Eks Senior PDIP: Jokowi Harusnya Diperlakukan sebagai Partner Partai, Bukan Petugas

Kamis, 23 November 2023 – 23:47 WIB
Wakil Ketua komandan Relawan Prabowo-Gibran, yang juga mantan Sekretaris PDIP Sulawesi Utara 1999-2004, Roy Maningkas menilai langkah PDIP menempatkan Jokowi sebagai petugas partai sejak awal menjabat Wali Kota merupakan salah satu kekeliruan. Foto: dok pribadi for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komandan Relawan Prabowo-Gibran Roy Maningkas menilai langkah PDIP menempatkan Jokowi sebagai petugas partai merupakan sebuah kekeliruan.

Menurut mantan sekretaris PDIP Sulawesi Utara, Jokowi seharusnya dianggap sebagai partner karena telah membawa PDIP keluar dari keterpurukan.

BACA JUGA: Ketua DPD PDIP Sulteng Bantah Isu Intelijen Ikut Rapat Internal Partai

"Kehadiran Jokowi di PDIP menambah jumlah pemilih baru dan meyakinkan pemilih lama untuk tetap mendukung PDIP," kata Roy yang juga salah satu pendiri Bara JP yakni relawan pertama yg dibentuk untuk Jokowi Presiden 2014, Kamis (23/11).

Mantan aktivis mahasiswa ini mengungkapkan bahwa hubungan Jokowi dan PDIP sesungguhnya saling membutuhkan dan saling menguntungkan.

BACA JUGA: Soal Elektabilitas Prabowo-Gibran Tinggi, Hasto PDIP: Survei Sebagai Alat Pemenangan 

"Berbeda dengan kami-kami yang sejak tahun 1980 SMA orde baru sudah jadi kader ideologis partai PDI, dan sejak mahasiswa sudah mengerti gerakan mahasiswa dengan pemahaman marhenis, mungkin kalau kami-kami bolehlah dibilang petugas partai," kata dia.

Sayangnya, lanjut Roy, PDIP lalai memposisikan Jokowi selayaknya seoirang partner partai. Sebagai contoh, PDIP tidak menempatkan Jokowi dalam struktural partai dan hanya anggota biasa partai.

BACA JUGA: Pacul Melihat Ada yang Berbeda dari Hubungan PDIP-Jokowi

Lebih jauh, Roy melihat bahwa sejak menjadi wali kota Solo hingga jadi presiden, Jokowi terus dikerdilkan peran serta kontribusinya terhadap kemenangan PDIP oleh para elite partai tersebut.

“Apakah PDIP masih akan bertahan seperti sekarang ini kalau tidak ada faktor Jokowi? Jujur saja, jika dari awal Jokowi tidak memberi manfaat bagi PDIP, pasti beliau sudah ditendang keluar dari partai,” tegas Roy.

Faktor Jokowi selama ini dianggap seolah tidak signifikan buat PDIP oleh sebagian elite partai.

Padahal faktanya, rakyat memilih PDIP hingga menjadi partai pemenang pemilu dua kali berturut-turut karena Jokowi.

“Bu Mega saja yang punya partai dua kali kalah pilpres tahun 2004 dan 2009 di era rakyat memilih langsung. Artinya rakyat sebagai pemilik suara menjadikan Jokowi sebagai pertimbangan utama untuk memilih presiden dan kemudian PDIP sebagai partai pendukungnya,” ungkap Roy.

Oleh karena itu Roy menilai wajar jika akhirnya Jokowi melakukan langkah-langkah baru untuk menjamin melanjutkan program dan visi besarnya sebagai presiden.

Roy bilang, Jokowi sebagai orang yang luar biasa sabar. Dihina dan direndahkan begitu rupa sebagai presiden tetap coba menjaga hubungan dengan partainya.

“Saya pernah menganalisa kenapa masih banyak program dan filosofi revolusi mental Jokowi belum maksimal. Salah satunya karena beliau tidak punya kapal induk atau partai yang benar-benar mendukung dan memberikan memberikan kewenangan kepadanya sebagai presiden,” kata Roy.

Bergabungnya Gibran dengan Prabowo dalam Pilpres mendatang merupakan salah satu bentuk keyakinan Jokowi terhadap suara rakyat.

Dia mengingatkan bahwa sesungguhnya rakyat yang akan menentukan arah kemajuan Indonesia ke depan..

“Sebagai warga negara yang kebetulan saat ini menjabat presiden, Jokowi juga punya hak untuk menjalankan strateginya memajukan Indonesia. Dengan membebaskan Gibran sebagai cawapres Koalisi Indonesia Maju (KIM), Jokowi juga ingin membuktikan bahwa daulat rakyat tetap terjaga,” tutup Roy. (dil/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler