jpnn.com - Kemajemukan masyarakat Indonesia, yang dahulu dianggap sebagai pendorong pembangunan, kini dihadapkan pada tantangan yang signifikan.
Dalam beberapa tahun terakhir, dinamika kemajemukan ini tidak lagi memberikan kekuatan, melainkan menjadi beban yang merugikan pembangunan bangsa.
BACA JUGA: Kampanye Akbar Diguyur Hujan, Prabowo-Gibran Terharu Pada Antusiasme Warga Bandung
Paradoxically, negara tampaknya kurang proaktif dalam menanggapi masalah ini, bahkan terlihat membiarkan aksi intoleransi berkembang tanpa hambatan (Hutabarat & Panjaitan, 2016).
Laporan Indeks Kota Toleran Tahun 2021 dari Setara Institute mencerminkan bahwa kemajuan toleransi di kota-kota bergantung pada kualifikasi kepemimpinan kota.
BACA JUGA: Deklarasi Dukung Prabowo-Gibran, Relawan Shaff 1983 Diminta Bantu Kawal TPS
Sebagai negara demokratis, Indonesia diharapkan dapat mencapai keseimbangan peran antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil.
Keseimbangan ini diyakini bergantung pada kualifikasi pemimpin di setiap wilayah kota (Setara Institute for Democracy and Peace, 2021).
BACA JUGA: Petani Tebu di Sulsel Bersiap Menangkan PrabowoâGibran Satu Putaran
Pancasila dan UUD NRI 1945 diharapkan menjadi pilar rohaniah yang mengandung nilai-nilai fundamental sejalan dengan perkembangan masyarakat, bangsa, dan negara.
Agenda nasional terkait Pancasila harus terintegrasi dalam struktur kekuasaan, di mana lembaga perwakilan dan permusyawaratan memiliki peran sentral dalam merumuskan dan membentuk nilai-nilai menjadi sistem norma.
Tanggung jawab pelaksanaan, pengamalan permasyarakatan, dan pembudayaan nilai-nilai dasar negara ada di tangan lembaga eksekutif, sedangkan lembaga yudikatif memiliki fungsi pengawasan (Asshiddiqie, 2017).
Pancasila dan UUD NRI 1945, sebagai pilar utama pembentukan negara Indonesia, memberikan jaminan yang kuat terhadap kebebasan beragama.
Pasal 29 UUD NRI 1945 dengan tegas menyatakan bahwa eksistensi negara didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, sambil menjamin kebebasan bagi warga negara untuk menjalankan agama dan ibadah sesuai keyakinan masing-masing.
Ini menandakan tanggung jawab negara dalam melindungi hak-hak umat beragama di Indonesia (Ardiansah, 2016).
Selain konstitusi, nilai-nilai dalam Pancasila memiliki peran penting sebagai landasan perlindungan hak kehidupan umat beragama.
Dalam perspektif ini, negara memiliki tanggung jawab besar terhadap keberadaan agama, kehidupan beragama, dan penciptaan kerukunan hidup beragama di tengah masyarakat Indonesia (Ardiansah, 2016).
Situasi kerukunan di Indonesia tampaknya telah menghambat hak warga negara untuk beribadat dan mendirikan rumah ibadat.
Data dari Setara Institute menunjukkan peningkatan signifikan dalam kasus gangguan terhadap rumah ibadat, terutama rumah ibadat Kristen, selama 12 tahun terakhir.
Hal ini menciptakan ketidakpuasan terhadap hak konstitusional yang menjamin kebebasan beragama, beribadat, dan mendirikan rumah ibadat.
Menurut Asroni (2012), konflik terkait pendirian rumah ibadah sering kali timbul dari penolakan kelompok agama terhadap perizinan.
Meskipun terdapat 398 kasus gangguan terhadap rumah ibadah, tindakan yang diambil oleh pemerintah daerah tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Kekurangan respons terhadap intoleransi dapat menciptakan kesan bahwa hak konstitusional terkait kebebasan beragama tidak dipenuhi secara efektif.
Salah satu prioritas program Gibran Rakabuming Raka adalah memelihara kerukunan antar umat beragama, kebebasan beribadah, dan perawatan rumah ibadah sebagai fondasi utama kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis.
Sebagai negara yang kaya keberagaman budaya dan agama, Indonesia memerlukan pendekatan cermat untuk memastikan bahwa setiap warga negara dapat menikmati keadilan, kebebasan, dan hak konstitusionalnya tanpa adanya diskriminasi berdasarkan keyakinan agama.
Kerukunan antar umat beragama menjadi dasar utama bagi masyarakat yang beraneka ragam seperti Indonesia.
Melibatkan seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang agama, suku, atau latar belakang budaya merupakan langkah awal untuk memastikan bahwa kerukunan ini berakar kuat.
Pendidikan multikultural dan antar keyakinan sejak dini dapat dianggap sebagai investasi jangka panjang untuk membentuk pemahaman yang lebih baik antar kelompok agama.
Peran penting sekolah-sekolah dalam membentuk pemikiran anak-anak tentang toleransi, saling menghormati, dan menghargai keberagaman tidak dapat diabaikan.
Perawatan terhadap rumah ibadah juga menjadi tanggung jawab bersama untuk menjamin keberlanjutan kerukunan dan kebebasan beribadah.
Pemerintah daerah harus aktif memberikan dukungan dan perlindungan terhadap rumah ibadah dari segala bentuk ancaman atau gangguan.
Proses perizinan pendirian rumah ibadah harus dilakukan secara adil tanpa adanya diskriminasi, dan transparan serta akuntabel.
Dalam menghadapi kompleksitas tantangan ini, pemerintah harus memegang peran sentral sebagai pelindung dan penjaga keadilan.
Pembentukan kebijakan yang mendukung kerukunan antar umat beragama, kebebasan beribadah, dan perawatan rumah ibadah harus didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan.
Lebih dari itu, penegakan hukum yang konsisten terhadap pelanggaran hak konstitusional harus menjadi prioritas utama.
Penulis Adalah Humas Organisasi Pencinta Alam Almawahdah Wa Rohmah (OPA Al Mawar)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif