Eriksen

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Minggu, 13 Juni 2021 – 17:34 WIB
Christian Eriksen. Foto: Pool via REUTERS/Jonathan Nackstrand

jpnn.com - Pertandingan Denmark melawan Finlandia Sabtu (12/6) memasuki menit terakhir menjelang turun minum.

Christian Eriksen, gelandang Denmark berada di sisi kanan pertahanan Finlandia dekat titik pojok.

BACA JUGA: Setelah Pingsan di Lapangan, Eriksen Kirim Pesan ke Grup WhatsApp

Dia berbalik badan menerima passing dan berusaha mengontrol. Namun, sebelum sempat mengontrol bola, Eriksen jatuh tersungkur dan langsung kolaps tak sadarkan diri.

Stadion Parken di Kopenhagen, Denmark sontak senyap, tercekat.

BACA JUGA: Kejadian yang Menimpa Christian Eriksen Mengingatkan Memori Buruk Fabrice Muamba

Kapten tim Denmark Simon Kjaer yang berada di dekat Eriksen langsung menghampiri dan melakukan pertolongan pertama kepada korban dengan membuka mulut Eriksen dan memasikan lidahnya tidak tertelan, dan udara masih bisa masuk melalui pernafasan atau kerongkongan.

Kjaer meminta teman-temannya untuk mengerumuni Eriksen dan memagarinya agar tidak ada fotografer maupun suporter yang mengambil gambar dan video dan menyebarkannya keluar.

BACA JUGA: Detik-Detik Eriksen Kolaps Saat Laga Denmark Vs Finlandia, Ada Perempuan Berusaha Mendekat

Privasi ini sangat penting untuk menghindari rumor dan spekulasi yang bisa membuat korban dan keluarganya makin tertekan.

Setelah tim medis turun menangani Eriksen, Kjaer langsung berlari ke pinggir lapangan menghampiri Sabrina Kvist, pasangan Eriksen, yang menangis histeris melihat kondisi pasangannya. Kjaer merangkul dan menenangkan Kvist.

Kepemimpinan Kjaer di luar lapangan dalam kondisi krisis ini mendapat apresiasi dari dunia sepak bola internasional.

Seorang kapten adalah pemimpin di dalam dan di luar lapangan. Tindakan Kjaer yang memberi pertolongan pertama kepada Eriksen memberi andil penting dalam menyelamatkan nyawa Eriksen.

Beberapa pemain Denmark tidak bisa menahan air mata di tengah lapangan. Kiper Kasper Schmeichel mengusap matanya sambil berangkulan dengan beberapa temannya.

Pendukung Denmark menangis dan berangkulan di tribun.

Kondisi Eriksen bisa diselamatkan dan dilarikan ke rumah sakit dalam keadaan sadar. Dia sempat bicara dengan tim dokter sebelum ditandu ke luar stadion.

Seluruh penonton berdiri bertepuk tangan memberi penghormatan standing ovation kepada Eriksen.

Dua jam setelah insiden itu pertandingan yang terhenti pada kedudukan 0-0 dilanjutkan. Pemain Denmark terlihat tidak bisa mengembalikan konsentrasi dan kalah 0-1.

Banyak yang menyayangkan keputusan panitia Euro 2020 yang memutuskan pertandingan dilanjutkan atas kesepakatan kedua tim.

Banyak suporter yang kecewa dan menganggap UEFA, otoritas tertinggi sepak bola Eropa rakus dan kemaruk uang.

Nyawa dianggap tidak penting, dan respek terhadap keselamatan pemain disepelekan karena tidak mau jadwal pertandingan terganggu karena harus melakukan rescheduling.

Kepentingan bisnis menjadi pertimbangan utama yang menjadi prioritas. Sementara nyawa dan keselamatan pemain hanya menjadi apendiks atau catatan kaki.

Terasa ada eksploitasi yang berlebihan dari otoritas terhadap pemain dan klub.

Dari perspektif inilah munculnya pemberontakan sejumlah klub yang menggagas Super League Eropa bisa sedikit dipahami.

Seharusnya UEFA menunjukkan respek yang lebih besar kepada Eriksen dan pemain-pemain lain yang mempunyai potensi penyakit jantung mematikan seperti Eriksen.

Contoh kasus pemain sepak bola yang kolaps karena masalah jantung dan akhirnya berhasil diselamatkan adalah Fabrice Muamba.

Dia kolaps saat membela Bolton Wanderers kontra Tottenham Hotspur di perempat final Piala FA pada 17 Maret 2012. Setelah insiden itu Muamba memutuskan gantung sepatu seumur hidup.

Kiper legendaris Real Madrid Iker Casillas juga diketahui menderita gangguan jantung yang cukup serius dan nyawanya hampir terenggut gegara penyakit mematikan itu.

Casillas mengorbankan jiwa dan raganya untuk Real Madrid, tetapi akhirnya dia harus pergi bermain untuk Porto FC di Portugal karena tidak mendapatkan respek yang memadai lagi di Real Madrid.

Marc-Vivian Foe adalah bek timnas Kamerun yang meninggal dunia akibat serangan jantung saat tengah membela timnya di salah satu laga semifinal Piala Konfederasi tahun 2003.

Pada 26 Juni 2003, timnas Kamerun tengah manjalani laga semifinal melawan Kolombia, di Stadion Stade de Gerland, Lyon, Prancis.

Foe kolaps tak sadarkan diri di lapangan pada menit ke-72. Beberapa pemain lain sempat berusaha menyadarkannya sebelum dia ditandu ke luar lapangan.

Pertolongan pertama pun diupayakan dengan memberinya napas buatan dan oksigen. Tim medis bahkan sampai membutuhkan waktu 45 menit untuk mencoba memompa jantungnya.

Nahas, meski dia masih hidup setelah tiba di pusat medis stadion, tak lama kemudian dia mengembuskan napas terakhirnya.

Dari hasil autopsi, Foe diketahui meninggal akibat memiliki masalah dengan jantungnya setelah ditemukan kondisi kardiomiopati hipertrofik, pembengkakan pada jantung.

Bek klub Espanyol Daniel Jarque, menjadi pemain lain yang meregang nyawa akibat serangan jantung pada 8 Agustus 2009.

Jarque meregang nyawa di sela-sela pemusatan latihan pramusim Blanquiazules di Coverciano, Florence, Italia.

Dia mengembuskan napas terakhirnya di kamar hotel, seusai menjalani sesi latihan pagi.

Sebelum meninggal, Jarque sempat berbincang via telepon dengan kekasihnya.

Menurut kabar, tunangan Jarque langsung menghubungi dua rekan setimnya begitu menyadari ada yang tak beres. Rekan setimnya langsung mendapati Jarque sudah tak sadarkan diri.

Mereka sempat memanggil petugas medis, tetapi nyawa Jarque tak terselamatkan.

Jarque dinyatakan meninggal dunia akibat serangan jantung pada usia 26. Semasa hidupnya, Jarque dikenal akrab dengan mantan gelandang Barcelona yang juga legenda timnas Spanyol, Andres Iniesta.

Kasus-kasus kematian pemain di tengah lapangan juga terjadi di Indonesia.

Yang paling tragis dialami oleh gelandang dan kapten tim Persebaya Surabaya Eri Irianto yang meninggal dunia akibat serangan jantung saat tengah bertanding pada 3 April tahun 2000.

Ketika itu, Persebaya tengah bertanding melawan PSIM Yogyakarta dalam laga yang digelar di Stadion Gelora 10 November, Tambaksari, Surabaya.

Sebelum meninggal, Eri sempat bertabrakan dengan pemain PSIM asal Gabon, Samson Noujine Kinga. Eri pingsan dan dilarikan ke rumah sakit.

Namun, pada malam harinya, ia dinyatakan meninggal dunia di Rumah Sakit Dokter Soetomo karena serangan jantung. Eri meninggal dalam usia 26 tahun.

Untuk mengenang jasa-jasa Eri untuk Persebaya, mes Persebaya kemudian dinamai "Wisma Eri Irianto". Nomor 19 yang pernah dipakai dirinya dipensiunkan setelah kematiannya dan kostumnya disimpan di dalam sebuah lemari kaca di mes Persebaya.

Pada 3 April 2019, suporter Bonek mengadakan aksi hening untuk mengenang Eri yang dilakukan saat leg pertama semifinal Piala Presiden 2019 melawan Madura United di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya.

Pada menit ke-19, seisi stadion yang disesaki 50.000 suporter mendadak senyap untuk memberi penghormatan untuk Eri.

Dalam kasus Christian Eriksen, dokter ahli radiologi memastikan bahwa kondisinya sangat serius sehingga tidak memungkinkan untuk bisa bermain sepak bola lagi. Eriksen masih berusia 29 tahun dan masih mempunyai kesempatan untuk bermain.

Dia masih menunjukkan kondisi yang bagus ketika memperkuat Inter Milan memenangi Scudetto di kompetisi Seri A Italia tahun ini.

Ketika bermain di Tottenham Hotspur, Eriksen adalah engine di lapangan tengah yang menjadi andalan manajer Mauricio Pochettino. Bersama Eriksen, Tottenham Hotspur mencapai prestasi tertinggi menjadi runner up Liga Champions 2019.

Eriksen tidak mendapatkan respek yang cukup dari Jose Mourinho yang menggantikan Pochettino. Eriksen pun pergi ke Inter. Dan bersama klub barunya Eriksen bisa merasakan nikmatnya menjadi juara.

Keterampilan Eriksen sebagai jenderal lapangan tengah segera akan menjadi kenangan, karena ia akan pensiun selamanya. (*)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler