JAKARTA - Sistem perdagangan internasional Indonesia masih butuh pembenahan signifikan. Itu terkait dengan dugaan adanya ekspor gelap alias yang tidak tercatat oleh negara dalam jumlah yang signifikan.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mengatakan, berdasar hasil kunjungan rombongan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Beijing pekan lalu, diketahui adanya perbedaan atau selisih data ekspor impor antara Indonesia dan Tiongkok. "Selisihnya USD 10 miliar (sekitar Rp 90 triliun, Red)," ujarnya, Selasa (27/3).
Menurut Dahlan, rilis data pemerintah Tiongkok menyebutkan, impor dari Indonesia mencapai USD 60 miliar. Namun, data pemerintah Indonesia hanya menyebut angka ekspor ke Tiongkok USD 50 miliar sehingga terdapat selisih data USD 10 miliar. "Artinya, ada barang dari Indonesia yang masuk ke RRT (Republik Rakyat Tiongkok) melalui pasar gelap," katanya.
Karena itu, lanjut Dahlan, dalam kunjungan Presiden SBY ke Beijing, pemerintah Indonesia dan Tiongkok sepakat untuk mengadakan program tukar-menukar data sehingga aktivitas perdagangan internasional dua negara tersebut bisa lebih rapi.
Berdasar data yang dihimpun Jawa Pos, selisih data ekspor impor memang terjadi sejak lama. Misalnya, pada periode Januari-November 2005, pemerintah Tiongkok merilis data ekspor nonmigas ke Indonesia USD 6,2 miliar. Namun, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor dari Tiongkok hanya USD 4,1 miliar.
Sebagai gambaran terkini, data BPS menunjukkan, realisasi ekspor nonmigas Indonesia ke Tiongkok sepanjang 2011 mencapai USD 21,59 miliar. Adapun impor Indonesia dari Tiongkok tercatat USD 25,53 miliar sehingga defisit perdagangan RI-Tiongkok mencapai USD 3,94 miliar.
Sementara itu, Dahlan juga menyoroti persaingan produk Tiongkok dan Indonesia. Dia menyebut, saat ini, Indonesia akan kesulitan membendung serbuan impor buah apel dan jeruk dari Tiongkok. "Kalau untuk apel dan jeruk, kita memang kalah bersaing," ujarnya."
Karena itu, lanjut Dahlan, Indonesia harus cerdas untuk fokus pada budi daya buah tropis, seperti mangga, rambutan, nanas, jambu, maupun sirsak. Sebab, buah-buahan tersebut tidak bisa tumbuh dengan bagus di Tiongkok karena perbedaan iklim. "Buah tropis inilah yang seharusnya kita genjot untuk ekspor," katanya.
Meski demikian, kata Dahlan, dalam waktu dekat BUMN belum bisa fokus menggenjot budi daya dan ekspor buah tropis. Sebab, saat ini, BUMN masih harus fokus menggenjot kinerja produksi bahan pangan, seperti beras, ternak sapi, gula, maupun sagu. (owi/c6/kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Demo BBM Bikin Rupiah Keok
Redaktur : Tim Redaksi