jpnn.com, BALI - Seniman kondang Butet Kartaredjasa menggelar pameran seni rupa di Ubud, Bali pada Sabtu (19/10/2024). Pameran bertitel Eling Lan Waspada tersebut menjadi pengingat bagi semua pihak, terutama yang berkuasa.
Redaksi JPNN.com
BACA JUGA: Komentar Megawati Saat Hadiri Pameran Melik Nggendong Lali Karya Butet
RATUSAN orang meriung di halaman berumput di depan joglo Tonyraka Art Gallery, Ubud, Kabupaten Gianyar sejak petang.
Sejumlah nama beken dari berbagai latar belakang tampak di antara mereka, seperti Ayu Laksmi, Hamid Basyaib, Hasto Kristiyanto, Goenawan Mohamad, Oppie Andaresta, Sukidi, hingga Sri Krishna Encik.
BACA JUGA: Megawati Akhirnya Tampil ke Publik, Tinjau Pameran Karya Butet Kertaredjasa
Di situ, Butet menjadi sahibulhajat. Meski terlihat kian sepuh dan harus memegang tongkat untuk alat bantu jalan, seniman berusia 62 tahun itu masih mampu berbicara lantang, terutama dalam mengkritisi kondisi sosial politik belakangan ini.
“Kalau jalan politik kotor, kita kembali ke jalan kebudayaan," ungkap Butet.
BACA JUGA: Sentil Jokowi, Butet Kartaredjasa: Kita Berseberangan
Oleh karena itu, berbagai karya yang dipajang pada pameran tersebut bernuansa politik. Sebagai contohnya ialah seni instalasi bertitel ‘Melik Nggendong Lali’ hasil kombinasi patung dan lukisan.
Butet menjelaskan 'Melik Nggendong Lali' berarti orang yang sangat bernafsu akan kekuasaan punya kecenderungan lupa diri.
Pada seni instalasi 'Melik Nggendong Lali', dia menampilkan patung berupa sosok kurus berbadan tinggi dengan hidung ala Pinokio.
Mahkota Raja Jawa terpasang pada patung berbahan resin fiber tersebut. Adapun latar belakangnya berupa lukisan bertuliskan Melik Nggendong Lali di kanvas bernuansa merah dan putih.
Ada pula lukisan akrilik pada kanvas yang menggambarkan macan mengaum kepada sosok menyerupai raja Jawa.
Butet juga memajang patung celeng. Ada tiga patung celeng dari keramik, dua di antaranya berjudul Celeng Berbulu Beringin dan Celeng Berbulu Cokelat.
Memang seniman asal Yogyakarta itu tidak mau berdiam diri melihat penguasa mempermainkan politik demi hasrat atas kekuasaan. Menurutnya, saat ini siapa pun tidak bisa lepas dari peristiwa politik.
Oleh karena itu, Butet mencontohkan seniman-seniman besar yang aktif berpolitik. Putra maestro tari Bagong Kussudiardjo itu lantas menyebut nama pelukis Spanyol Pablo Picasso.
Dari dalam negeri, nama yang disebut Butet yakni pelukis Affandi yang pernah menjadi anggota Dewan Konstituant dari Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Seniman-seniman senior hebat itu berpolitik," imbuhnya.
Butet mengaskan, berpolitik merupakan panggilan baginya. Namun, langkah tersebut membuat pria kelahiran 21 November 1961 itu dituduh berkonflik dengan pihak yang menjadi sasaran kritiknya.
"Seolah-olah saya berkonflik, padahal saya mau berkontribusi menyelamatkan negeri saya yang dikoyak-koyak," tegasnya.
Menurut Butet, dirinya tidak mau menjadi seniman yang terjebak sebagai perajin. Dia pun menuangkan pikiran-pikirannya melalui lukisan, tulisan, dan pameran.
"Saya mau menyelamatkan negeri saja," ucapnya.
Ikhtiar Butet menggelar karya-karyanya tersebut juga tidak lepas dari perjalanan spiritualnya. Dia mengaku nyaris kehilangan nyawa pada 2021 karena sakit.
"Lima bulan lumpuh total, saya melakukan laku spiritual,” tambahnya.
Syahdan, Butet pun menempuh cara yang disebutnya sebagai wirid visual sebagai cara merespons situasi. Pameran pun menjadi pilihannya.
Pada Mei 2024 lalu, Butet menggelar pameran bertitel ‘Melik Nggendong Lali’ di Galeri Nasional, Jakarta. Adapun ‘Eling Lan Waspada’ yang kini digelar di Ubud merupakan pameran sekuelnya.
“Ini bukan baik atau buruk, tetapi saya mau menjadi saksi perubahan zaman,” lanjutnya.
Melalui kedua pameran itulah Butet memperingatkan penguasa yang lupa diri. Melik Nggendong Lali dan Eling Lan Waspada merupakan ajaran Jawa.
“Ada orang yang mau menjadi Raja Jawa dan lupa. Saya mau mengingatkan eling lan waspada (selalu ingat dan berhati-hati, red),” tuturnya.
Butet menyebut ‘Eling Lan Waspada’ itu ditujukan kepada semua pihak. Namun, ada pihak khusus yang menjadi sasarannya.
“Siapakah yang harus waspada? Itu adalah kita semua, tetapi ada yang lebih dari itu, yaitu orang yang melik gendong lali,” tegas pemain film Petualangan Sherina itu.
Apakah Butet sengaja menggelar pameran Eling Lan Waspada di Tonyraka Art Gallery sehari menjelang Presiden Joko Widodo (Jokowi) lengser? Seniman yang kerap mengkritisi Jokowi itu langsung menepisnya.
"Jadwal gedung ini kosongnya, ya, pas tanggal itu," tuturnya.
Penulis Hamid Basyaib yang menulis pembuka untuk katalog Eling Lan Waspada menyebut wirid visual membuat dua hasrat Butet terpenuhi. Kedua hasrat itu yakni aspirasi spiritual dan kreativitas artistik.
“Hasilnya adalah suatu karya seni yang mengejutkan, terutama karena ia dikerjakan oleh seorang yang telah memiliki endapan panjang keterampilan melukis…,” demikian ulasan Hamid.
Sementara itu, Hasto saat menyampaikan sambutan pada pameran Eling Lan Waspada menyebut Butet mampu mengekspresikan kegelisahan seorang seniman menjadi pengingat akan betapa pentingnya local wisdom.
Sekjen PDI Perjuangan itu pun menyempatkan diri menghadiri pembukaan ekshibisi tersebut sebagai bentuk apresiasi.
“Kami datang memberikan apresiasi dan juga sekaligus belajar tentang bahasa kebudayaan, tentang sentuhan-sentuhan yang disampaikan dengan penuh ekspresi,” jelas Hasto.
Sebelum pameran dibuka, pengunjung juga disuguhi penampilan Sri Krishna Encik dengan gitar akustik. Musisi berambut gimbal itu menyanyikan sejumlah lagu, termasuk tembang ‘Celeng Degleng’ yang liriknya diubah untuk memuji kiprah Butet.
Encik juga menyanyikan lagi berjudul ‘Sahabat’ yang ditulis Sawong Jabo khusus untuk Butet.
Saat Encik menghibur, beberapa penonton yang ikut menyanyi sempat meneriakkan nama ‘Mulyono’ dan Fufufafa’ sehingga suasana pun pecah dengan tawa. (jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi