Engelina: Pengelola Blok Bula dan Non-Bula Harus Diaudit Menyeluruh

Jumat, 14 Juni 2024 – 14:48 WIB
Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina. Foto: dok.pribadi for JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Tokoh Maluku di Jakarta, Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina mengatakan participating interest (PI) 10 persen hanya gula-gula yang tidak akan membawa kesejahteraan bagi rakyat Maluku, terutama Seram Bagian Timur (SBT).

Engelina Pattiasina mengatakan, semestinya, pengelola Blok Bula dan Non Bula harus diaudit menyeluruh. Maluku harus menagih hak yang semestinya diperoleh selama eksploitasi Bula dan Non Bula.

BACA JUGA: Engelina: Oligarki Menjadi-jadi, Konsentrasi Ekonomi di Tangan Segelintir Orang

“Sekarang baru bicara PI 10 persen untuk Maluku. Mereka sudah berapa lama di sana dan siapa yang selama ini mengelola jatah PI 10 persen. Sebelum bicara PI 10 persen, audit dulu, selama ini siapa yang mengelola 10 persen itu,” tegas Engelina kepada wartawan di Jakarta, Jumat (14/6).

Menurut Engelina, logikanya mereka harus membayar semua hasil dari 10 persen itu selama mereka beroperasi di Seram Timur.

BACA JUGA: Engelina Pattiasina: Jangan Lagi Mengelola Blok Masela seperti Gaya Kolonial

Selama ini, kata Engelina, Maluku dirugikan karena tidak diberikan hak PI 10 persen, sehingga Maluku hanya memperoleh dana bagi hasil Migas, yang mungkin saja nilainya kecil jika dibandingkan dengan beban lingkungan yang harus ditanggung Maluku, terutama Seram Timur.

“Secara pribadi, saya harap semuanya diaudit dulu. Kemudian berapa kerugian Seram Timur selama ini akibat kehilangan hak PI 10 persen. Setelah itu baru bicara PI 10 persen yang memang menjadi hak daerah,” tegasnya.

BACA JUGA: Engelina: Pemuda Maluku Harus Kawal Kebijakan Presiden Jokowi soal Blok Masela

Menurutnya, sangat aneh kalau eksploitasi yang sudah berlangsung lama, tetapi baru bicara PI 10 persen saat ini.

Artinya, ada kerugian yang dialami Seram Timur akibat haknya untuk mengelola PI 10 persen selama ini tidak diberikan.

“Ini siapa yang bertanggung jawab? Kalau pihak pengelola yang tidak memberikan, maka semua hak yang hilang harus dibayarkan dulu selama puluhan tahun. Kalau sekarang mereka bicara PI 10 persen, tentu itu untuk ke depan.”

“Yang kita pertanyakan bagaimana dengan hak Seram Timur selama ini? Siapa yang ambil keuntungan? Ini hanya bisa diketahui dengan melakukan audit investigasi,” sambung Engelina.

Engelina mengatakan dirinya tidak menuduh pihak siapapun, tetapi faktanya Seram Timur tidak memperoleh hak yang semestinya.

Padahal, kekayaan alam itu ada di Seram Timur dan harus menanggung beban akibat kerusakan lingkungan. Apalagi, keberadaan Blok Migas itu bakal mengancam flora dan fauna di Manusela.

“Stop mempermainkan SDA Maluku! Mereka ambil SDA Maluku seperti zaman kolonial saja. Bagi saya, PI 10 persen itu hanya gula-gula.”

Seharusnya, kata Engelina, pemerintah didorong untuk membangun industry di Maluku, karena hanya dengan begitu kekayaan alam Maluku dikelola di Maluku, sehingga rakyat Maluku mendapatkan manfaat ekonomi yang lebih besar.

Engelina mengatakan, dengan PI 10 persen itu apakah bisa mensejahterakan rakyat Maluku?

