jpnn.com - BEKASI TIMUR - Janji Presiden Joko Widodo mengendalikan harga daging sapi di level Rp 80 ribu per kilogram mengundang reaksi negatif baik dari konsumen maupun para pedagang. Di satu sisi konsumen kecewa karena janji tersebut tak kunjung terealisasi. Di sisi lain pedagang menganggap janji Jokowi tidak realistis dan berpotensi merugikan mereka.
Arif, pedagang daging di Pasar Jatiasih, Bekasi, mengaku kerepotan meladeni pembeli yang ngotot minta harga diturunkan hingga Rp 80 ribu. Konsumen yang kebanyakan ibu rumah tangga itu jadikan janji Jokowi sebagai dasar argumen mereka.
BACA JUGA: Bandel Sih! 29 PSK dan 7 Anjelo Kena Razia di Hayam Wuruk
"Saya sekarang gampang aja jawabnya, kalau ada pembeli tanya kenapa harga daging nggak Rp 80 ribu kayak perintah Jokowi, saya jawab beli aja sana ke Jokowi, kalau di sini harganya Rp 130 ribu," ucap Arif saat ditemui di lapaknya, Kamis (8/6).
Arif melanjutkan, memang sudah menjadi tradisi bila memasuki Bulan Ramadan harga menjadi naik, terlebih menjelang Lebaran nanti, kemungkinan akan mengalami kenaikan lagi. Kenaikan harga juga didasari harga jual dari para peternak mengalami kenaikan. Alasannya sederhana, peternak juga berlebaran.
BACA JUGA: Penyelundupan Puluhan Ribu Baby Lobster ke Vietnam Terbongkar
Karena itu semua, lanjut dia, para penjual daging mau tidak mau ikut menaikan harga jualan di pasaran. Namun biasanya ada harga daging yang dijual murah dengan memakai kupon, tapi itu daging yang dijual oleh pemerintah seperti pasar murah.
"Kalau di pasar yang segitu harganya, kecuali pemerintah yang jual dengan membuat pasar murah, tapi mau gimana lagi, saya kan beli sapi patungan sama pedagang lain, itu juga untungnya dikit," ungkap dia.
BACA JUGA: PKS: Aturan Wajib Jilbab Perwujudan HAM
Di saat bersamaan seorang pembeli, Sulahtri mengatakan pihaknya sangat berharap pemerintah segera menurunkan harga daging sapi seperti janji Jokowi. Walaupun sudah bersusah payah melakukan penawaran dengan pedagang daging, tetap saja pedagang tidak bergeming menurunkan harga jual daging walaupun hanya Rp 500.
"Dagingnya bisa nggak bang Rp 120 ribu. Gak bisa bu, dari sana nya udah tinggi udah gak bisa diturunin lagi," ucapnya saat mencoba menawar harga daging.
Sulahtri memang sangat ingin membeli daging, untuk menu berbuka puasa, sesuai yang diinginkan anggota keluarganya. Walaupun hanya sebulan sekali membeli daging, dampak naiknya harga daging sangat dirasakan. Pihaknya sudah tidak bisa berpindah ke pedagang daging lainnya, dengan harapan harga bisa lebih murah. Tapi karena hanya ada tiga pedagang daging, sementara kios lainnya terlihat masih menutup.
Akhirnya wanita paruh baya ini mau tidak mau membeli daging dengan harga Rp 130 ribu per kilogramnya. "Udah di tawar mati-matian tetap aja gak turun juga, nawar ke pedagang lain sama juga harganya. Cuma ada tiga pedangan yang jualan yang lainnya tutup. Harga daging saat ini hampir sama dengan harga daging sapi saat beberapa hari menuju lebaran di tahun kemarin," ujarnya.
Terpisah, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop) Kota Bekasi Aceng Salahuddin menjelaskan, harga daging saat ini masih di atas Rp 100 ribu dan sangat sulit bila harus di turunkan menjadi Rp 80 ribu. Terlebih mekanismenya diserahkan kepada pasar.
Seharusnya, kata dia, pemerintah pusat mampu melakukan penekanan harga ke peternak sapi. Sehingga saat daging dilempar ke pasaran harganya bisa stabil bahkan turun. "Harus dari atas penekanan harga, baru bisa stabil. Kalau dilempar ke pasaran sementara di atasnya masih tidak stabil, pedagang di pasar yang teriak karena sepi pembeli dan sangat sulit mewujudkan harga daging mencapai Rp80 ribu," ujar Aceng.
Aceng menambahkan, sampai memasuki hari ketiga puasa, Disperindagkop Kota Bekasi belum mengambil langkah untuk menanggapi permintaan Jokowi. "Untuk sementara kami belum mengambil langkah atas permintaan Jokowi. Masih menunggu kebijakan yang akan diambil pemerintah pusat ke depannya seperti apa," pungkasnya. (dat/jun/dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Golkar dan Teman Ahok Punya Sikap Sama
Redaktur : Tim Redaksi