu agendanya, membicarakan dibentuknya dream team di seluruh perusahaan perkebunan milik negara. Di hari Minggu seperti itu, di saat tidak ada tamu dan banyak telepon, pembicaraan bisa lebih terfokus.
Seluruh calon direktur utama di 15 perusahaan perkebunan (PTPN I hingga XIV plus PT RNI) dihadirkan. Sesuai dengan komitmen pembentukan sebuah dream team (ada yang menginginkan istilah ini menjadi winning team), setiap calon direktur utama diminta mengajukan usul. Khususnya siapa saja yang mereka pilih untuk menjadi direktur mendampingi dirinya. Menteri BUMN tidak lagi menunjuk begitu saja siapa menjadi direktur apa di perusahaan mana.
Kini menteri BUMN lebih banyak mendengarkan usul dari sang calon Dirut. Proses itu sudah dimulai oleh menteri BUMN sebelum saya, Bapak Mustofa Abubakar. Sewaktu saya ditunjuk menjadi direktur utama PLN dua tahun lalu, saya diberi hak untuk memilih siapa saja yang akan menjadi direktur PLN untuk mendampingi saya.
Dengan cara seperti itu, tim direksi BUMN bisa lebih solid. Ketidakcocokan antardireksi tidak terjadi. Konflik bisa dihindari. Pertengkaran bisa dicegah. Backing-backing-an, sponsor-sponsoran, dan jegal-jegalan bisa terhindarkan. Dari sini bisa diharapkan untuk ke depan tidak akan banyak intervensi yang harus dilayani. Karena itu, energi direksi yang dulu banyak terbuang untuk bertengkar bisa difokuskan untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Sambil melihat nama-nama yang diusulkan untuk menjadi direksi itu sebenarnya saya sekalian ingin melihat kemampuan para calon Dirut itu dalam menyusun tim. Saya juga ingin melihat kemampuan mereka dalam memilih orang. Adakah unsur senang atau tidak senang. Adakah unsur pertemanan. Adakah unsur objektivitas.
Kemampuan memilih orang adalah salah satu kunci sukses tidaknya seorang pemimpin. Seorang pemimpin puncak, selain harus memenuhi syarat kapabilitas manajemen, harus dilihat kemampuannya dalam memilih orang. Sering kali terbukti bahwa tugas utama seorang pemimpin hanyalah bagaimana memilih orang yang tepat. Begitu berhasil memilih orang yang tepat sering kali tugas seorang pemimpin sudah selesai. Setidaknya sudah 80 persen selesai. Tapi, begitu seorang pemimpin salah memilih orang, sang pemimpin tidak terbantu sama sekali, bahkan justru terbebani.
Saya ingin rapat Minggu pagi itu sekalian untuk membiasakan memilih orang secara terbuka. Meski masih terbuka-terbatas. Minimal diketahui bukan hanya oleh saya, tapi juga oleh sesama calon direktur utama. Saya juga ingin seminimal mungkin bertanya. Bahkan, saya tidak mengajukan nama calon sama sekali.
Nama-nama calon itu sudah ada di sebuah "gudang" calon direksi BUMN. Mereka adalah orang-orang yang selama ini sudah melewati proses seleksi calon direktur BUMN. Proses itu agak panjang. Mulai rekam jejak selama menjabat di BUMN, kesehatan, asesmen oleh lembaga asesmen independen, hingga ke fit and proper test. Nama-nama itulah yang diajukan kepada para calon direktur utama untuk dipilih dan "diperebutkan".
Ke depan, bisa saja setiap minggu ada fit and proper test atau asesmen yang dilakukan lembaga independen. Tapi, sifatnya tidak lagi seperti dulu. Tidak akan ada lagi fit and proper test untuk jabatan direktur di PT X atau PT Y. Yang ada adalah fit and proper test untuk jabatan direktur. Bisa direktur apa saja dan di mana saja. Mereka yang sudah lulus fit and proper test itulah yang namanya dimasukkan ke sebuah "gudang calon direktur". Isinya bisa puluhan atau ratusan. Dari berbagai sumber dan berbagai kompetensi.
Kelak, para calon direktur utamalah yang akan memilih mereka. Seseorang yang sudah lulus fit and proper test bisa saja hanya sebentar berada di "gudang" itu. Bisa juga sangat lama. Bergantung apakah mereka cepat "laku" atau tidak.
Dengan cara itu, tidak ada lagi keguncangan yang hebat di sebuah perusahaan BUMN. Selama ini, kalau di sebuah BUMN sudah ada beberapa manajer atas yang dipanggil untuk mengikuti fit and proper test, mulailah BUMN tersebut guncang.
Sang manajer sudah merasa akan menjadi direktur. Berarti akan ada direktur lama yang akan digusur. Mulailah terjadi perang urat saraf. Bahkan mulai menyusun barisan. Pengaruh-memengaruhi. Bawahan menjadi terpolarisasi: mempertahankan direktur yang lama atau mendukung calon direktur yang baru. Proses itu kadang memakan waktu hingga satu tahun. Selama itu pula BUMN tersebut berada dalam suasana intern perang dingin.
Lebih dari itu. Ada pula fit and proper test palsu! Awal-awal saya menjadi menteri, ada beberapa orang dipanggil ke kementerian untuk menjalani fit and proper test. Saat itu mereka diberi tahu fit and proper test tersebut untuk mengisi jabatan direksi di PT Bukit Asam. Mereka percaya karena fit and proper test tersebut dilakukan di sebuah ruang di Kementerian BUMN. Padahal, pada hari pelaksanaan fit and proper test itu, saya sudah menandatangani SK pengangkatan direksi Bukit Asam yang definitif.
Ke depan tidak ada lagi fit and proper test untuk mengisi jabatan direksi di sebuah perusahaan tertentu. Yang ada adalah fit and proper test untuk mengisi "gudang" calon direksi BUMN.
Bisa dibayangkan betapa serunya rapat Minggu pagi itu. Jabatan direksi dibuka begitu saja untuk diperdebatkan. Nama-nama yang muncul dibahas mengenai tepat atau tidaknya. Integritasnya, antusiasmenya, kapabilitasnya. Ada nama yang dimunculkan, kemudian ditarik kembali oleh yang mengusulkan. Ini terjadi karena dia tidak mau dinilai sebagai orang yang salah pilih.
Tentu, belum tentu cara tersebut paling ideal. Salah pilih bisa saja masih terjadi. Setidaknya tidak ada lagi salah pilih yang disengaja.
Kamis lalu hasil pembicaraan pada Minggu pagi tersebut diumumkan. SK sudah ditandatangani. Serah terima sudah dilakukan. Hanya tidak akan ada pelantikan. Pelantikan direksi baru kini ditiadakan. Tujuannya, BUMN lebih berasa korporasi. Direksi baru harus segera bekerja, bekerja, bekerja. Kadang menunggu waktu kosong untuk melakukan pelantikan membuang hari kerja beberapa minggu.
Dalam proses pembentukan dream team seperti itu, ada juga kelemahannya. Kadang seseorang yang secara individu sebenarnya hebat tidak berhasil masuk ke tim. Seseorang yang sulit bekerja dalam sebuah tim, seseorang yang individualistisnya tinggi, dan seseorang yang memiliki potensi konflik biasanya tersisih dari organisasi yang mengutamakan kerja tim.
Dalam kehidupan sehari-hari, saya sering melihat seseorang yang integritasnya luar biasa baik, kejujurannya luar biasa hebat, dan disiplinnya sangat tinggi tersisih dari sebuah tim. Kesan yang muncul lantas sangat negatif: tersisih karena jujur. Atau, orang-orang yang jujur sengaja disisihkan. Orang-orang yang pintar sengaja tidak dipakai.
Karena itu, untuk kebaikan semua pihak, saya berharap agar orang-orang yang jujur dan berintegritas tinggi bisa melengkapi dirinya dengan leadership. Agar semua orang jujur bisa masuk tim dan semua orang yang berintegritas tinggi bisa tampil memimpin. Sayang sekali kalau ada orang yang bersih tapi terlalu menyombongkan diri dengan kebersihannya. Akhirnya tercipta suasana seolah-olah hanya dia yang bersih. Apalagi kalau dia justru selalu menuduh orang-orang di sekitarnya tidak ada yang bersih.
Orang yang kaku biasanya sulit diterima dalam sebuah tim. Termasuk orang bersih sekalipun. Karena itu, kita sangat memerlukan orang-orang yang bersih dalam jumlah yang banyak, tapi juga bukan orang-orang yang kaku, yang sepertinya ingin masuk surga sendirian.
Memang, kaku atau fleksibel itu sangat nisbi. Simaklah SMS yang beredar luas ini:
Jika seorang bos tetap pada pendiriannya disebut konsisten.
Jika anak buah tetap pada pendiriannya disebut kaku.
Jika bos sering berubah pendapat disebut fleksibel.
Jika anak buah sering berubah pendapat disebut plinplan.
Jika bos bekerja lambat disebut teliti.
Jika anak buah bekerja lambat disebut malas.
Jika bos cepat mengambil keputusan disebut berani.
Jika anak buah cepat mengambil keputusan disebut grusa-grusu.
Jika bos melanggar prosedur dianggap penuh inisiatif.
Jika anak buah melanggar prosedur dianggap tidak tahu aturan.
Jika bos mengatakan sesuatu itu mudah dianggap optimistis.
Jika anak buah mengatakan sesuatu itu mudah dianggap sok tahu.
Jika bos sering meng-entertain orang itu disebut lobby.
Jika anak buah melakukannya disebut pemborosan.
Walhasil, santai sajalah! (*)
Dahlan Iskan
Menteri BUMN
BACA ARTIKEL LAINNYA... Capacity Manajemen di Balik Kandang Sapi
Redaktur : Tim Redaksi