Yang terjadi, kekayaan alam dikeruk dan membiarkan para pemilik kekayaan alam menjadi penonton di atas kekayaan alamnya sendiri. Semestinya, pemerintah mengajak Maluku saat mulai perencanaan sampai dengan pengelolaan.

“Namun, ini tidak terjadi. Mereka serobot dengan alasan milik negara, tetapi berlaku tidak adil dengan Maluku. Ini yang saya bilang, tidak ada bedanya dengan praktik di masa colonial,” tegasnya.

Mengenai PI 10 persen, Engelina mengingatkan bahwa Peraturan Menteri (Permen) 37 Tahun 2016, menyatakan bahwa kontraktor wajib menawarkan PI 10 persen kepada Wilayah Kerja Minyak dan Gas bumi (Pemerintah Daerah Penghasil/ BUMD Kabupaten) ketika suatu lapangan diberikan persetujuan pengembangan.

Dalam hal ini, Operator wajib menawarkan PI 10 persen kepada BUMD Kabupaten Seram Timur saat penandatangan kontrak, atau perpanjangan kontrak.

Selanjutnya Permen Nomor 37 Tahun 2016 menyatakan bahwa pembiayaan PI 10 persen tersebut dilakukan terlebih dahulu ( "digendong" ) oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS)/ Operator. Pengembalian biaya diambil dari bagian BUMD dari hasil produksi tanpa dikenakan bunga.

“Kalau saya dengar di tempat lain itu begitu. Hak 10 persen itu dijual dari satu investor ke investor lain. Artinya, yang menikmati keuntungan para makelar dan investor. Kemudian rakyat dan daerah dapat apa dengan praktik seperti itu.”

Modal Maluku, kata Engelina, ialah sumber daya alam, sehingga tidak pantas diminta ikut setor modal. Bagaimana mungkin, seolah modal mereka lebih besar dari kekayaan alam.

“Mereka serahkan keuntungan 10 persen kepada rakyat dan daerah itu sebenarnya hal yang wajar, karena mereka pemilik SDA. Kalau memang tidak bisa seperti, ya silakan cari Minyak di tempat lain,” tegasnya.

Engelina mengatakan, berdasarkan laporan dari satu kantor Peneliti dan Konsultan Migas Internasional, yang kredibilitasnya sangat tinggi, issue kunci dari Blok Seram Non Bula adalah belum dilaksanakannya transfer 10 persen PI yang wajib diberikan oleh Citic Seram Energy & partners kepada Pemerintah Daerah Penghasil ( Kabupaten Seram Timur, dan Kabupaten Maluku Tengah sebagai wilayah perbatasan).

Padahal Citic sudah mendapatkan perpanjangan kontrak selama 20 tahun pada tahun 2018, dan efektif berlaku pada November 2019.

Artinya sudah hampir 5 tahun sejak perpanjangan kontrak Citic & partners belum melakukan kewajibannya, yaitu transfer PI 10 persen yang sifatnya seharusnya imperatif dalam kontrak kerja sama.

Engelina menyerukan agar Pemerintah Daerah Kabupaten Seram Timur bersama-sama DPRD, datang atas Nama Rakyat Seram Timur ke Kementerian ESDM untuk menuntut hak Rakyat Seram Timur atas kekayaan Sumber Daya Alamnya. Participating Interest (PI) 10 persen, Dana Bagi Hasil Migas selama ini.

“Mari sama-sama kita menghormati Hak Rakyat, apalagi semua yang beta katakan ini sudah selama 79 tahun lamanya termaktub dalam UUD 1945, pasal 33, bahwa kekayaan alam harus dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” tegas Engelina.

Sebagai informasi, Lion Energy, partner CITIC Resources di PSC Seram (Non-Bula) melaporkan bahwa sumur pengembangan Oseil 23 di Lapangan Oseil telah mulai beproduksi dari awal Januari 2022 dan sedang dipantau kinerja produksinya. Oseil 23 adalah sumur pertama di bagian barat laut yang belum pernah dibor sebelumnya dari blok patahan Oseil-2. Spudded pada 7 Mei 2021, sumur ini menargetkan karbonat dari Formasi Manusela. Sumur tersebut diperkirakan mampu berproduksi sekitar 500 bo/d.

Seram (Non-Bula) PSC berada di daratan (onshore) Pulau Seram. PSC Seram diberikan kepada Gulf and Western Indonesia Inc (G&W) pada tanggal 1 November 1969 untuk mengembalikan fungsi lapangan minyak Bula yang telah rusak selama Perang Dunia II.

PSC WK Seram Non Bula pertama kali ditandatangani pada 1999 oleh Kufpec (Ind) Ltd. Pada 11 Juli 2006, CITIC mengumumkan bahwa mereka telah menandatangani perjanjian jual beli senilai USD 97,4 juta untuk mengakuisisi 51% saham operasi di Seram PSC Extension dari operator Kufpec.

Pada Februari 2018, CITIC setuju untuk menjual 10% hak partisipasi kepada PT GHJ, sebuah perusahaan lokal independen. Kemudian, pada Q2 2018, Kufpec melepas kepemilikannya di blok tersebut ke perusahaan lokal lain, PT Petro Mandiri.

Pada tanggal 31 Mei 2018, para mitra PSC menandatangani kontrak gross split baru untuk melanjutkan operasi di blok tersebut untuk jangka waktu 20 tahun yang baru.

Bonus tanda tangan untuk kontrak baru adalah USD 1 juta. CITIC dan mitra telah berkomitmen untuk berinvestasi sekitar USD 49 juta untuk lima tahun pertama kontrak baru.

Saat ini Citic merupakan operator dengan hak partisipasi sebesar 41%. Sementara partner lainnya adalah PT Petro Indo Mandiri (30%), Gulf Petroleum Investment Company (16,5%), PT GHJ (10%) dan Lion Energy (2,5%).

Dalam pengembangan lapangan, pihak Operator telah menyelesaikan sumur Oseil 29. Sumur tersebut dilaporkan telah menghasilkan sekitar 400 bo/d dan 170 bw/d dari Formasi Manusela. Setelah Oseil 29 selesai, operator mengebor Oseil 23. Kedua sumur tersebut merupakan bagian dari Plan of Further Development (POFD) yang telah disetujui oleh SKK Migas pada tahun 2015.

POFD tersebut terdiri dari sepuluh sumur, delapan di antaranya telah selesai hingga saat ini. Program pemboran dihentikan pada tahun 2016 karena harga minyak yang rendah pada saat itu dan ketidakpastian dalam pembaruan PSC yang akan datang pada tahun 2019. Oseil 29 dan Oseil 23 adalah sumur ketujuh dan kedelapan yang dibor berdasarkan POFD.

Operator memiliki dua sumur terakhir yang akan dibor di blok patahan yang sama (Oseil 2), pengeboran dapat diselesaikan pada tahun 2022. Selama Q4 2021, blok tersebut berproduksi rata-rata 1.445 bo/d.

Hingga triwulan 3 2021 Citic Seram telah melakulan lifting minyak bumi 299,775 Barel atau baru mencapai 39,1% dari target lifting minyak bumi yang di tetapkan pemerintah sebesar 766,5 ribu Barel.

Hanya saja, sampai dengan saat ini, Citic Seram ingkar janji, karena tidak pernah memberikan atau mengalihkan Pengalihan Participating Interest 10% Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Seram Non-Bula kepada Seram Timur yang berhak atas itu.

“Jadi, yang berhak itu Seram Timur, bukan BUMD tingkat Provinsi Maluku. Saya harap para pemangku kepentingan di Seram Timur menyadari akan hal ini, karena ini sangat penting untuk rakyat di sana, bukan kepentingan orang per orang atau kelompok,” kata Englina. (sam/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler