Empat Kegagalan Ical Pimpin Golkar

Minggu, 28 Februari 2016 – 17:05 WIB
Aburizal Bakrie. Foto: Hendra Eka/dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA – Kepengurusan Partai Golkar di bawah kepemimpinan Ketua Umum Aburizal Bakrie dan Sekretaris Jenderal Idrus Marham dinilai gagal.

Kegagalan itu bisa dilihat dari beberapa hal yang terjadi di masa kepengurusan tersebut.

BACA JUGA: Golkar Sekarang Lebih Terpuruk Dibanding 1998

“Kami harus jujur mengatakan bahwa kepemimpinan kepengurusan terakhir ini gagal,” tegas Fungsionaris DPP PG Ahmad Dolly Kurnia  dalam diskusi bertajuk “Re-Branding Partai Golkar” yang digelar Mitra Parlemen Indonesia, di Jakarta, Minggu (28/2).  

Ia menjelaskan, kegagalan itu, yakni:

BACA JUGA: Hidayat Ajak Remaja Masjid Aktif Halau Terorisme dan LGBT

Pertama, gagal, tidak menjadi pemenang pemilihan umum 2014.

Kedua, gagal mempunyai calon presiden bahkan calon wakil presiden. Begitupun, ketika menjadi tim pemenangan salah satu capres, juga gagal.

BACA JUGA: Sosialisasi Empat Pilar, Gelar Wayang Kulit

Ketiga, gagal mengatasi konflik internal. “Yang paling menyakitkan kepengurusan saat ini gagal memenej konflik, sehingga puncaknya terjadi dualisme yang belum pernah terjadi dalam sejarah Partai Golkar,” paparnya.

Keempat, gagal dalam pilkada serentak 2015. “Gagal hadapi even politik penting seperti pilkada serentak,” ujar Dolly.

Dia menegaskan, penyebab kegagalan PG itu adalah karena adanya motif dan orientasi yang bias sebagaimana yang harus dijalankan partai.  Dolly menjelaskan, tujuan partai politik sebenarnya bagaimana bisa meneruskan kepentingan masyarakat  atau konstituen yang dirumuskan atau disampaikan sebagai bagian aspirasi ke lembaga formal pemerintahan.

Namun, kata dia, yang terjadi ada motif atau orientasi lain.  “Katakan seperti bisnis, atau kepentingan kelompok tertentu yang membuat partai ini seperti salah urus,” katanya. 

Akibatnya, kata dia, terjadi bias   terkait pola, konsep, cara, maupun mekanisme  dalam mengendalikan organisasi. Menurut dia, banyak keputusan yang dihasilkan secara otoriter,  oligarkis dan tidak melalui mekanisme organisasi.  “Tidak mewakili kepentingan di dalam partai,” kata dia.  

Contohnya, manajemen PG dikelola dengan sistem matrix, yang lebih compatible dalam organisasi bisnis. “Ini menunjukkan sistem matrix tidak bisa dipakai dalam memanajemen partai politik,” katanya.

Oleh karenanya, Dolly menegaskan, sangat penting dilakukan rebranding, termasuk dalam menghadapi Musyawarah Nasional Luar Biasa PG yang bakal dihelat April 2016.  (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Perwira Tentara Main Narkoba, BNN Pasrah ke Denpom TNI


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler