Eks Kepala BIN Anggap Penggerak People Power Tersesat

Gerakan Satu Bangsa minta para aktor politik kubu paslon 02 membatalkan gerakan people power.

Minggu, 19 Mei 2019 – 17:53 WIB
Mantan Kepala BIN AM Hendropriyono (kedua kiri) pada acara Musyawarah Besar Kaum Muda Indonesia di Gedung Juang, Jakarta Pusat, Minggu (19/5). Foto: Fathan Sinaga/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono menilai pihak-pihak yang ingin menggerakkan people power pada 22 Mei 2019 hanya bagian dari provokasi kosong. Dia meyakini pihak-pihak tersebut tidak punya basis massa dan tua renta.

Hal ini disampaikan Hendro pada acara Musyawarah Besar Kaum Muda Indonesia di Gedung Juang, Jakarta Pusat, Minggu (19/5).

BACA JUGA: Ke Manakah Prabowo pada 22 Mei?

“Saudara-saudara, kita dibayang-bayangi oleh keinginan dan kekuatan massa yang sudah mulai ompong yaitu massa yang terdiri dari mantan HTI sebagian, 212 sebagian. Kenapa saya bilang sebagian? Karena ada yang ikut sama kita di sini,” kata Hendro.

BACA JUGA: Gerakan Satu Bangsa Desak TNI dan Polri Tindak Perongrong Eksistensi Negara Hukum

BACA JUGA: Masyarakat Diminta Beraktivitas Seperti Biasa pada 22 Mei

Dalam acara ini, Hendro memamerkan banyak mantan anggota GNPF dan FPI. Menurutnya, mereka yang hadir dari kalangan muda, bukan yang tua renta. Dia juga merasakan bahwa yang ikut aksi pada 22 Mei tidak ada dari kalangan muda.

"Artinya para elite yang teriak-teriak ini akan mengerahkan massa yang ompong, yang tinggal sedikit. Saya senang saudara-saudara bikin acara ini. Jadi mudah-mudahan acara ini didengar oleh seluruh rakyat Indonesia terutama kaum muda untuk tidak mengikuti senior-seniornya yang tersesat," kata dia.

BACA JUGA: Gerakan Satu Bangsa Desak TNI dan Polri Tindak Perongrong Eksistensi Negara Hukum

Mantan Ketua Umum PKPI ini juga merasa sedih karena mendengar informasi dari Polri dan TNI akan situasi terkini di 22 Mei nanti. Menurutnya, ada gerakan radikal untuk meledakkan bom di sela-sela Pawai Kedaulatan Rakyat itu. Di balik itu, kubu sebelah menskenariokan bahwa dalang ledakan itu dari pihak pemerintah.

"Pemerintah untuk apa ngebom rakyatnya sendiri? Pemerintah kan yang harus membawa rakyatnya pada keamanan dan kesejahteraan bersama, masak ngebom? Yang ngebom mereka," kata Hendro.

Hendro yang berlatar belakang tentara ini menyebutkan, 29 terduga teroris yang diamankan Densus 88 Antiteror Polri juga mengarahkan adanya operasi pada 22 Mei. Hendro merasa beruntung sebagian sudah tertangkap.

"Tetapi apakah ini sudah semua? Belum tentu karena yang bisa ditangkap ini kan temannya," jelas dia.

Jangan Terpengaruh Hasutan

Terpisah, sejumlah aktivis yang tergabung dalam Gerakan Satu Bangsa menyatakan dukungannya kepada TNI dan Polri untuk menindak tegas setiap aksi yang merongrong kewibawaan negara serta mengancam eksistensi NKRI sebagai negara hukum.

Lebih lanjut, para aktor dan tokoh politik tersebut semestinya kita harapkan dapat memberikan kesejukan dalam berdemokrasi dan menjadi contoh kedewasaan berpolitik dan jiwa kesatria.

“Kami berkesimpulan, jika nanti konflik politik ini mengarah pada benturan di tingkatan akar rumput hingga berdampak pada gesekan bahkan aksi-aksi kekerasan maka para aktor dan tokoh politik inilah yang harus bertanggung jawab,” tegas Gusma di Jakarta, Minggu (19/5).

Gerakan Satu Bangsa menyebutkan pihak kepolisian sudah merilis informasi resmi, bahwa aksi massa tanggal 22 Mei 2019 di KPU akan dijadikan sasaran oleh kelompok dan jaringan teroris untuk melakukan aksi teror bom-nya.

Hal tersebut dibuktikan dengan penangkapan 29 orang terduga teroris yang disinyalir akan merencanakan aksinya, lengkap disertai dengan barang-barang bukti berupa senjata dan bahan-bahan untuk merakit bom.

Larangan untuk melakukan perjalanan ke Indonesia dari negara-negara lain seperti Amerika juga sudah dikeluarkan. Kelompok teroris ini adalah kelompok berpaham radikal terutama HTI yang menyimpan dendam terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo yang telah memberangus organisasinya beberap waktu lalu, telah menunggangi pemilu.

Mereka berusaha mengooptasi proses demokrasi dengan mendorong pihak yang tidak bisa menerima kekalahan dari hasil pilpres nanti untuk melakukan people power dan memanfaatkannya untuk melakukan aksi teror peledakan bom.

“Tujuannya adalah untuk menciptakan kekacauan sebagai pintu masuk bagi mereka untuk mewujudkan cita-cita perjuangan mereka mengganti NKRI dan Pancasila dan mendirikan negara Khilafah,” kata Gusma.

Gusma mengingatkan gerakan penggalangan massa untuk mendelegitimasi KPU, Bawaslu dan MK serta menolak hasil Pemilu tidak boleh dipandang sebagai gerakan menegakkan demokrasi rakyat, tetapi lebih merupakan gerakan politik syahwat kekuasaan yang merongrong kewibawaan negara dan mengancam eksistensi NKRI sebagai negara hukum.

Gerakan Satu Bangsa melihat bahwa saat ini kita tengah berhadapan dengan situasi bukan lagi sekadar pertarungan pilpres antara paslon 01 Vs 02, melainkan Pancasila/NKRI Vs Radilasme/Negara Khilafah.

Seyogyanya, menurut Gusman, para tokoh dan aktor politik kubu paslon 02 agar membatalkan rencana aksi massa pada 22 Mei 2019 dan gunakanlah jalur-jalur konstitusional yang sudah disepakati bersama untuk memperjuangkan keadilan Pemilu atas dugaan-dugaan kecurangan proses dan hasil Pemilu.

Pada bagian akhir, Gerakan Satu Bangsa mengimbau masyarakat agar tidak terpengaruh dengan ajakan dan hasutan untuk melakukan aksi massa yang beresiko akan dimanfaatkan kelompok dan jaringan teroris untuk melaksanakan aksinya.

Selain itu, Gerakan Satu Bangsa juga mengimbau kepada para aktor dan tokoh politik untuk tunduk dan taat kepada hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan segera menghentikan upaya memprovokasi atau menggalang opini dan gerakan massa untuk memuaskan syahwat poltik kekuasaannya.

“Jangan membenturkan rakyat dengan aparat negara yang bukan tidak mungkin akan memakan korban dari kedua belah pihak,” tegas Gusma.(tan/fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bang Neta Sebut Isu People Power Hanya Kencang di Medsos


Redaktur : Fathan Sinaga
Reporter : Fathan Sinaga, Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler