jpnn.com, JAKARTA - Dwiarso Budi Santiarto tidak kembali ke kantornya di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, usai sidang pembacaan vonis kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama, kemarin.
Dwiarso langsung kembali ke rumah dinasnya dengan pengawalan aparat kepolisian.
BACA JUGA: Anggun C Sasmi: Harga Memajukan Jakarta Selama 3 Tahun Akhirnya Dibayar
Dwiarso belum lama menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dia baru masuk pertengahan 2016 lalu.
Meskipun demikian, dia sudah mampu membawa cukup banyak perubahan positif di lingkungan PN Jakut. Setidaknya, itulah yang diakui oleh Bernandus BL, staf Keamanan PN Jakut.
BACA JUGA: Keanehan Sidang Ahok versi Pengamat Hukum Pidana
Bagi Bernandus, Dwiarso merupakan sosok yang disiplin dan berintegritas. Alumnus Lemhanas itu juga merupakan sosok yang tegas dan teliti terhadap detail, dan memberi pengaruh yang besar bagi bawahannya.
Sehari-hari, tutur Bernandus, Dwiarso selalu datang sebelum pukul 7 pagi. Padahal, layanan pengadilan sendiri baru dibuka pukul 8 pagi.
BACA JUGA: Kondisi Ahok Baik-baik Saja, tapi...
Dwiarso tidak mau dikawal. ’’Biasanya Bapak (Dwiarso) berangkat pakai busway (TransJakarta), tapi kadang-kadang pakai mobilnya,’’ tuturnya.
Alhasil, sejumlah staf terkait juga mulai melakukan penyesuaian. Tentu tidak lucu ketika pimpinan tiba dan mendapati kantornya dalam keadaan kosong melompong.
Dwiarso mengawali aktivitasnya dengan mengecek setiap sudut kantor PN Jakut. ’’Semuanya dicek, apakah sudah siap untuk pelayanan hari itu. Termasuk juga sampah dan kondisi toilet,’’ tuturnya.
Bila ada yang dirasa kurang pas, misalnya lingkungan kantor masih kotor, atau ada hal lain yang berpotensi mengganggu layanan, wajahnya akan langsung berubah.
Sudah pasti kepala bagian yang bertanggung jawab akan ditegur. Bernandus pun pernah ditegur oleh Dwiarso karena salah orang saat diminta memanggil seseorang. ’’Kamu tidak memperhatikan,’’ ucap Bernandus menirukan Dwiarso.
Selebihnya, pria kelahiran Surabaya, 14 Maret 1962 itu menjadi sosok panutan para pegawai. Sebab, dia mengubah bawahannya tidak dengan cara menggurui, melainkan memberi contoh.
Misalnya dalam hal kedisiplinan. Dwiarso memberikan contoh disiplin waktu melalui dirinya sendiri. Hasilnya, para staf PN akhirnya meningkatkan disiplin tanpa harus diperintah karena melihat pimpinannya.
Perubahan lain yang dibawa Dwiarso adalah dalam hal etos kerja. ’’Bagi saya, etos kerja kami meingkat, mungkin sekitar 80 persen saat ini,’’ urainya. Itu semata-mata karena Dwiarso memang belum lama menjabat sebagai kepala PN.
Hal lain yang tidak banyak diketahui adalah integritas Dwiarso. Integritas itu tampak dari hal-hal yang kecil. Salah satunya, tutur Bernandus, soal karangan bunga.
Hampir bersamaan dengan kiriman bunga ke balai kota, PN Jakpus juga kebanjiran karangan bunga. Menurut Bernandus, ada puluhan karangan bunga yang dikirimkan ke PN Jakpus.
’’Kita usir (kurirnya), nggak boleh ada karangan bunga. Instruksi langsung dari pak ketua. Terserah, mau ditaruh mana yang penting tidak di PN,’’ tuturnya.
Dia tidak sampai mengenali isi tulisan karangan bunga itu, karena kurir langsung diusir ketika hendak mengantar karangan bunga. (byu)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sambil Menangis, Sindi: Dia Itu Pemimpin yang Baik
Redaktur : Tim Redaksi