Eks Mendag Lutfi Cerita Kisah Sukses Hilirisasi Indonesia, China-Eropa Sempat Ketar-ketir

Kamis, 01 Februari 2024 – 07:40 WIB
Eks Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Eks Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menceritakan kisah suskes hilirisasi yang dilakukan pemerintah Indonesia, hingga membuat negara-negara maju ketar ketir.

Lutfi menyebutkan bahwa hilirisasi terbukti mampu meningkatkan nilai tambah ekspor nonmigas Indonesia.

BACA JUGA: Hilirisasi Berdampak Positif, Pemuda Rantau Sulawesi Tenggara Dukung Prabowo-Gibran

Bahkan, Indonesia sempat dicekal oleh Eropa dan China karena perkembangan ekspor yang begitu pesat.

Sebelum Desember 2019, kata Lutfi, Indonesia hanya mengekspor bijih atau ore nikel. Bahan mentah itu dijual ke China dengan harga 20 US Dolar per ton atau setara dengan Rp 316.460 (asumsi kurs Rp15.823 per dolar AS). Barang mentah itu lalu kembali dibeli Indonesia menjadi barang jadi.

BACA JUGA: Cak Imin: Hilirisasi Tambang Dilakukan Ugal-ugalan

“Ini sudah menjadi cerita dari zaman penjajahan Belanda, tidak pernah berakhir sampai Indonesia merdeka,” ujar Lutfi dalam keterangannya, Rabu (31/1).

Bukan hanya nikel, bauksit Indonesia juga digali oleh Jepang karena memiliki konsesi sejak 1980. Jepang menggali Pulau Kijang di Kepulauan Riau sampai hampir tenggelam.

Nikel dan bauksit diolah oleh negara-negara yang memiliki teknologi untuk bahan baku produk jadi, salah satunya kendaraan.

Nantinya, produk-produk tersebut bakal masuk ke Indonesia melalui impor secara lengkap dan dirakit di Indonesia atau completely knocked down (CKD).

Pada Desember 2019, lanjut Lutfi, Presiden Joko Widodo mulai melarang ekspor ore nikel. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia yang memberhentikan ekspor tersebut.

Pascalarangan, nilai ekspor Indonesia pun meroket. China lantas menerapkan kebijakan bea masuk tindak pengamanan (BMTP) atau safeguard dengan penalti 20 persen sejak akhir 2020.

Negeri Panda ifu melakukan hal ini agar industri baja nirkaratnya tidak hancur karena Indonesia.

Neraca perdagangan pada Desember 2019 ekspor ore Indonesia yang berbasis nikel USD 1,1 miliar atau setara Rp 17,4 triliun.

Lalu, pada Januari 2020, ekspor yang berbasis nikel yang sudah diolah menjadi stainless steel menjadi US Dolar 10,86 miliar atau setara Rp 171,8 triliun.

“Ada 11 kali nilai tambah, ekspor lagi ke China 69 persen. Kemudian, industri China yang paling kompetitif di dunia kalah sama Indonesia, dikasih barrier (hambatan tarif 20 persen),” kata dia.

Luthfi, yang saat itu merupakan menteri perdagangan periode 2020—2022, sempat khawatir bahwa kebijakan itu bakal menurunkan ekspor Indonesia.

Namun, neraca perdagangan Indonesia dengan China ternyata tetap mencatatkan hasil positif bagi ekspor Indonesia di mana pengiriman baja nirkarat tumbuh hampir dua kali lipat.

Selain China, Eropa juga berupaya mencekal pertumbuhan ekspor Indonesia, dengan menyebut program hilirisasi Indonesia tidak ramah lingkungan.

Untuk itu, eks Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal periode 2005-2009 tersebut menuturkan bahwa Indonesia memerangi kebijakan diskriminatif tersebut melalui World Trade Organization (WTO).

Lutfi juga sangat mendukung hilirisasi yang ingin digenjot oleh pemerintah ke depannya. Menurutnya, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi negara dengan perekonomian kuat.

“Kita ada deadline, kalau tidak industrialisasi, telat dan tidak melaksanakan pada hari ini juga, maka kita tidak bisa keluar middle income trap 2038-2040 kita selesai,” tutur mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat itu.

Di sisi lain, Ketua Umum Repnas Anggawira menyatakan hilirisasi merupakan cara bagi Indonesia untuk naik kelas menjadi negara maju.

Sehingga, terlepas dari siapa yang nantinya memenangkan Pilpres 2024, presiden terpilih haruslah meneruskan kebijakan hilirisasi.

Senada dengan pemaparan Lutfi, pria yang juga menjabat sebagai Sekjen Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu mengatakan, hilirisasi telah menaikkan daya tawar Indonesia di kancah global. Alhasil, negara ini semakin tidak mudah untuk ditekan negara lain.

"Hilirisasi nikel memberikan dampak bagi pertumbuhan ekonomi kita. Jadi, program hilirisasi Presiden Jokowi harus dilanjutkan,” kata Anggawira. (mcr4/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler