Enggak Punya Uang, yang Bisa Saya Sumbangkan adalah Darah Saya

Sabtu, 26 Januari 2019 – 06:21 WIB
FX Sudaryanto (75) dan Eti Novianti (45), bertahun-tahun mendonorkan darahnya. Foto: Mesya/JPNN.com

jpnn.com - Bertekad ingin membantu banyak orang, FX Sudaryanto (75) dan Eti Novianti (45) bertahun-tahun mendonorkan darahnya. Hingga tanpa terasa keduanya menjadi dua dari 840 pendonor yang mendapatkan penghargaan Satyalancana Kebaktian Sosial Donor Darah Sukarela (DDS) 100 kali.

Mesya Mohamad - Jakarta

BACA JUGA: Para Pendonor Darah 100 Kali dapat Cincin Emas dari PMI

KEBAHAGIAAN tidak bisa menutupi wajah Eti. Ibu satu putra ini tidak pernah menduga hobinya mendonorkan darah menjadi perhatian pemerintah. Eti, menjadi donor darah sejak 1991. Saat itu Eti muda, masih 18 tahun, yang aktif dengan kegiatan Pramuka, penasaran dengan donor darah.

Sayangnya, di sekolah Eti, SMKK Negeri Bogor (sekarang SMKN 3 Bogor) belum diwajibkan siswanya mendonorkan darahnya. Eti pun sembunyi-sembunyi. Saat jam istirahat, Eti kabur dari sekolah demi ke Kantor PMI Bogor.

BACA JUGA: Donor Darah Yuk, Stok Darah Menipis Nih

Eti memilih sembunyi-sembunyi karena pelayanan PMI Bogor hanya sampai pukul 12.00 siang. Kalau harus menunggu jam pulang sekolah, Eti tidak bisa donor darah.

Aksi petak umpet Eti ini diketahui kepala sekolahnya. Begitu tahu ada siswanya yang ingin mendonorkan darahnya, kepseknya pun mendukung.

BACA JUGA: Permintaan Banyak, Stok Darah PMI Menipis

"Setiap 4 bulan sekali, kepsek yang ingetin saya untuk donor darah. Saya jadi makin semangat, apalagi sejak rutin donor darah, badan saya makin sehat," tutur Eti yang ditemui di Kantor Palang Merah Indonesia (PMI), Jakarta, Jumat (25/1).

Eti memang istimewa. Tidak ada rasa takut melihat jarum suntik dan darah. Sangat berbeda dengan para perempuan kebanyakan.

Perempuan pendonor darah di Indonesia sangat minim. Jumlahnya hanya dua persen dari total pendonor darah tiap tahunnya.

Bagi Eti, donor darah bukan lagi sebagai hobi. Donor darah jadi kewajiban baginya atas dasar rasa kemanusiaan.

"Saya kan enggak punya uang untuk bantu-bantu. Yang bisa saya sumbangkan adalah darah saya. Alhamdulillah golongan darah saya O jadi bisa digunakan semua orang," tuturnya.

Jiwa pahlawan Eti juga tampak saat dirinya mengkampanyekan donor darah pada keluarga terdekat dan teman-temannya. Keempat saudara kandungnya pun kini rajin mendonorkan darah meski tidak serutin Eti.

Perempuan berhijab ini juga membuat teman-temannya tertarik donor darah. "Kebetulan teman saya suka migrain. Saya ajak donor darah, eh migrainnya hilang dan dia kini rutin donor darah," cerita Eti dengan wajah semringah.

Namun, di balik suksesnya Eti mengajak orang berdonor darah, dia tidak berhasil memengaruhi suaminya. Suaminya, Ismeldi Anwar, yang dinikahinya 2006 silam, enggan donor darah. Alasannya takut jarum suntik dan lihat darah.

Berkali-kali Eti mengajak Anwar ke PMI tapi selalu gagal saat akan diambil darahnya. Beruntung, anak semata wayang Eti yang duduk di kelas VI SD sudah tertanam jiwa sosialnya.

"Anak saya sudah ditanamkan tentang makna mendonorkan darah. Alhamdulillah anak saya berani dan selalu melihat setiap tetes darah saya yang diambil saat proses donor darah," tuturnya.

Berbeda lagi dengan kisah Sudaryanto. Di usia senja, 75 tahun, Sudaryanto masih kelihatan fit. Dia dinyatakan sehat dan selalu mendonorkan darahnya hingga batas usia 60 tahun.

Sejatinya, pria asal Solo ini ingin terus mendonorkan darahnya. Selama 20 tahun menjadi pendonor darah dianggap masih kurang.

"Saya sering ditolak karena usia saya sudah 60. Kalau dokter muda yang periksa, biasanya tidak diizinkan. Sebaliknya dokter tua kasih izin, karena diperiksa saya fine-fine saja," kenangnya.

Sudaryanto dan Eti memang layak diberikan penghargaan. Pelaksana Harian Ketua Umum PMI Ginandjar Kartasasmita mengatakan, para pendonor darah sukarela ini adalah yang telah melakukan komitmen kemanusiaan dengan menyumbangkan 20-30 liter untuk orang lain, selama 20-30 tahun dari hidupnya.

Para pendonor darah sukarela ini sangat pantas disebut sebagai pahlawan kemanusiaan. Wajar kalau pemerintah memberikan apresiasi dan penghargaan atas ketulusan serta keikhlasan para pendonor untuk menolong sesama.

Dari 840 pendonor darah sukarela, didominasi pria, di mana perempuan hanya 16 orang. Pendonor usia tertua 75 tahun FX Sudaryanto dari DKI Jakarta.

Pendonor ternuda 40 tahun Nico Samuel (Banten). Pendonor darah apheresis berusia 29 tahun Agung Satriyo. Sementara pendonor terbanyak 143 kali adalah Syaroni berusia 61 dari DKI Jakarta.

"Para pendonor darah sukarela ini akan mendapatkan penghargaan Satyalancana Kebaktian Sosial Donor Darah Sukarela 100 kali. Juga diberi cincin emas dari PMI. Alhamdulillah tahun ini PT Antam Tbk ikut memberikan dukungan berupa 400 cincin emas," terang Ginandjar.

SPV Corporate Secretary Antam Aprilandi Hidayat menambahkan, dukungan perusahaan terhadap PMI merupakan bagian dari refleksi corporate citizenship. Di mana salah satunya mendorong terciptanya perbaikan kualitas hidup manusia.

Baik Sudaryanto dan Eti berharap, langkah mereka bisa diikuti oleh keluarga, kerabat, teman serta seluruh masyarakat Indonesia. Bukan karena iming-iming penghargaan tapi dampak rutin donor darah akan membuat tubuh lebih fit dan selalu sehat. (esy/jpnn)


BACA ARTIKEL LAINNYA... Donor Darah itu Menyehatkan Loh, Ini Penjelasannya


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Donor Darah   PMI  

Terpopuler