jpnn.com, JAKARTA - Kecelakaan fatal di sektor transportasi laut dan penyeberangan serta kemacetan parah pada arus balik menjadi catatan khusus saat Rapat Keja Evaluasi Penyelenggaraan Mudik 2018.
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo mengatakan pemberlakuan sistem one way yang kurang sosialisasi menyebabkan kemacetan parah pada penyelenggaraan arus mudik tahun ini. Pemberlakuan sistem one way itu juga diindikasikan melanggar sejumlah undang-undang.
BACA JUGA: Masyarakat Sehat Akan Menguntungkan Ekonomi Negara
Sistem one way way sepanjang 294 km dari Tegal hingga Cawang tersebut, kata Sigit, melanggar UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (LLAJ), UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan PP No. 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol yang merupakan turunan dari UU N0. 38 tahun 2004 tentang Jalan.
Kebijakan one way tersebut, kata Sigit, juga tidak disosialisasikan secara masif kepada masyakarat. Akibatnya, masarakat yang sudah terlanjur antre digerbang tol terpaksa merasakan tidur diarea jalan tol dan merasakan kemacetan parah sehingga waktu tempuh bertambah 6-8 jam.
BACA JUGA: Sering Kecelakaan Kapal, Sebaiknya Pakai Teknologi Perairan
“Kami mengerti kepolisian mencoba menangani masalah kemacetan di tol, cuma karena tidak ada sosialisasi dan tidak melalui perencanaan, kebijakan ini justru berpotensi melanggar UU,” kata Sigit.
Dalam Raker yang dihadiri Menhub Budi Karya Sumadi dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono itu, Sigit juga mengkritisi lemahnya pengawasan dan pembinaan pemerintah terhadap penyelenggaraan pelayaran yang dikelola oleh Pemda.
BACA JUGA: Survei: DPR 2019-2024 Milik Pendukung Jokowi
Kecelakaan transportasi laut dan penyeberangan yang kerap terjadi diduga akibat pembiaran Kemenhub terhadap berbagai pelanggaran aturan pelayaran oleh operator.
“Kasus kecelakaan KM Sinar Bangun di Danau Toba dan KM Lestari Maju di Selayar adalah bukti lemahnya pengawasan dan pembinaan pemerintah atas penyelenggaraan pelayaran yang dikelola pemda. Jika kemenhub masih lemah dalam pengawasan dan pembinaan, kecelakaan kapal tenggal tingga tunggu waktu saja. Saya banyak mendapat laporan bahwa SDM di Kemenhub tidak mampu menyakinkan pemda dan operator pelayaran di daerah untuk memenuhi aspek keselamatan pelayaran,” kata politikus PKS ini.
Menurutnya, keseriusan Kemenhub dalam pembinaan dan pengawasan aspek keselamatan harus tercermin dalam politik anggaran pemerintah.
“Dalam RKA KL jangan sampai anggaran pembinaan dan pengawasan dipangkas dengan alasan penghematan. Pembinaan dan pengawasan ini tugas utama pemerintah sebagaimana diatur UU, jadi tidqk bisa diabaikan,” kata Sigit.
Dalam kesemapatan itu, Sigit juga meminta Kemenhub untuk mengawasi operator pelabuhan agar fokus melaksanakan tugasnya sebagaimana diatur dalam UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
“Semua stakeholder transportasi air perlu focus pada tugasnya sesuai dengan yang diatur UU demi terjaminnya keamanan, keselamatan, kelancaran moda transportasi laut, sungai, danau dan penyebrangan. Jangan sampai tidak fokus dan mengurus core bisnis yang lain seperti yang dilakukan Pelindo yang mengancam pengguna tanah HPL untuk membayar sewa ke Pelindo. Mana ada tugas Pelindo memungut sewa tanah HPL. Fokus saja pada pengelolaan dan pengusahaan pelabuhan sebagaimana diatur dalam UU Pelayaran,” kata Sigit.
Atas berbagai permasalahan tersebut, Komisi V mendesak pemerintah untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran baik laut, sungai, danau dan penyeberangan. Salah satunya dengan dengan penegakan hukum terhadap penggunaan kapal yang tidak memenuhi standar keselamatan dan peruntukannya. Termasuk pengawasan terhadap ketersediaan peralatan keselamatan dan kelaiklautan kapal. Kinerja pembinaan dan pengawasan jadi lemah. “Sekali lagi kalau kita tidak serius, kecelakaan laut Yang tragis hanya tinggal tunggu waktu saja,” katanya.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Angka Kapal Celaka Naik, Fadli Zon Pertanyakan Poros Maritim
Redaktur & Reporter : Friederich