Dalam setiap krisis ada kesempatan, itulah yang diyakini oleh Juhee Jolapara, seorang warga Australia yang juga sudah mengalaminya sendiri.

"Saya sama sekali tidak membayangkan bisnis kami bisa tumbuh begitu cepat," kata Juhee pemilik bisnis bernama Jolampara. 

BACA JUGA: Pria Ini Berhasil Bebaskan Buaya Berkalung Ban di Palu, tetapi Banyak yang Meragukan

Bisnisnya mendesain pakaian untuk acara pernikahan dan upacara adat lainnya bagi warga asal Asia Selatan di Australia.

Juhee, berusia 26 tahun, memulai usahanya di tahun 2020 tepat di awal pandemi COVID-19 di saat ia tetap bekerja sebagai seorang akuntan.

BACA JUGA: Lewat Cara Ini Bisnis FoxLogger Tetap Tumbuh di Tengah Pandemi

"Bisnis tumbuh 3.000 persen di tahun 2021," kata Juhee.

"Saya selalu bersemangat soal fesyen, khususnya dari Asia Selatan. Ini bagian dari budaya, karena India adalah bagian dari identitas saya."

BACA JUGA: Parlemen Australia Sampaikan Permohonan Maaf Resmi kepada Korban Pelecehan Seksual

Awalnya ia ingin membuka sebuah toko di kawasan Parramatta di New South Wales. Namun rencananya terganggu karena 'lockdown' yang diberlakukan di Sydney.

Sebagai gantinya, dia menggunakan ruangan kosong di rumahnya di kawasan Sydney Barat sebagai tempat untuk menyimpan pakaian-pakaian. Dalam setahun ia sudah menjual dan menyewakan ratusan pakaian.

Ia mengatakan strategi menggunakan jejaring sosial menjadi kunci keberhasilannya yang tidak terduga.

"Jangan remehkan dampak media sosial dan kekuatan informasi dari mulut ke mulut," kata Juhee.

"Saya beruntung karena ada beberapa video dan unggahan yang menjadi viral secara internasional, yang artinya menarik pangsa pasar dari Inggris, Amerika Serikat, Afrika Selatan dan Mauritius."

"Ditambah kami memiliki beberapa influencer dan selebriti lokal yang cukup terkenal di kalangan komunitas Asia Selatan." Berpikir kreatif

Dengan banyak warga harus berada di rumah karena 'lockdown' selama pandemi, belanja 'online' telah menunjukkan peningkatan pesat.

Salah seorang yang menikmati peningkatan bisnis adalah Stuart MacKenzie.

Bisnisnya membuat minuman jenis 'gin' bernama Little Juniper berkembang. Di tahun pertama ia bisa menjual 4 ribu botol minuman baik secara langsung atau melalui 'online'.

Stuart yang sebelumnya bekerja di bidang efek visual, memulai bisnisnya di tahun 2020, sekaligus mewujudukan impiannya saat masih kecil untuk menjual minuman.

Meski 'startup'-nya tidak berjalan mulus sesuai rencana karena pandemi, tapi ia sendiri yang kemudian membuat dan mengantarkan minuman ke pembeli untuk mengurangi biaya.

"COVID membantu banyak bisnis membuka jalan baru di bidang pemasaran dan berpikir dengan cara baru," kata Stuart yang tinggal di Adelaide, ibu kota Australia Selatan.

"Saat musim liburan atau ada hari khusus kami memberikan diskon untuk yang membeli online."

"Juga karena produk kami agak sedikit berbeda dengan yang lain, dengan sertifikasi organik dan ramah lingkungan, menjadi daya tarik sendiri bagi banyak pembeli."

Sekarang Stuart mulai berpikir untuk memperluas usahanya, yang tadinya menggunakan garasi di rumahnya untuk untuk dipindahkan ke tempat yang lebih luas, sekaligus mencari pekerja baru.

"Bisnis tumbuh lebih cepat dari yang saya perkirakan. Kami siap untuk pindah dan berkembang. Saat ini memang terasa sesak di sini."

  Omicron 'lebih buruk dari lockdown'

Di tahun pertama pandemi, Pemerintah Australia memberikan bantuan keuangan bagi warganya lewat program seperti 'JobKeeper' dan 'JobSeeker' yang membuat banyak bisnis bisa bertahan.

Namun munculnya kasus varian Omicron di saat bantuan dihentikan menjadi masalah bagi sebagian bisnis.

Jinlan Zhou masih mencoba bertahan karena restoran miliknya yang hanya menjual menu vegetarian mengalami masa paling sepi selama beberapa bulan terakhir.

Jinlan membuka bisnisnya di kawasan Boxhill, salah satu kawasan pemukiman yang banyak dihuni warga asal Asia di Melbourne.

"Bisnis kami sangat mengalami kesulitan. Tidak banyak orang yang keluar rumah, dan beberapa bulan terakhir ini malah lebih buruk dari semasa lockdown," kata perempuan berusia 65 tahun tersebut.

Selain pendapatan yang menurun sebanyak 50 persen, Jinlan juga mengalami masalah lain.

"Susah sekali untuk mendapatkan pekerja karena penutupan perbatasan," katanya sambil menambahkan kadang dia sendiri harus bekerja sebagai koki.

"Kami sebelumnya menggantungkan diri pada mahasiswa internasional dan pemegang visa sementara."

Pemerintah Australia mulai membuka kembali perbatasan internasional bagi mereka yang sudah divaksinasi mulai 21 Februari nanti.

Keputusan ini diharapkan bisa membantu para pemilik bisnis seperti Jinlan yang selama ini kesulitan mendapat pekerja.

Pemerintah Australia juga telah melonggarkan pembatasan jam kerja bagi mahasiswa internasional untuk membantu sektor yang membutuhkan pekerja. Beberapa tidak mendapat bantuan

Menurut data terbaru dari Commonwealth Bank soal belanja warga yang menggunakan kartu kredit, ada sinyal jika nilai belanja kembali meningkat sejak pertengahan Januari, di tengah kasus varian Omicron yang sudah mencapai puncaknya dan mulai menurun.

Data menunjukkan penurunan belanja sempat terjadi di musim Natal dan awal Januari ketika kasus Omicron meningkat. Padahal sebelumnya ada peningkatan belanja setelah kasus Delta menurun di bulan November.

Pengeluaran untuk transportasi, rekreasi dan kebutuhan pribadi sudah kembali lagi ke tingkat sebelum pandemi.

Sementara pengeluaran untuk minuman beralkohol sudah melebihi masa sebelum pandemi.

"Secara keseluruhan, pengeluaran konsumen masih kuat," kata Belinda Allen, ekonom senior dari Commonwealth Bank.

"Kami memperkirakan begitu tingginya kasus varian Omicron, konsumen akan bersikap berhati-hati. Namun tidak terjadi, sehingga data belanja konsumen sejauh ini cukup bagus bagi perekonomian."

Sejak meningkatnya kasus Omicron, Pemerintah di setiap negara bagian di Australia sudah menawarkan berbagai bantuan ekonomi bagi kalangan bisnis, sementara Pemerintah Federal dituduh tidak melakukan apa pun.

Namun beberapa bisnis kecil masih merasa tidak mendapat bantuan.

Musisi di kota Perth, Nikki Dagostino, yang dikenal sebagai Miss Little Squzzebox, mengatakan banyak orang di industri musik tidak memenuhi kriteria untuk mendapatkan bantuan karena tidak mencapai penghasilan yang cukup sebagai salah satu syaratnya.

Dia harus membatalkan rencana pertunjukan akibat  pembatasan yang diberlakukan di Australia Barat sejak akhir Desember.

Akibat penutupan perbatasan tersebut semua klab malam ditutup dan beberapa festival musik dibatalkan.

"Berbagai pembatalan ini memengaruhi kesehatan mental para musisi."

Nikki mengatakan dia biasanya tampil ratusan kali dalam setahun, namun sekarang hanya "sesekali saja" meski pembatasan sudah dilonggarkan.

"Ketika mendengar kata lockdown, pembatasan atau masa transisi, berarti hilangnya pendapatan bagi saya," katanya.

"Saya punya cicilan rumah, sebagai pemilik rumah, ini jadi kebutuhan mendesak."

Selain karena kasus varian Omicron, Nikki mengatakan penutupan perbatasan Australia Barat dari negara-negara bagian lain di Australia menyebabkan banyak musisi dan teknisi di bidang lampu serta audio pindah ke sektor pertambangan yang sedang 'booming' dan juga mengalami kekurangan pekerja.

"Kami kehilangan banyak orang. Kami sangat tergantung pada pariwisata serta kedatangan orang ke tempat-tempat pertunjukan," katanya.

Nikki berharap perbatasan Australia Barat segera dibuka kembali sehingga dia melakukan tur musik lagi.

"Kita harus ingat masih ada harapan dan kebahagiaan."

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya, dan baca juga berita ini dalam bahasa Inggris.

Video Terpopuler Hari ini:
 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Paxel Hadirkan Program Membership Satu Tahun untuk Percepat Bisnis UMKM

Berita Terkait