Ekonom: Ramadan dan Idulfitri Tahun Ini Berbeda, Inflasi Landai

Rabu, 27 Mei 2020 – 13:59 WIB
Pedagang di pasar tradisional. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ekonom sekaligus pengajar Perbanas Institute Piter Abdullah mengatakan, Ramadan dan Idulfitri tahun ini memang sangat berbeda dengan biasanya seiring kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan imbauan tidak mudik guna menekan penyebaran COVID-19.

Ini dilihat dari tekanan inflasi yang tidak cukup besar dan landai, terutama bila dibandingkan dengan kondisi normal.

BACA JUGA: Ridwan Kamil Peringkat II Gubernur Terbaik Mengatasi COVID-19

"Jika dibandingkan hari-hari biasa, memang seminggu sebelum Idulfitri terdapat kenaikan permintaan terhadap berbagai kebutuhan sembako dibandingkan kondisi normal, tetapi jauh sekali lebih rendah," terang Piter dalam pesan elektroniknya, Rabu (27/5)

Dengan permintaan yang jauh lebih rendah, sementara pasokan sembako dijaga oleh pemerintah, maka inflasi lebih stabil.

BACA JUGA: New Normal: Daftar Nama 25 Kabupaten dan Kota Dijaga Pasukan TNI dan Polri

“Tidak ada lonjakan inflasi yang terlalu besar,” ucap Piter.

Ia menjelaskan, fenomena inflasi di Indonesia utamanya adalah fenomena suplai termasuk di antaranya adalah permasalahan distribusi.

BACA JUGA: Nikita Mirzani Terang-terangan Menyebut Nama Ariel NOAH

Panjangnya rantai distribusi dan adanya pihak yang bermain, seringkali mengakibatkan kegagalan pasar, harga mengalami kenaikan tidak wajar.

Menurut Piter, persoalan itu perlu terus diperbaiki dan wabah Covid-19 seharusnya bisa menjadi momentum.

“Sekarang sudah banyak gerakan yang mempertemukan supply dan demand. Bagaimana kita bisa belanja langsung ke petani secara online. Gerakan ini bisa menjadi bagian dari new normal yang akan mengurangi kegagalan pasar. Dengan demikian inflasi kita ke depan bisa lebih stabil,” terangnya.

Kebijakan pemerintah sinergi dengan kalangan industri, beras dan gula tidak akan langka, pasokan cukup, permintaan tidak mengalami lonjakan.

Dengan pemanfaatan jaringan online, rantai distribusi justru relatif terpangkas dan mendorong harga lebih rendah.

“Semua faktor terkait supply dan demand barang-barang pangan terutama menjelang ramadan dan lebaran ini saya kira sangat dipahami oleh pemerintah,” tegasnya.

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto memastikan, pemerintah terus menjaga pasokan, sekaligus menyetabilkan harga bahan pokok.

Misal, untuk memenuhi stok bawang diterbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura.

Melalui beleid izin impor komoditas bawang putih dan bawang bombai dipermudah.

Kemendag juga bekerja sama dengan Satgas Pangan juga dinas-dinas terkait di seluruh kota Indonesia untuk memastikan pasokan maupun stabilisasi harga.

Melalui pemantauan pasar yang rutin dilaksanakan Kemendag, diharapkan harga bahan pokok akan terus terkendali khususnya di daerah-daerah di seluruh Indonesia.

Saat sidak Minggu (24/5) ke Pasar Induk Senen, Jakarta Pusat, Agus memantau harga dan berbincang dengan sejumlah pedagang yang bersyukur harga gula tidak melonjak dan sesuai dengan HET yakni Rp12500 per kilogram.

Seperti diakui Maryati, pedagang sula di Pasar Senen.

"Gula sekarang 12 setengah pak (Rp 12.500) per kilogram," ungkap Maryati, ketika ditanya Mendag soal harga gula.

Meski ada penurunan pembelian, ia bersyukur dari sisi pasokan juga tidak ada kendala.

Mendengar keluhan pedagang, Agus menenangkan mereka. Dirinya berharap agar virus corona yang kini mewabah di Nusantara dapat segera berakhir.

Sehingga ekonomi kembali pulih, termasuk meningkatnya kembali daya beli masyarakat.

"Mudah-mudahan ya, doa semuanya habis ini (wabah virus corona), pandeminya habis. Tahun ini kita harus gotong royong, ya Pak, ya. Kalau ada kesulitan pasokan, beritahu kami Pak," tambah Agus. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler