jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid menganjurkan Presiden Joko Widodo membentuk lembaga atau kementerian urusan legislasi nasional.
Menurut dia, kementerian atau lembaga itu berguna untuk mengurus dan mengelola urusan legislasi sehingga tidak terjadi tumpang tindih peraturan perundang-undangan secara nasional.
BACA JUGA: Presiden Jokowi Sebut 3 Nama Kader Pemuda Pancasila
Fahri juga membeberkan beberapa alasan pembentukan kementerian atau lembaga urusan legislasi nasional tersebut sangat urgen.
Pertama, kementerian atau lembaga urusan legislasi nasional tersebut idealnya diberikan mandat konstitusional penanganan urusan pembangunan hukum (legislasi).
Menurut Fahri, praktik yang sama juga dilakukan oleh beberapa negara.
Di antaranya, The Office Information and Regulatory Affairs (OIRA) di Amerika Serikat, The Office of Best Practice Regulation (OBPR) di Inggris, Cabinet Legislation Bureau (CLB) di Jepang, Ministry of Government Legislation (MoLeg) di Korea Selatan, serta The Office of Best Practice Regulation di Australia.
“Gagasan pembentukan lembaga legislasi ini pada 2012 pernah direkomendsikan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) sepanjang berkaitan dengan pembenahan komprehensif peta regulasi di Indonesia,” kata Fahri, Sabtu (26/10).
Alasan kedua ialah masalah hukum inkonsistensi dan disharmoni peraturan perundang-undangan bukan hanya dalam konteks material (substansi materi hukum) yang sangat complicated, melainkan dari aspek birokrasi pembentukan perundang-undangan telah menjadi masalah tersendiri.
“Sebab, setiap lembaga berlomba membentuk perundang-undangan. Seolah setiap persoalan bangsa hanya dapat diatasi dengan memproduksi UU, tanpa melihat hasil guna dan berdaya guna. Ini yang menjadi masalah,” katanya.
Alasan ketiga adalah jika kementerian atau lembaga urusan legislasi nasional terbentuk, diharapkan akan menjadi leading sector terhadap semua kementerian dan lembaga negara terkait yang berhubungan dengan pembentukan peraturan perundang-undangan.
Fahri menambahkan, pada saat yang sama presiden dapat membubarkan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan dan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) pada Kemenkum HAM.
”Biar semua lembaga-lembaga itu dilikuidasi saja dan dikonsolidasikan ulang ke dalam kementerian/lembaga urusan legislasi nasional nantinya yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden,” ujarnya.
Alasan keempat adalah tugas pokok yang lain dari kementerian/lembaga legislasi nasional termasuk mengosolidasikan berbagai informasi maupun data kebutuhan serta akan berlakunya norma suatu perundang-undangan.
”Kementerian ini juga diperlengkapi dengan bidang riset, monitoring serta evaluasi terhadap seluruh jenis peraturan perundang-undangan yang berbasis IT,” kata dia.
Alasan kelima adalah penataan dan perbaikan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan sejak perencanaan hingga pemantauan dan peninjauan sangat diperlukan. (jos/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ragil