jpnn.com, JAKARTA - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dituntut pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp400 juta subsider enam bulan kurungan.
Hal itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (29/6).
Jaksa Ronald Worotikan menilai Edhy terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait penetapan izin ekspor benih lobster (benur).
"Menuntut, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan," ujar dia.
Jaksa juga menuntut majelis hakim mencabut hak dipilih dalam jabatan publik selama empat tahun sejak terdakwa selesai menjalani masa pidana pokok.
Jaksa mengungkapkan hal memberatkan dan meringankan bagi Edhy.
BACA JUGA: Kode Satu Ember dalam Percakapan Orang Kepercayaan Edhy Prabowo, Oh Ternyata
Yang memberatkan, perbuatan eks anggota DPR itu dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan tidak memberikan teladan yang baik sebagai seorang menteri.
Sedangkan hal meringankan, Edhy dinilai bersikap sopan dalam persidangan, belum pernah dihukum, dan sebagian aset sudah disita.
Selain Edhy, jaksa juga menuntut lima terdakwa lainnya, yakni staf khusus Edhy, Andreau Misanta Pribadi dan Safri selama 4 tahun 6 bulan penjara.
Kemudian Sekretaris Pribadi Edhy, Amiril Mukminin 4 tahun enam bulan penjara, staf pribadi istri Edhy, Ainul Faqih 4 tahun, dan pemilik PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadhi Pranoto Loe 4 tahun.
Dalam surat dakwaan, Edhy disebut menerima suap sebesar USD 77 ribu atau sekitar Rp1,12 miliar dan Rp24.625.587.250 terkait dengan percepatan proses persetujuan pemberian izin budi daya lobster dan izin ekspor Benih Bening Lobster (BBL) kepada para eksportir. (tan/jpnn)
BACA JUGA: 23 Instansi Tidak Buka Pendaftaran CPNS 2021 dan PPPK, Ini Penjelasan BKN
BACA JUGA: 6 Jenis Sayuran ini Harus Diwaspadai Penderita Diabetes
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga