JAKARTA - Koalisi Anti Mafia Hutan akhirnya melaporkan terjadinya dugaan tindak pidana korupsi dalam sektor Sumber Daya Alam (SDA) meliputi kehutanan, perkebunan dan pertambangan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Indikasi kerugian negara dalam kasus ini mencapai triliun rupiah.
Zenzi Suhadi, salah satu anggota koalisi dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengatakan, laporan telah mereka sampaikan kepada pimpinan KPK yakni Busyro Muqoddas dan Zukarnaen. Dua pimpinan itu yang akan menindaklanjuti laporan mereka.
"Tadi kita sudah ketemu dengan pimpina di KPK. Ada 5 kasus yang kita laporkan sudah munculkan angka kerugian negara senilai Rp 1,9 triliun," kata Zenzi usai bertemu pimpinan KPK, Jumat (14/6).
Berdasarkan data Walhi, terdapat sekitar 1.508 perusahan kehutanan dan tambang beroperasi di kawasan hutan. Juga ada 1.017 perusahaan perkebunan membuka usaha di hutan. Angka kerugian negara itu kata Zenzi bagai gunung es karena angka Rp 1,9 triliun belum termasuk 2000 izin lain di kawasan hutan.
"Selain melaporkan lima kasus itu kami juga menyampaikan lain korupsi sektor SDA, salah satunya review kawasan hutan yang mencapai 12.5 juta hektar," jelasnya.
Bahkan koalisi yang terdiri dari Walhi Sumsel, KBH Sumsel, Jatam Kaltim, Gemawan, Yayasan Titian, Seknas Walhi, ICW, ELSAM dan sejumlah LSM lingkungan lain juga menyampaikan bagaimana dugaan terjadinya penyimpangan pengelolaan pemanfaatan hutan terjadi jelang Pemilu 2012.
"Tren 2009 angka pengeluaran izin tambang batu bara dan perkebunan itu lebih 200 persen. Itu harus diantisipasi jelang Pemilu 2014 karena kita melihat prosesi politik di nasional menjadi katalis pengusaha untuk merampas SDA di Indonesia," tuturnya.
Namun kali ini yang mereka laporkan hanya di tiga sektor SDA, kehutanan, perkebunan dan pertambangan. Modusnya mulai dari dugaan suap penerbitan izin pertambangan, dugaan korupsi sektor perkebunan dan di sektor kehutanan yang berpusar dalam penyalahgunaan wewenang serta penyuapan.
"Aktornya ada 3 menteri dan mantan menteri. Ada kepala daerah dan mantan kepala daerah, pejabat kementerian, pejabat lingungan daerah dan direktur perusahaan. Semuanya ada 16 aktor," tandasnya. (fat/jpnn)
Zenzi Suhadi, salah satu anggota koalisi dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengatakan, laporan telah mereka sampaikan kepada pimpinan KPK yakni Busyro Muqoddas dan Zukarnaen. Dua pimpinan itu yang akan menindaklanjuti laporan mereka.
"Tadi kita sudah ketemu dengan pimpina di KPK. Ada 5 kasus yang kita laporkan sudah munculkan angka kerugian negara senilai Rp 1,9 triliun," kata Zenzi usai bertemu pimpinan KPK, Jumat (14/6).
Berdasarkan data Walhi, terdapat sekitar 1.508 perusahan kehutanan dan tambang beroperasi di kawasan hutan. Juga ada 1.017 perusahaan perkebunan membuka usaha di hutan. Angka kerugian negara itu kata Zenzi bagai gunung es karena angka Rp 1,9 triliun belum termasuk 2000 izin lain di kawasan hutan.
"Selain melaporkan lima kasus itu kami juga menyampaikan lain korupsi sektor SDA, salah satunya review kawasan hutan yang mencapai 12.5 juta hektar," jelasnya.
Bahkan koalisi yang terdiri dari Walhi Sumsel, KBH Sumsel, Jatam Kaltim, Gemawan, Yayasan Titian, Seknas Walhi, ICW, ELSAM dan sejumlah LSM lingkungan lain juga menyampaikan bagaimana dugaan terjadinya penyimpangan pengelolaan pemanfaatan hutan terjadi jelang Pemilu 2012.
"Tren 2009 angka pengeluaran izin tambang batu bara dan perkebunan itu lebih 200 persen. Itu harus diantisipasi jelang Pemilu 2014 karena kita melihat prosesi politik di nasional menjadi katalis pengusaha untuk merampas SDA di Indonesia," tuturnya.
Namun kali ini yang mereka laporkan hanya di tiga sektor SDA, kehutanan, perkebunan dan pertambangan. Modusnya mulai dari dugaan suap penerbitan izin pertambangan, dugaan korupsi sektor perkebunan dan di sektor kehutanan yang berpusar dalam penyalahgunaan wewenang serta penyuapan.
"Aktornya ada 3 menteri dan mantan menteri. Ada kepala daerah dan mantan kepala daerah, pejabat kementerian, pejabat lingungan daerah dan direktur perusahaan. Semuanya ada 16 aktor," tandasnya. (fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Penahanan, Rusli Zainal Pasrah
Redaktur : Tim Redaksi