jpnn.com - DENPASAR – Sidang pengadilan terhadap dukun cabul, I Putu Widana alias Pak Tu Dana, 55, yang mencabuli dan menggauli beberapa pasiennya dalam proses pengobatan memasuki babak baru.
Dalam sidang yang digelar kemarin, jaksa penuntut umum (JPU) Ivan Praditya Putra menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama selapan tahun dan denda Rp. 150 juta.
BACA JUGA: Demi Uang, Sang Ayah Rela Ngutil Susu di Supermarket
Dalam sidang tertutup dipimpin ketua majelis hakim Ronny Widodo didampingi Eko Suprianto dan Irwan Rosady, jaksa penuntut umum, Ivan Praditya didampingi I Gede Agus Saputra membeberkan tuntutan terhadap terdakwa.
Setelah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan pelaku, jaksa penuntut umum menilai Tu Dana terbukti secara sah meyakinkan melanggar sejumlah pasal.
BACA JUGA: Memalukan! Bintara Hajar Pamen Cuma Gara-gara...
Terdakwa terbukti melanggar pasal 82 ayat 1 UU No. 35 tahun 2014 tentang perubahan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak seperti dalam dakwaan pertana. Ia juga melanggar pasal 285 Jo pasal 64 KUHP serta pasal 286 Jo pasal 64 KUHP dalam dakwaan kedua. Ia dijerat melanggar pasal 289 Jo pasal 65 KUHP seperti dalam dakwaan ketiga.
“Karena terdakwa rebukti melakukan tindak kejahatan seperti yang didalilkan, kami menuntut agar pelaku dihukum selama delapan tahun penjara. Selain hukuman penjara, Sang Dukun juga dihukum membayar dendan sebesar Rp. 150 juta. Jika tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan,” tegas Gede Agus Saputra saat membacakan tuntutan seperti dilansir Bali Express (Jawa Post Group).
BACA JUGA: Hati-Hati Modus Baru, Bobol ATM dengan Tusuk Gigi
Kasi Pidum Kejari Negara, Putu Agus Eka Sabana Putra dikonfirmasi terpisah mengakui tuntutan tersebut. Ia mengatakan, tuntutan terberat buat dukun asal Desa Manistutu, Kecamatan Melaya tersebut karena mencabuli anak di bawah umur.
Atas tuntutan tersebut, Sang Dukun melakukan pembelaan secara lisan. Ia mengaku bersalah dan menerima tuntutan itu. Namun ia meminta hukumannya diringankan oleh majelis hakim.
Eka Sabana juga membeberkan, kejahatan Sang Dukun berawal pada 5 Maret 2014 lalu. Saat itu korban, Ni Putu APY, 16, datang ke tempat praktik dukun di Banjar Ketiman Klod, Desa Manistutu, Kecamatan Melaya. Kedatangan APY didampingi bibinya, Ni Putu Ml untuk menanyakan penyakit kakeknya.
Setelah diperhatikan, Sang Dukun mengatakan APY menderita banyak penyakit dan harus segera dibersihkan. Kalau tidak, korban bisa gila.
Mendengar itu korban takut dan mau disuruh masuk ke dalam kamar suci guna menjalani pengobatan. Pintu dikunci, dukun mengambil dupa dan keris lalu melakukan ritual pengobatan.
Korban disuruh duduk bersila berhadapan dengan dukun. Setelah dilakukan ritual, korban merasa melayang-layang.
“Dalam keadaan setengah sadar, korban disuruh berdiri dan sang dukun membuka kamben, celana pendek dan celana dalam korban hingga ke lutut. Korban disuruh tidur dan organ vitalnya diobok-obok menggunakan jari kanan dan jari kiri hingga 15 menit lalu korban disuruh bangun,” urai Eka Sabana.
Korban langsung mengenakan pakaiannya dan pulang. Namun Sang Dukun masih meminta korban memegang alat vitalnya. Permintaan ini ditolak korban.
“Kalau mau tidur dengan saya, baru semua penyakitnya bisa hilang,” kata pelaku, namun ditolak korban.
Pelaku hanya berpesan agar tidak membocorkan peristiwa itu kepada orang lain sambil mengingatkan korban agar datang lagi tiga hari kemudian untuk berobat lagi.
Saat berada di rumah, korban selalu membayangkan wajah pelaku. Ia menceritakan hal itu kepada bibinya.
Bibi korban lantas melarangnya kembali lagi ke rumah dukun. Hasil pemeriksaan dokter, tindakan dukun menyebabkan robeknya selaput dara pada arah pukul tiga, pukul duabelas dan pukul sembilan.
Kalau APY hanya diobok-obok alat vitalnya, Ni Ketut Sr justru digauli dukun hingga 10 kali. Sekitar Juli 2013 sekitar pukul 17.00 Wita korban mendatangi rumah pelaku bersama suami dan anaknya.
Saat pemeriksaan awal, suami dan anak korban ikut masuk ke dalam kamar suci. Namun setelah itu suami dan anak korban disuruh keluar dan tinggal korban sendirian di dalam kamar. Sang dukun langsung menutup pintu kamar dan korden lalu melakukan ritual pengobatan menggunakan media dupa dan keris.
Setelah itu, dalam ritual pengobatan terakhir, dukun menyetubuhi korban. Setelah itu korban disuruh pulang. Namun ia harus datang lagi keesokan harinya. Dalam perjalanan pulang, korban menceritakan perbuatan dukun kepada suaminya. Suami korban sempat marah dan mendatangi istri dukun guna melakukan protes.
“Namun dukun marah dan mengancam segera mencabut nyawa korban. Lantaran ketakutan, suami korban mengizinkan istrinya berobat selama sepuluh kali pada sang dukun. Selama berobat, korban selalu disetubuhi,” kisahnya.(JPG/don/fri)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kronologi Bintara Polisi Bogem Perwira Menengah
Redaktur : Tim Redaksi