jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP) menggunakan uang suap yang diterimanya terkait perizinan ekspor benih lobster untuk membeli mobil yang dibagi-baginya kepada sejumlah pihak.
Mobil-mobil tersebut dibeli dan dibagikan staf pribadi Edhy, Amiril Mukminin (AM) yang juga tersangka kasus ini.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya sudah melakukan pemeriksaan terhadap Edhy dan Amiril mengenai dugaan tersebut.
"Didalami keterangannya terkait dengan adanya dugaan pembelian barang diantaranya beberapa unit mobil oleh tersangka AM atas perintah tersangka EP untuk selanjutnya diberikan kepada pihak-pihak lain," kata Fikri dalam keterangan yang diterima, Sabtu (16/1).
Mengenai siapa pihak-pihak yang menerima mobil tersebut, Fikri masih merahasiakannya.
Namun yang pastinya, Edhy disinyalir membelikan uang hasil korupsi untuk kepentingan pribadinya. Sebelumnya, KPK memgungkapkan bahwa Edhy membeli barang mewah di Hawaii, Amerika Serikat.
Selain memeriksa Edhy, dalam mengusut kasus ini, tim penyidik juga memeriksa sejumlah saksi dan tersangka lainnya. Salah satunya, pendiri PT Dua Putra Perkasa Suharjito yang menyandang status tersangka pemberi suap kepada Edhy. Dalam pemeriksaan ini terungkap Suharjito tak hanya menyuap Edhy dan staf khususnya di Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Untuk memperlancar usahanya sebagai eksportir benur, Suharjito juga diduga memberian uang kepada pihak-pihak tertentu di beberapa wilayah di Indonesia.
"Didalami adanya dugaan pemberian sejumlah uang kepada pihak-pihak tertentu di beberapa wilayah di Indonesia untuk memperlancar usaha saksi sebagai eksportir benur," kata Ali.
Sementara terhadap saksi Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan, tim penyidik mencecarnya mengenai awal mula terbitnya Peraturan Menteri KKP Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan di Wilayah Negara Republik Indonesia.
Aturan yang ditandatangani Edhy selaku Menteri Kelautan dan Perikanan pada 4 Mei 2020 dan diundangkan sehari kemudian itu menjadi penanda dibukanya keran ekspor benur yang sebelumnya telah dilarang. Tak hanya soal Peraturan Menteri Nomor 12/2020, tim penyidik juga mendalami mengenai peran para anggota tim uji tuntas (due diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang dibentuk oleh Edhy.
Tim yang dipimpin oleh dua staf khusus Edhy Prabowo, yakni Andreau Pribadi Misata dan Safri, diduga menjadi perantara suap dari para eksportir benur. Andreau dan Safri sendiri telah menyandang status tersangka kasus yang sama.
Selain itu, tim penyidik juga mendalami mengenai proses dan teknis pengecekan dan pengemasan benur untuk diekspor. Hal ini didalami tim penyidik saat memeriksa Kepala Badan Karantina Ikan Pengendali Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan KKP Rina. Terhadap saksi Agus Kurniawanto selaku Manajer Kapal PT Dua Putra Perkasa, tim penyidik mendalami mengenai adanya dugaan komunikasi antara Agus dengan pihak-pihak tertentu di KKP.
"Dan didalami teknis pengajuan perizinan ekspor benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan," kata Fikri.(tan/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
BACA JUGA: Rekening Dibekukan, FPI Singgung Korupsi Edhy Prabowo hingga Mantan Mensos
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga