KUPANG, Timex--Konflik lahan Bandara El Tari antara enam suku adat dan TNI-AU Kupang tak kunjung berakhir. DPRD NTT pun diminta untuk dapat membantu menyelesaikan persoalan ini. Seperti disaksikan Koran ini, Rabu (7/3), sedikitnya seratusan massa dari enam suku yakni suku Nifu, Sabaat, Takuba, Ome, Lael, dan Banu, mendatangi kantor DPRD NTT. Mereka datang dengan membawa spanduk bertuliskan "Tuntaskan masalah kami dalam waktu seminggu", TNI-AU Kupang pencaplok tanah ulayat 6 suku", serta "Gubernur dan BPN segera tuntaskan SHP Nomor 485 seluas 543 hektar".
Massa enam suku adat diterima Ketua DPRD NTT, Ibrahim Agustinus Medah, di ruang Kelimutu bersama Ketua Komisi A, Gabriel Binna, dan anggota DPRD NTT lainnya seperti Gusti Baribe, Anwar Pua Geno, dan Somie Pandie. Juru bicara enam suku adat, Daniel Neno, pada kesempatan itu, meminta DPRD NTT segera memanggil gubernur dan BPN untuk menjelaskan seperti apa proses awal dari penerbitan sertifikat hak pakai (SHP) oleh BPN Kabupaten Kupang kepada TNI-AU.
Menurutnya, pada masa Hindia Belanda, orang tua mereka melalui Raja Nisnoni, memang telah memberikan tanah seluas 20 hektar kepada pemerintah Belanda untuk dijadikan landasan pacu, dan kemudian memberikan lagi 13 hektar tanah untuk pembangunan kantor dan barak pasukan. Dan pemanfaatan lahan ini berlanjut hingga zaman Jepang, dan setelah Indonesia merdeka diambil alih oleh TNI AU.
"Yang kami tahu, orang tua kami hanya menyerahkan 33 hektar lahan kepada pemerintah, dan kami sama sekali tidak mempersoalkan hal tersebut,"sebutnya sembari menyebutkan bila TNI-AU telah menggeser lahan dari batas yang seharusnya dikelolahnya, dan akhirnya menguasai semua tanah ulayat enam suku di kawasan bandara El Tari.
Daniel juga menegaskan bila enam suku tetap berjuang untuk mengambil kembali tanah suku yang masih kosong, sementara lahan yang di atasnya sudah terdapat bangunan, diminta untuk dibicarakan bersama kembali dengan enam suku untuk menyepakati soal ganti rugi.
Sementara itu, Ketua DPRD NTT, Ibrahim Medah, dalam menanggapi aspirasi enam suku, mengaku bila sebelumnya pihak DPRD sendiri telah melakukan pertemuan informal dengan enam suku, dan DPRD NTT berkomitmen untuk terus melakukan koordinasi dengan pemerintah dan instansi terkait lainnya, agar masalah ini cepat terselesaikan dengan baik. "DPRD akan melihat instansi mana yang berkompeten untuk menyelesaikan masalah ini,"sebut Medah.
Sebelumnya, Ketua Komisi A DPRD NTT, Gabriel Binna mengaku akan mengundang BPN NTT, guna membicarakan status hukum lahan Bandara El Tari yang kini tengah terjadi konflik. (mg-11/vit)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BBM Naik, Warga Miskin Meningkat
Redaktur : Tim Redaksi