Ekonom Nilai Insentif Harga Gas Industri Berpotensi Merugikan Negara, Efeknya Panjang

Selasa, 18 Januari 2022 – 12:19 WIB
Ekonom menilai rencana pemerintah untuk memperluas insentif harga gas industri berpotensi merugikan negara. Foto: JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistura menilai rencana pemerintah untuk memperluas insentif harga gas industri perlu mendapat perbaikan dan masukan dari berbagai pihak.

Pasalnya, insentif berdasarkan peraturan presiden nomor 121 tahun 2020 tentang penetapan harga gas bumi itu kurang tepat sasaran dan berisiko merugikan keuangan Negara dalam jangka panjang.

BACA JUGA: PGN Perkuat Infrastruktur dan Pasokan Gas Bumi

Pada dasarnya, pendapatan negara dari hulu migas selama 2020 hanya mencapai USD 460 juta.

Jumlah itu jauh di bawah proyeksi awal ketika kebijakan harga gas USD 6 itu diberlakukan pada Juni 2020, yakni senilai USD 1,39 miliar.

BACA JUGA: Permintaan Pak Luhut Kepada Industri Gas

"Artinya, sepanjang 2020-2021 ada potential loss bagian Negara yang membengkak justru disaat windfall harga gas sedang tinggi," ujar Bhima saat dikonfirmasi JPNN.com, Selasa (18/1).

Bhima mengatakan penyaluran gas dengan harga khusus ke industri menimbulkan beberapa permasalahan, seperti formulasi penetapan harga gas maksimal USD 6 per mmbtu dan kriteria penerima yang dianggap kurang transparan.

BACA JUGA: Kadin Minta Industri Manufaktur Optimalkan Subsidi Harga Gas

"Perlunya kejelasan soal formulasi harga, kriteria penerima dan mekanisme pengawasan," kata Bhima.

Selama periode 2010-2019, natural gas rent Indonesia hanya 2 kali menembus angka 1 persen dan masih lebih rendah dari rata-rata historis Thailand dan Malaysia.

Oleh karena itu, Bhima menilai perkembangan kebijakan harga gas untuk industri juga perlu dipertimbangkan kembali karena harga gas di pasar internasional mengalami kenaikan cukup signifikan dalam setahun terakhir.

Windfall (durian runtuh) kenaikan harga gas karena naiknya permintaan secara global berisiko tidak optimal baik dirasakan pemerintah maupun BUMN dibidang migas karena selisih harga jual gas yang terlalu rendah dibanding harga gas yang seharusnya berlaku di pasar.(mcr28/jpnn)


Redaktur : Elvi Robia
Reporter : Wenti Ayu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler