jpnn.com, JAKARTA - East Ventures bersama Katadata Insight Center meluncurkan East Ventures-Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2024.
Ada pun East Ventures-Digital Competitiveness Index merupakan edisi kelima sejak pertama kali diluncurkan pada 2020.
BACA JUGA: Dorong Ekonomi Digital, SAP Datasphere Bantu Jaga Kualitas Data Perusahaan
Laporan riset EV-DCI 2024 menjadi pemetaan daya saing digital Indonesia dengan tema “Mewujudkan kedaulatan digital Indonesia”.
Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengatakan kedaulatan digital menjadi salah satu aspek penting untuk suatu negara dapat memaksimalkan perkembangan digitalisasi di negaranya untuk menjadi motor peningkatan kesejahteraan, tidak terkecuali untuk Indonesia.
BACA JUGA: Integrasi TikTok Shop dan Tokopedia, DPR: Ekonomi Digital Suatu Keniscayaan
“Kami senang dapat kembali menghadirkan laporan East Ventures-Digital Competitiveness Index 2024. Sejak diluncurkan pertama pada 2020, komitmen kami selalu sama, yaitu mendorong semangat inklusi dan kolaborasi untuk mewujudkan keadilan dan kedaulatan digital bagi seluruh rakyat Indonesia. Kami ingin mengucapkan terima kasih atas kontribusi seluruh pemangku kepentingan yang telah berkontribusi dalam membangun ekosistem ekonomi digital yang berkelanjutan dan inklusif,” kata Willson di Jakarta, Rabu (22/5).
East Ventures adalah perusahaan venture capital (VC) yang terbuka pada seluruh sektor (sector-agnostic) dan pelopor investasi startup Indonesia dan Asia Tenggara.
“Kami berharap laporan ini dapat menjadi bahan acuan dan fondasi bagi setiap pihak terkait dalam terus membangun ekosistem digital Indonesia. Kami percaya laporan ini merupakan bukti nyata dari komitmen kami dalam mempersiapkan Indonesia dalam memasuki era dividen demografi dini, terutama dalam membangun ekonomi digital yang lebih kuat dan mencetak Generasi Emas 2045,” tambah Willson.
Willson menjelaskan EV-DCI 2024 menyajikan data daya saing digital di 38 provinsi dan 157 kota/kabupaten di Indonesia.
Daya saing digital di daerah-daerah di Indonesia terus menunjukkan tren positif, terlihat dengan skor EV-DCI 2024 sebesar 38,1. Skor ini meningkat dari skor tahun-tahun sebelumnya, yaitu sebesar 37,8 (2023) dan dua tahun sebelumnya, yaitu 35,2 (2022).
Pada EV-DCI 2024, 10 provinsi dengan skor tertinggi masih didominasi oleh provinsi di pulau Jawa, seperti pada peringkat di tahun sebelumnya. Secara berurutan, 10 provinsi tersebut adalah (1) DKI Jakarta, (2) Jawa Barat, (3) Jawa Timur, (4) DI Yogyakarta, (5) Banten, (6) Bali, (7) Kepulauan Riau, (8) Kalimantan Timur, (9) Sumatera Utara, dan (10) Jawa Tengah. Keempat provinsi di luar pulau Jawa yang berada di 10 besar ini secara konsisten dapat bersaing dengan provinsi di pulau Jawa.
"Untuk melihat perkembangan pembangunan daya saing digital Indonesia secara keseluruhan, kita dapat mengamati pergerakan nilai median atau nilai tengah indeks dari tahun ke tahun. Nilai median yang terus mengalami perbaikan selama lima tahun secara berturut-turut menggambarkan peningkatan daya saing digital secara keseluruhan di seluruh provinsi, khususnya pada provinsi peringkat menengah dan bawah," ucap Willson.
Lebih lanjut, dia menjelaskan nilai spread atau selisih antara skor provinsi tertinggi (DKI Jakarta - 78,2) dan terendah (Papua Pegunungan - 17,8) untuk EV-DCI 2024 yaitu 60,4, lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu sebesar 52,4 pada 2023.
Melebarnya nilai spread dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain perbedaan laju pembangunan digital masing-masing provinsi, serta perlambatan pembangunan yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi makro yang mempengaruhi daya beli masyarakat.
Willson mencontohkan, pengaruh perbedaan laju pembangunan, di mana Kalimantan Barat dan Gorontalo sama-sama menunjukkan peningkatan di berbagai indikator.
Namun secara relatif, pembangunan di Gorontalo jauh lebih pesat dibandingkan dengan Kalimantan Barat. Sehingga ketika dibandingkan dalam penghitungan indeks, skor Gorontalo naik 3.0 poin sementara skor Kalimantan Barat menurun 3.0 poin.
Direktur Eksekutif Katadata Insight Center, Adek Media Roza, menambahkan hubungan timbal balik antara ekonomi makro dan daya saing digital menyebabkan pemerintah perlu memandang isu ini secara holistik.
Penurunan pilar Penggunaan TIK dan Pengeluaran TIK yang dipicu melemahnya daya beli akibat inflasi serta tekanan eksternal lainnya menjadi salah satu contoh bagaimana situasi ekonomi makro mempengaruhi upaya penguatan daya saing digital Indonesia.
"Sehingga, pemerintah tetap perlu memperhitungkan berbagai faktor yang dapat menjadi penghambat pertumbuhan daya saing digital Indonesia,”ungkap Adek.(mcr10/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul