jpnn.com, JAKARTA - Pegiat Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindaklanjuti pengakuan Setya Novanto di persidangan tentang adanya aliran uang rasuah ke Puan Maharani dan Pramono Anung.
Menurut Emerson, KPK harus memeriksa Puan dan Pramono terkait dugaan kedua politikus PDI Perjuangan itu menerima suap terkait e-KTP saat duduk di DPR periode 2009-2014. "Ini perlu ditelusuri. Nama baru ini harus diproses," kata Emerson dalam diskusi bertajuk Ngeri-ngeri Setnov di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (24/3).
BACA JUGA: KPK Harus Bergerak Cepat Menelusuri Pengakuan Novanto
Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW itu menilai pengakuan Novanto soal Puan dan Pramono bukan babak baru dalam kasus e-KTP. Menurut Emerson, penyebutan nama dua kader PDIP yang kini menjadi menteri di Kabinet Kerja itu baru babak penyisihan.
Emerson menegaskan, sebelumnya ada 72 nama dari DPR 2009-2014, eksekutif dan swasta yang disebutkan dalam dakwaan e-KTP. "Ini kan baru delapan orang yang diproses. Masih sekian persen dari kasus e-KTP," kata Emerson.
BACA JUGA: Ingat Tiang Listrik? Setnov Memang Suka Belokkan Perkara
Hanya saja, kata Emerson, penyebutan nama Puan dan Pramono tergolong baru dalam kasus ini. Dia juga menepis pembelaan PDIP yang menempatkan diri sebagai oposisi bagi pemerintah pada 2004-2014 sehingga merasa tak ikut cawe-cawe soal e-KTP.
Menurut Emerson, dalam surat dakwaan disebutkan bahwa Novanto memperkaya diri dengan menerima rasuah hingga Rp 71 miliar. Karena itu KPK harus membuktikan apakah uang sebesar itu dinikmati sendiri oleh Novanto atau juga dibagi-bagikan ke pihak lain.
BACA JUGA: Mahyudin Anggap Airlangga Hartarto Baik dan Bersih, Tapi
"Dalam korupsi itu ada namanya distribusi. Semua anggota dewan pasti kecipratan. Dalam korupsi tidak ada partai pendukung atau oposisi, semua biasanya dibagi," tandas Emerson.(tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Setya Novanto Hanya Pinjam Omongan Orang Lain, Nazar Beda
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga